Duduk di sudut kedai kopi, membuatku leluasa menatap pemandangan yang indah di balik kaca. Mungkin sudah lebih dari setengah jam aku dan Kak Hana berdiam disini.
"Ran, mau sampai kapan?"
Aku membenarkan posisi duduk dan menatap ke arahnya. "Sebentar lagi, Kak."
Kak Hana menggeleng-gelengkan kepala. Ia menatapku dengan tatapan serius. "Mau sampai kapan kamu diam-diam mencintai sahabat kamu sendiri?"
Aku termenung. Pertanyaan itu seperti membuat jantungku berhenti mendadak. Aku hanya bisa menggelengkan kepala.
Iya, aku mencintai sahabatku sendiri. Aku mencintai Arkan. Entah sejak kapan perasaan itu muncul, tapi aku yakin, aku tidak ingin kehilangan dirinya.
Aku tersenyum miris. "Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan? Bertahan atau lupakan."
"Mau bertahan atau melupakan, dua- duanya butuh keberanian. Lagipula, melupakan itu mustahil. Kenapa kamu nggak coba untuk tanya perasaan Arkan?"
Aku terdiam sejenak, memikirkan segalanya tentang Arkan. Arkan sempurna, Arkan dicintai oleh banyak perempuan, dan Arkan selalu bermain-main dengan perasaan mereka. Aku hanya tidak ingin menjadi salah satu dari mereka. Aku ingin Arkan mencintaiku dengan tulus.
Tiba-tiba saja ponselku bergetar. Arkan mengirim pesan padaku.
"Rania, makan bareng yuk! Aku traktir, pokoknya nggak ada penolakan."
Arkan, jangan buat aku bimbang. Aku hanya tidak ingin tersakiti oleh perasaanku sendiri.
"Karena mulai hari ini, aku dan Yasmine resmi pacaran."
Deg!
Kamu berhasil, Arkan. Kamu berhasil buat aku patah untuk kesekian kalinya.