Satu

95 14 5
                                    


"Cermin, cermin ajaib. Siapa cewek paling cantik di dunia?"

Sang putri bertanya sambil memperhatikan pantulan wajahnya di cermin. Ia rapikan rambut hitam panjangnya yang halus. Lalu dengan bibir tipis merahnya, ia tersenyum.

Cermin yang ia tanya tidak menjawab, meski begitu sang putri merasa senang. Dalam hatinya, ia serasa bisa mendengar cermin yang diam itu bersuara. Bahwa ia tentu adalah salah satu gadis yang paling cantik di dunia.


Reka berjalan dengan santai menuju gerbang sekolah setelah sekali lagi memastikan penampilannya di cermin. Sebelum turun dari mobil, ia melirik ke arah jam tangan di pergelangan sebelah kirinya lalu tersenyum. Seperti yang sudah ia rencanakan, ia akan masuk sekolah sepuluh menit sebelum bel masuk saat para siswa hampir seluruhnya sudah datang. Waktu yang sempurna untuk gadis cantik seperti dirinya hadir dan menjadi pusat perhatian.

Para siswa sudah hampir seluruhnya datang ketika gadis itu menyedot seluruh perhatian para siswa karena dirinya berjalan masuk ke area sekolah. Kecantikannya yang luar biasa tidak bisa diabaikan begitu saja. Pria maupun wanita akan otomatis melihat ke arahnya. Reka tersenyum dalam hati sambil mati-matian mencoba mempertahankan ekspresi. Memang begini lah takdir orang cantik yang seharusnya, dihujani dengan perhatian dan rasa kagum tanpa melakukan apa-apa.

Tentu begini lah yang dikatakan pagi yang sempurna itu. Wajah cantik miliknya perlu mendapatkan perhatian paling tidak sebesar ini karena Tuhan sudah susah-susah membuatnya.

"Reka!"

Reka baru saja melangkahkan kakinya untuk masuk kelas ketika seseorang meneriakkan namanya. "Sini." Katanya lagi. Seorang gadis bertubuh mungil memanggail Reka sambil melambai-lambaikan tangan.

"Ada apa?"

"Ada sesuatu buat lo." Namanya Muning, gadis bertubuh mungil yang sudah dua tahun sekelas dan menjadi teman sebangku Reka. "Tadi waktu gue datang sudah ada di sana." Kata gadis itu lagi terdengar bersemangat sambil menunjuk ke arah kolong meja Reka. "Apa isinya?"

Reka mendesah samar. Muning memang selalu cerewet, gadis mungil itu suka sekali berbicara. Meski begitu, sifat cerewet dan ekspresifnya adalah hal yang membuat gadis itu menarik.

Reka menunduk, mengambil sebuah kotak di dalam kolong meja dan setangkai mawar kuning dengan malas. Ia tidak terlalu antusias. Paling-paling dari cowok hopeless yang berharap hadiah kecil akan membuat Reka yang cantik tersanjung.

"Dari siapa? Dari siapa?" Muning tidak sabar, matanya fokus melihat ke arah kotak dan bunga mawar yang ada di tangan Reka. Mencoba mencari siapa pengirim hadiah tersebut.

Berbeda dengan Muning, Reka tidak terlihat senang. Hadiah-hadiah seperti ini malah membuatnya tidak nyaman. Semenjak masuk sekolah, entah sudah berapa kali ia menerima hadiah seperti sekarang. Entah bagaimana mereka bisa berpikir bahwa hadiah mainstream seperti ini bisa menggoyahkan hati Reka. Meski begitu setidaknya ia harus tahu siapa lelaki yang mengirimkannya hadiah kali ini.

"Aldi?" tanya Reka setelah membaca nama pengirimnya. "Aldi, siapa?"

"Kak Aldi?!" Muning menutup mulutnya karena sadar suaranya terlalu keras. "Serius pengirimnya kak Aldi?!"

*****

"Kak Aldi itu cowok paling populer satu sekolah, Reka!" Muning pura-pura kesal. "Kapten tim basket, ganteng, tajir dan followersnya sudah hampir sejuta!" kata Muning lagi, kini lebih terdengar berapi-api.

"Terus?"

"Levelnya beda sama cowok-cowok yang biasa ngasih lo hadiah. Bisa dibilang, kak Aldi itu adalah cowok eksklusif yang nggak semua orang berani untuk idam-idamkan. Karena probabilitasnya kecil banget!" Muning diam sebentar kemudian minum es tehnya. Tenggorokannya kering karena terlalu semangat menggambarkan seberapa kerennya kak Aldi.

"Paling juga playboy." Kata Reka malas lalu melanjutkan makan. Mie rebusnya sudah mengembang karena terlalu lama mendengarkan Muning bercerita. "Mienya jadi nggak enak." Keluhnya sedikit kesal.

Muning menggeleng keras. Tidak setuju dengan apa yang baru dikatakan oleh Reka.

"Kalau seganteng, sepopuler dan sehebat yang lo bilang terus nggak playboy malah aneh kali." Reka menghela napas samar lalu karena mienya sudah tidak terselamatkan lagi. Sudah mengembang hampir dua kali lipatnya.

"Gue nggak mungkin ngerekomendasiin kak Aldi kalau dia playboy. Memang sih banyak cewek yang deketin kak Aldi, tapi kak Aldi itu terkenal dingin kalau menyangkut perempuan."

"Kalau gitu berarti dia fix menyimpang." Reka menjawab sekenanya. Ia tidak merasa antusias sama sekali.

Tidak peduli siapa pun Aldi-Aldi itu, Reka hanya tidak tertarik. Cinta bukan prioritasnya. Lagi pula, punya banyak pacar adalah hal yang mungkin dilakukan oleh gadis cantik. Namun, gadis sangat cantik sepertinya tidak perlu pacar. Gadis sangat cantik sepertinya harus tetap eksklusif dan mengabdikan kecantikannya untuk kepentingan orang banyak.

"Reka!" kata Muning kesal. Ia sudah kehabisan kata-kata menghadapi temannya itu.

Muning tahu Reka tidak tertarik dalam urusan percintaan. Meski begitu, setidaknya gadis itu harus memperhitungkan kak Aldi. Kak Aldi bukan sembarang lelaki yang bisa ditemui kapan saja. Dari hatinya yang terdalam, Muning ingin Reka punya pacar yang bisa menjaganya. Membuat teman dekatnya itu bahagia dan memperlakukannya dengan baik. Kak Aldi adalah satu-satunya orang yang pantas, begitu pikirnya.

"Hey baby..."

Seseorang memegang pundak Muning dari belakang secara tiba-tiba. Reka yang melihat siapa orang di belakang Muning hanya bisa menghela napas berat. Hari ini sangat menyebalkan.

"Babyyyy..." Muning berteriak manja hingga satu kantin bisa mendengar teriakannya.

"Oh my baby kenapa?" namanya Doni, lelaki yang sudah setahun ini menjadi pacar Muning.

"Itu..." Muning menunjuk Reka lalu memonyongkan bibirnya, bersikap sok manja. "Reka nggak bisa dibilangin."

"Uwwwuuu... memang Reka kenapa baby? Sini aku dengar ceritanya." Lelaki itu kemudian duduk di kursi sebelah Muning. Badannya menghadap Muning, seakan hanya Muning lah satu-satunya makhluk hidup yang ada di dunia.

Reka mendengus kesal melihat pemandangan menjijikkan di depannya. Kemudian menjadi tambah kesal setelah melihat lagi ke arah mienya yang tidak tertolong. Ia meraih es teh dan meneguknya sekaligus.

"Jadi kak Aldi ngirimin Reka bunga sama hadiah tadi pagi. Tapi ratu es kita ini nggak goyah sedikit pun." Kata Muning. Suaranya masih ia buat-buat agar terdengar manis.

"Ah iya." Doni menepuk jidatnya sendiri. Ia memutar badannya yang sedari tadi menghadap Muning. "Lo dicariin kak Aldi Ka."

"Gue? Kenapa?" tanya Reka tidak nyaman.

*****

Beauty OutsideWhere stories live. Discover now