Aku suka berada di keramaian. Aku menyukai hiruk pikuk dalam duniaku. Aku juga menyukai segala hal yang menyenangkan.
Tapi sekarang aku mencoba keluar dari zona nyamanku. Melangkah sendirian di tengah keramaian. Kota lahir persidenku menjadi tempat pertamaku untuk berlibur sendiri. Solo, Jawa Tengah.
Tidak menakutkan ternyata karena aku juga menyukai kebebasan.
Di tengah perjalananku, ada yang membuatku tertarik untuk dihampiri. Seseorang nenek yang sedang berjualan di Angkringan. Mata kami bertemu, ia tersenyum padaku. Sangat hangat.
"Sendiri, Nduk?"
"Iya, Mbah."
Aku tersenyum. Memperhatikan dirinya yang begitu mahir membuar serabi. Senyumnya tidak pernah hilang, padahal aku melihat dirinya yang mulai lelah.
"Apapun yang berada di hidupmu. Apapun yang terjadi. Siapa yang datang dan siapa yang pergi duluan. Semua sudah diatur oleh Gusti Allah. Kita hanya perlu bersyukur dan tidak perlu menyesalinya."
Aku tertegun. Terdiam sejenak. Tenggorokanku terasa kering sekarang. Hampir saja menetaskan air mata melihat tanganku yang masih terdapat bekas luka akibat kecelakaan setahun lalu. "Kina sayang Mama."
"Mau coba serabi, Mbah? Ini serabi spesial, yang sedang sedih bisa langsung tertawa."
Aku tertawa mendengarnya. "Iya, boleh, Mbah."
"Solo ini indah loh, Nduk. Waktu masa muda dulu, Mbah suka berjelajah sendirian. Terus akhirnya bertemu jodoh, Mbah."
Beberapa kali aku tertawa mendengar cerita konyol dari beliau. Sederhana tetapi terlihat sangat menyenangkan. Aku berterimakasih pada Tuhan karena mempertemukanku dengan manusia yang sangat kuat menjalani hidupnya.
Aku ingin seperti dirinya. Suatu saat nanti, jika kami bertemu lagi. Aku akan menceritakan bagaimana hidupku setelah bertemu dengannya.
Terimakasih, Mbah.