Yang Tak Pernah Hilang

4 0 0
                                    

Aku tidak tahu harus berduka atau berterimakasih atas pandemi ini. Yang seharusnya semua hanya berkumpul di malam hari, kini dari pagi sampai ke pagi aku bisa melihat wajah-wajah mereka. Ayah, Bunda, dan Kak Tian.

Tapi....

Tapi, aku tidak ingin keluar dari zona nyamanku.

"Ara bantuin Bunda, kupas bawang! Daripada kamu di kamar terus."
"Ara, belajar nyapu yang bener!"
"Ara, bangun! udah siang, jangan sampai bunda siram kamu ya."

Begitulah yang terjadi sejak pagi hingga siang hari. Aku berdecak, berusaha membuka mataku yang masih berada di alam bawah sadar.

"Aya! Belum bangun kamu? Cepet bangun, makan!"

Aku menghela napas. Menggaruk kepala, frustasi dengan semua ini.

"Iya, Bunda."

Terdengar lagi suara dari Bunda yang mulai meninggi. Aku beranjak bangun dari kasur kesayangan dan keluar dari kamar.

"Eh, Nyonya udah bangun?" Ledek Kak Tian yang sedang bermain game di ruang tamu.

Aku yang masih mengantuk hanya bisa menatapnya malas, melangkahkan kaki mengambil gelas berisi susu coklat.

"Ara! Liat nih, Ola minum air cupangnya Kakak kamu."

"ARA, SELAMATKAN CUPANG GUE."

Astaga! Aku yang baru meneguk sekali, langsung berlari mengambil Ola. Kucing itu masih asik menjulurkan lidahnya ke dalam air yang tidak dikuras selama seminggu.

"Ya ampun, Ola! Gue kasih lu makanan mahal tiap hari, minum dari air gunung. Bisa-bisanya lu mau minum air kotor dari ikan murahan. Gatau apa perawatan lu mahal, kalau lu sakit gimana? Olasibolobolo Tupang."

"Dih! Enak aja lu. Mahal nih ikan cupang gue," sanggah Kak Tian yang sedang melihat keadaan ikan cupang satu-satunya.

"Besok juga mati!"

"Kucing lu juga besok mati minum racun dari cupang gue."

Aku kesal, kutendang saja kakinya sampai dia hampir terjatuh.

"Ayah! Ara nakal nih."

"Udah-udah jangan berantem! Bunda pusing, makan sini sekarang. SEMUANYA. Ayah, matiin dulu laptopnya! Makan siang semua, Bunda udah masak."

Beginilah keadaan keluargaku selama pandemi. Walaupun tidak seperti keluarga yang tentram dan damai. Pasti akan merindukan semua ini setelah pandemi selesai. Aku tidak ingin melewatkan kebersamaan ini. Tapi aku juga tidak ingin melewatkan waktu untuk tertidur pulas.

Coffee BreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang