The digital world has power because it has dynamic information,
But it's important that we stay human instead of being another machine sitting in front.
- Pranav Mistry -
***
Ada dua hal dalam hidup yang tak bisa di prediksi manusia. Yakni jodoh dan kematian. Karena adanya kesenjangan antara usianya yang semakin bertambah, bumi semakin tua dan oppa makin tua makin ganteng. Riana Marisha, sudah putus asa sendiri bahwa dia tidak memiliki jodoh di dunia ini. Mengingat, dirinya terlalu fokus pada suami-suami virtual yang sedang mencari nafkah di Negeri Ginseng sana.
Bukan berarti Riana tidak tertarik dengan cowok lokal di sekelilingnya. Ada sekitar satu, dua atau tiga ekor yang menarik perhatian selama dua puluh tahun dia bernapas. Namun dia tidak benar-benar tertarik, baginya hanya bias yang sukses membuatnya menahan napas. Dia hanya menandai beberapa cowok berparas lumayan untuk bahan obrolan dengan teman-temannya yang pecinta sinetron. Istilah gengsi mulai melekat pada dirinya semenjak memasuki masa putih abu-abu. Jadi, masa sih dia mau cerita kehidupan rumah tangga imajinasinya?
Jadi pecinta kpop jaman dulu itu lebih banyak dukanya. Dulu, setiap minggu pagi dia akan menunggu penjual koran hanya untuk membeli majalah berhadiah poster. Boro-boro nonton konser, lihat foto saja sudah syukur. Belum lagi printilan kpop yang sulit di cari dan cukup menguras uang saku yang tak seberapa. Terlebih, masyarakat umum masih suka risih sendiri melihat pecinta kpop. Namun Riana rindu jaman itu. Jaman dimana dunia hiburan Korea Selatan damai. Idol cowok dan perempuan bebas dekat tanpa kabar miring dari lambe turah.
Namun semakin tua bumi, semakin maju juga otak manusia. Di era digital yang serba teknologi ini, dia tidak perlu lagi sembunyi-sembunyi sebagai pecinta oppa atau baper sendiri nonton drama Korea. Karena era digital menghempas begitu kuat dalam hidup manusia dewasa ini. Jadi tidak heran, anak SD, balita sampai nenek sekalipun yang sudah akrab dengan gadget pasti mengenal setidaknya satu atau dua lagu Korea.
Terkadang, dia miris sendiri dengan era ini. Bukan perihal kejombloan yang sudah mendarah daging, atau dirinya yang merasa jadi Kpopers dari jaman batu. Hanya saja, teknologi sudah meracuni otak-otak manusia hingga mereka melupakan fakta bahwa, dunia digital lebih indah daripada dunia nyata.
Namun percayakah kalian jika di era ini masih ada manusia yang gagap teknologi?
Kalau Riana iya, dan menurut survei ada sekitar 53% orang tua mengaku gagap teknologi di era digital ini.
Bagaimana dengan remaja? Seperti sebuah kemustahilan jika fakta itu benar-benar ada.
Dan fakta itu rupanya nyata.
Dari lingkungan kehidupannya, ada seorang laki-laki bernama Marvin Alkena Prawira. Manusia pecinta Kimia yang masih menggunakan HP Nokia dengan game Tetris dan ular gila di dalamnya. Untuk ukuran ekonomi, Marvin dikenal mampu karena ayahnya yang terkenal sebagai pejabat daerah. Dilihat dari gayanya juga, Marvin tidak seperti orang-orang keterbelakangan teknologi. Buktinya, dia punya laptop. Oke, itu artinya Marvin tidak benar-benar gaptek.
Hanya saja, orang-orang jaman sekarang sering menyalahartikan istilah 'gaptek'. Mereka pikir, orang dengan ponsel-ponsel jadul, itulah yang gaptek. Padahal punya smartphone bagus dan mahal bukan penentu kegaptekan seseorang. Justru itulah yang akan semakin membutakan seseorang pada dunia nyata.
Marvin ini, hanya tidak mengerti soal penggunaan Android. Dia jadi alumni ponsel jadul sejak kelas 12 semester akhir, sebelum kelulusan mereka. Tak tanggung-tanggung, smartphone pertama yang dimilikinya adalah keluaran terbaru merk ternama Korea. Pagi itu, teman sekelas heboh karena sesuatu berwarna hitam menyembul dari saku seragam putihnya. Riana yang sudah dua tahun sekelas dengannya melihat dengan jelas wajah memerah sang mantan ketua OSIS karena ledekan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Gaptek Boyfriend [Pindah Ke CABACA]
FanfictionRiana pikir, sungguh beruntung perempuan yang menjadi pacar Marvin. Dari segi fisik, dia tampan dengan paras yang mirip bule, kulitnya putih dan perawakanya tinggi, kecil nan berotot. Pokoknya, enak di ajak jalan-jalan. Tidak memalukan. Hanya saja...