Harapan

1 0 0
                                    

Aku tidak sabar menunggu hari ini. Senang sekali, melihat Ayah yang tampak bahagia. Senyumnya tidak hilang sejak tadi pagi.

Hingga akhirnya terdengar suara bel dari teras rumah, aku dan Kak Iyas bergegas menuju pintu.

"Bunda!"

aku langsung memeluknya dengan erat. Sudah satu bulan Bunda tidak datang dan akhirnya sekarang kita bertemu. Aku benar-benar merindukannya.

"Kangen, Bunda...."

Ingin rasanya memeluk Bunda lebih lama, tapi Ayah sudah memanggil untuk cepat masuk ke dalam.

Saat menuju ruang tamu. Mata mereka bertemu. Bunda tersenyum ke arah Ayah. "Mas, apa kabar?"

"Baik, Ras."

Sudah 3 tahun berlalu. Kita sudah lama tidak bersama lagi. Hanya di beberapa waktu saja Bunda datang menemui aku, Ayah, dan Kak Iyas. Tapi aku bersyukur, setidaknya kita tidak benar-benar pecah. Ayah dan Bunda memutuskan bercerai dengan baik-baik saat itu.

"Anak-anak, udah makan?"

"Belum, Bun. Kata Ayah, tunggu Bunda datang aja."

Ayah langsung menatapku tajam. Rasanya ingin tertawa sekarang, melihat pipi Ayah yang memerah.

"Sini! Bunda bawa makanan kesukaan kalian."

Kita kembali berkumpul di meja makan. Berbicara tentang hal-hal kecil yang berhubungan dengan sekolahku dan Kak Iyas. Sementara Ayah hanya diam, diam-diam mencuri pandang ke arah Bunda.

Aku bisa melihat dari wajahnya, Ayah masih mencintai Bunda. Begitupun dengan Bunda. Hanya saja, Bunda tidak memperlihatkan secara langsung.

"Ayah, jangan malu-malu! Kalau masih sayang bilang," celetuk Kak Iyas saat melihat Bunda sudah berjalan ke arah dapur.

"Kalian ngeselin ya hari ini. Awas ya, nanti Ayah balas!" ucapnya sambil mencubit pipiku dan Kak Iyas.

Ayah berjalan ke arah dapur, mengikuti Bunda dari belakang. Aku dan Kak Iyas tertawa puas.

Bahagiaku sederhana. Berharap semua bisa kembali seperti semula. Aku hanya merindukan keluarga kecilku yang hangat.

Coffee BreakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang