Dua

42 8 7
                                    


Aldi berdiri di tengah lapangan basket setelah membubarkan adik kelas yang ingin main basket di jam istirahat. Sebagai ketua klub basket, ia berhak untuk hal tersebut, setidaknya menurut dirinya sendiri.

Cowok itu berdiri di tengah-tengah lapangan sambil mengabaikan panas matahari yang membakarnya. Ia tetap tersenyum tipis walau sebenarnya kepanasan. Meski panas, matahari pukul sebelas pagi ini membuatnya terlihat lebih bersinar sehingga cewek-cewek seisi sekolah berkerumun di depan kelas masing-masing hanya untuk melihat Aldi yang berdiri di tengah lapangan.

Lima menit sudah berlalu setelah ia berdiri di tengah lapangan ketika Reka muncul dengan dua orang di belakangnya. Reka seperti biasa terlihat sangat cantik. Apalagi dengan dua orang di belakangnya yang terlihat biasa-biasa saja, kecantikan Reka menjadi lebih stand out. Dalam hidup gadis cantik seperti Reka, orang lain hanya berperan sebagai figuran yang membuatnya semakin menonjol.

"Ogah." Kata Reka setelah melihat Aldi di tengah lapangan. "Dia ngapain di tengah lapangan begitu. Panas. Skincare mahal."

"Reka!" Muning geregetan. Apalagi maksud dari Aldi berdiri di tengah lapangan kalau bukan untuk menyatakan perasaan. Seorang lelaki sempurna seperti Aldi menyatakan perasaannya pada gadis super cantik seperti Reka. Mereka tentu akan jadi pasangan yang membuat semua orang iri.

"Lo aja sana yang ke tengah lapangan." Gadis itu melipat tangannya di perut, menggelengkan kepala karena tidak habis pikir apa yang lelaki itu pikirkan hingga mengajaknya bertemu di tengah lapangan.

"Reka!"

Tidak disangka, Aldi yang sedari tadi menunggu di tengah lapangan meneriakkan nama Reka dengan keras. Seluruh siswa yang dari tadi memperhatikan Aldi balik memperhatikan Reka sekarang. Aldi dengan senyum penuh percaya dirinya melambaikan tangan pada Reka, memberi isyarat agar gadis itu menghampirinya ke tengah lapangan.

Sialan. Kutuk Reka dalam hati.

Setelah satu sekolah memperhatikannya dia tidak bisa pura-pura tidak tahu bahwa Aldi menunggunya dan ia tidak punya pilihan lain selain meladeni lelaki alay yang kurang kerjaan tersebut. Reka tahu apa tujuan dari Aldi memintanya untuk ke tengah lapangan seperti ini. Apalagi kalau bukan untuk menyatakan perasaan padanya?

Bukannya senang, hal ini membuat Reka kesal. Sebenarnya tanpa Muning harus repot-repot menceritakan siapa Aldi pada Reka, Reka juga sudah tahu siapa Aldi itu walau mungkin tidak detail. Mana mungkin orang yang memiliki mata dan telinga bisa tidak tahu lelaki paling populer di sekolah seperti Aldi. Hanya saja Reka ingin menghindar. Ia tidak ingin terlibat dengan hal merepotkan seperti terlibat dengan Aldi si lelaki narsis yang sok populer.

Dirinya memang adalah gadis paling cantik satu sekolah dan menjadi dambaan setiap siswa lelaki di sekolah ini. Namun, kepopuleran Aldi tidak bisa diragukan lagi. Aldi adalah gambaran cowok sempurna yang menjadikannya dambaan setiap gadis di sekolah. Bahkan karena kepopulerannya di media sosial, lelaki itu tentu memiliki lebih banyak fans dari Reka. Dan masalahnya adalah Reka yakin berhubungan dengan Aldi adalah masalah. Bayangkan berapa banyak hati yang patah jika Reka dan Aldi menjadi pasangan.

Selain itu Reka juga akan memupuskan harapan kosong ratusan lelaki dan ia tidak akan menjadi sepopuler dulu lagi. Selain itu gadis-gadis yang tidak menyukainya akan punya lebih banyak alasan untuk tidak menyukainya. Ditambah lagi paling tidak setengah dari fans pria itu tentu akan membenci dirinya.

"Ada apa?" tanya Reka begitu sampai ke tengah lapangan.

Begitu Reka berada di tengah lapangan, sekolah menjadi mendadak sepi. Para siswa seperti sepakat untuk diam seribu bahasa demi mendengar apa yang terjadi di lapangan.

Cowok gila. Rutuknya dalam hati.

Panas matahari saat itu terasa membakar kulit, Reka menggunakan tangannya untuk menghalau cahaya matahari yang mungkin akan membuat kulitnya kusam dan gelap.

Bukannya menjawab, Aldi berlutut di hadapan Reka. Melihat seorang lelaki berlutut di depannya, Reka langsung mundur dua langkah. Rok selututnya perlu ia lindungi dari lelaki gila macam Aldi.

Para siswa ribut kembali melihat adegan itu. Kini ketika Reka sadar apa yang terjadi, gadis itu mulai bingung dan mencari-cari di mana Muning berada untuk menenangkan diri. Ketika Reka melihat ke arah Muning, gadis itu terlihat sangat antusias dan sama sekali tidak khawatir dengan apa yang sedang terjadi pada Reka.

"Kamu mau jadi pacarku?" Aldi berteriak, sengaja agar seluruh sekolah mendengarnya. Meski setelah mengatakan hal tersebut, senyum percaya diri Aldi tidak juga hilang.

Sialan. Kenal juga belum.

Menerima pernyataan cinta Aldi adalah hal yang merepotkan. Namun, menolak lelaki itu juga bukan penyelesaian yang baik. Bukan saja akan melukai harga diri lelaki itu, melainkan juga akan melukai harga diri para fansnya. Dendam para fans adalah hal yang sangat berbahaya, Reka bahkan tidak berani memikirnnya.

"Kak, jangan kayak begini." Reka ikut jongkok. Lalu setelah memastikan roknya aman, Reka memegang lengan Aldi dan mencoba membuat lelaki itu berdiri lagi.

Aldi bergeming, ia tetap berlutut. Senyum percaya dirinya belum juga hilang dan lama-kelamaan terlihat menyebalkan.

"Kak, please." Pinta Reka lagi. Kali ini ia mencoba terlihat sungguh-sungguh.

Akhirnya Aldi berdiri. Namun, setelah berdiri lelaki itu merogoh sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak yang dilapisi bahan beludru berwarna hijau zamrud ia sodorkan kehadapan Reka.

"Aku butuh jawabanmu sekarang, biar seluruh siswa jadi saksinya." Setelah itu ia membuka kotak tersebut yang memperlihatkan sebuah kalung berwarna silver dengan liontin berbentuk tetesan air.

Perasaan Reka tambah tidak enak. Lelaki ini penuh dengan persiapan. Tidak mudah untuk menolaknya tapi Reka tidak akan sanggup juga tidak sudi untuk menerima. Apalagi senyum sok percaya diri di wajah lelaki itu sama sekali tidak hilang dari semenjak ia berdiri di tengah lapangan basket.

"Aku butuh waktu buat berpikir."

Reka memilih untuk mengulur waktu. Dalam situasi seperti ini akan sulit untuknya mengambil keputusan.

"Aku percaya dengan jawaban pertama adalah jawaban yang paling jujur." Kata Aldi. Lelaki itu menjawab dengan keras seperti sengaja membiarkan satu sekolah tahu. "Tolong jawab aku." Aldi tersenyum penuh percaya diri.

Reka berpikir. Satu, dua...

"Sorry kak." Katanya sebelum menghela napas cukup berat. "Aku nggak bisa."

Alis Aldi terangkat, bingung. Tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Menurut rencananya, setelah ini harusnya Reka menerima cintanya dengan senang hati lalu beberapa temannya yang sudah bersiap-siap akan datang membawa gitar dan bunga. Namun, apa yang baru didengarnya jauh dari apa yang ia rencanakan.

"Apa?" tanya Aldi. Nada keterkejutan dalam suaranya tidak bisa disembunyikan.

"Aku nggak bisa."

"Oh, tenang aja, kamu nggak perlu merasa terbebani karena ditembak sama cowok sekeren aku kok." Aldi masih belum percaya dengan apa yang dia dengar.

"Bukan begitu Kak, aku cuma nggak bisa nerima kakak." Kali ini Reka menjawab tegas.

Aldi sepertinya salah dengar. Tidak mungkin lelaki seperti dirinya ditolak. DITOLAK DI TENGAH LAPANGAN BASKET SAAT SEMUA SISWA MELIHAT.

"Ada cowok lain yang sudah lama aku suka." Reka mengeraskan suaranya agar siswa lain mendengarnya.

Baginya, itu jawaban paling aman. Kalau memang harus menolak lelaki itu, setidaknya ia harus memberikan jawaban yang tidak membuat fansnya terlalu tersinggung kan?

******

Beauty OutsideWhere stories live. Discover now