Never

152 25 15
                                    

(4)
–––––––––––––––––––––––––––––––––––––

"Haruskah menahannya pergi? Ketika kehadirannya sudah tidak lagi dibutuhkan? Pastikan kau tidak akan menyesal."
•••

—————
Pov 3
---

Kim Mingyu—pria itu tampak murka ketika tak menemukan istri pertama di rumah. Sohyun belum juga kembali setelah semalaman menghilang tanpa kabar. Bahkan usahanya yang sengaja bangun pada pagi buta serasa tidak berguna. Ini pertama kali, Sohyun terlihat marah hingga keluar rumah. Andai saja semalam Yoonhee tak mengeluh sakit, mungkin ia dapat mengejar Sohyun dan mengetahui ke mana perginya perempuan itu atau dapat mencegah Sohyun lari di tengah hujan lebat yang mengguyur. Namun, hingga detik ini berlangsung, tak ada tanda akan hadirnya wanita yang selalu tersenyum cerah di depannya saban pagi. Frustrasi menyerang, ketika pagi-pagi sekali ibu Sohyun menelepon dan menanyakan kabar anak perempuannya yang tak bisa dihubungi. Dan keadaan yang tak mengungtungkan, memaksa pria itu berbohong pada ibu mertuanya yang tinggal di Ansan.

Mengurut pelipis tak berhenti, isyarat betapa pening melanda Mingyu sekarang ini. Bahkan seabrek sarapan di meja makan belum mampu menarik minat. Pria itu memikirkan Sohyun, memikirkan apa dan bagaimana kondisi istri pertamanya itu di luaran sana.

"Lebih baik lupakan dia. Ibu yakin dia kabur bersama selingkuhannya. Lagipula apa yang bisa kamu harapkan darinya? Dia hanya beban untukmu. Baguslah dia sadar diri dan pergi dari sini."

Mingyu memutar kepalanya jengah, saat suara ibunya terdengar sampai ke rungunya. Di saat seperti ini, bukan kata semacam itu yang ia butuhkan. Sungguh bukan itu di kala hatinya dihinggap perasaan menyesal serta bersalah.

"Ini salahku, Bu. Aku sangat mengenal Sohyun... dia tidak seperti yang Ibu pikir," Mingyu berkata lirih. Wajahnya berubah masam, setiap mengingat pertengkaran hebat yang terjadi tadi malam. Menyulut emosinya hingga membuat istrinya pergi.

"Terserah apa katamu. Yang pasti ibu tidak akan sudi menerimanya sebagai menantu apabila dia kembali. Ingat! Sekarang kamu punya Yoonhee dan anak kalian. Mereka lebih berharga dari wanita tidak tahu diri itu. Kalau memang Sohyun wanita baik-baik, tidak seharusnya dia berduaan dengan pria lain di belakangmu. Bukannya pergi keluar tanpa izin darimu!"

Tak menghiraukan ucapan ibunya, Mingyu nyaris membanting piring, berdiri kasar keluar dari lingkup suasana panas di atas meja makan. Bahkan Yoonhee yang seharusnya merasa senang atas perginya Sohyun, harus gigit jari lantaran ia menjadi terabaikan. Aksi pura-pura sakitnya tak berhasil menjegal langkah Mingyu pagi ini.

Fiil sang anak tentu membuat Hyejoo berang. Kemudian wanita baya itu melirik wanita di sampingnya, meraih telapak tangan menantu keduanya sambil berkata, "tidak usah khawatir. Ibu akan membuat Yasa melupakan Sohyun secepatnya. Ibu janji."

"Ya. Itu harus, Bu," sahut Yoonhee.

"Segeralah makan. Ibu tak mau cucu ibu kelaparan di dalam sana."

Yoonhee kembali meraup makanan yang tersedia. Menyuap dengan takzim didampingi Hyejoo yang sepenuh hati menaruh perhatian lebih padanya.

Kepala Hayoung menggeleng tak percaya. Demi apa pun perilaku yang baru dilihatnya dari ibu majikan beserta menantunya itu menjadikan hatinya perih. Membayangkan, betapa malang nasib nyonya mudanya selama ini. Begitu banyak harapan dan doa, Hayoung ingin sang Nyonya lekas kembali atau paling tidak mendapat kehidupan yang lebih baik sekiranya kedua majikannya memutuskan berpisah.

A Love That Never Ends ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang