Dulu, entah mengapa kata itu menjadi kata yang paling indah. Aku yang tengah duduk di ayunan tersenyum menatap rumah pohon yang berada tidak jauh dariku. Rumah itu menjadi saksi masa putih abu-abu aku dan mereka. Ayu, Tiani, dan Yura.
Terakhir kali aku datang kesini, saat kami mengadakan upacara perpisahan. Mengingat waktu itu, aku jadi merasa mereka berada disini sekarang. Aku benar-benar merindukan mereka.
"Aku kira kamu udah naik ke atas, Ann."
Aku tersenyum. "Aku kira kamu sudah membongkar rumah pohon ini."
"Kamu gila ya! Ini satu-satunya yang aku punya dari kalian."
Aku dan Ayu menaiki tangga satu persatu hingga sampai diatas. Punggungku sakit, sudah tidak muda lagi ternyata tidak enak, tapi aku kembali bersemangat melihat semua yang berada di rumah ini masih sama. Mungkin hanya beberapa yang berubah.
"Sepertinya kamu mengurus rumah kita dengan baik."
Ayu terkekeh. "Setiap hari aku datang kesini, berharap suatu saat nanti kita bisa berkumpul seperti dulu lagi."
"Apa mereka pernah datang?"
Raut wajahnya berubah, ia melihat setiap foto yang terpajang di dinding. "Terakhir tiga tahun yang lalu, saat Yura memberitahuku jika ia akan bertunangan. Ia hanya mampir sebentar lalu pulang."
"Tiani?"
Tidak ada jawaban darinya. Aku memeluk Ayu ketika air matanya mulai menetes. Aku tahu apa yang dirasakannya selama ini. Pasti sangat menyakitkan harus menanggung kenangan ini sendirian.
"Aku rindu kamu, Ann. Aku rindu semua. Kenapa mereka bisa melupakan kita? Kalau aku bisa pergi, mungkin aku sudah mencari tempat yang baru, tapi aku tidak bisa."
Tanpa terasa air mataku ikut menetes. Sesak rasanya.
"Siapa yang melupakan kamu hah? Kamu pikir aku sejahat itu?"
Suara itu. Aku mengenalinya. Aku dan Ayu saling bertatap, bergegas keluar dari rumah pohon.
"Tiani! Yura!"
Kami tersenyum bersama. Rasanya bahagia. Sangat bahagia.
"Aku tahu Anna akan pulang, jadi aku memberi tahu Yura."
"Aku merindukan kalian, apa tidak ingin berpelukan sekarang?"
Akhirnya waktu ini datang. Kami kembali pulang. Kembali bersama.