"Sayang... Gatra kenapa?"
Windy terkesiap kaget mendapati Surya—sang suami—sudah berada di dalam kamar putranya.
"Ah, kamu, Mas," sahut Windy dengan tangan yang mengusap dadanya untuk menetralkan kekagetannya barusan.
"Kamu melamun? Ada apa? Bajumu kenapa kotor sekali?" gurat khawatir nampak di wajah lelah Surya yang masih menenteng tas kantornya juga baju kantor yang masih melekat di tubuhnya.
"Gatra tadi collaps di kamar mandi," terang Windy.
Surya beralih mendekati putra kesayangannya. Tangannya bergerak lembut mengusap kening Gatra yang sedikit terasa hangat.
Tadi sebelum berbaring kembali ke kasurnya, Windy membantu putranya membersihkan diri terlebih dahulu dari bercak darah yang tercecer bahkan sampai mengotori baju miliknya, dan kini tersisa Windy yang terlihat berantakan.
"Hangat..." gumam Surya kala telapak tangannya bersentuhan langsung dengan kening Gatra. Windy mengangguk. Sebelum Surya, tadi Windy pun sudah mengecek suhu tubuh Gatra dan memang dalam pejam Gatra gelisah karena demam setelah serangan tadi.
"Kenapa kamu nggak telepon aku waktu Gatra collaps?"
"Aku takut ganggu kamu kerja, Mas."
"Anak kita lebih penting dari apapun," tegas Surya
Windy menundukkan wajahnya. Merasa bersalah. Surya bergerak mendekati sang istri yang tertunduk duduk di kursi kecil sisi ranjang Gatra. Surya duduk di tepian kasur Gatra menghadap ke arah istrinya. Sisi tangannya bergerak mengusap lembut bahu lemah sang istri.
"Lain kali jangan sembunyikan apapun dari aku, terlebih lagi menyangkut Gatra. Aku nggak mau merasakan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya."
Windy mengangkat pandangnya bertemu dengan milik sang suami. Pelupuk matanya terasa memanas menahan desakan air mata di balik iris coklat menawannya.
"Maafin aku, Mas."
"Baiklah. Sekarang kamu tolong ambilkan handuk serta air hangat untuk mengompres putra kita."
Windy mengangguk dan beranjak keluar dari kamar itu. Menyisakan Gatra juga Surya yang masih lekat menatap putranya yang tampak pucat.
×÷×÷×÷×÷
"David, jangan lupa makan, oke!"
"David sayang, jangan sampai telat ya makan siangnya."
"Jagoan papa jangan sampai lupa makan siang."
Rentetan pesan itu David terima dari ketiga keluarga terkasihnya. Meski remaja itu berdecak membaca satu persatu pesan dari orang yang berbeda itu, sejujurnya David bahagia.
Dia merasa diperhatikan meskipun jarang berkumpul bersama. Niana—kakak perempuannya yang sibuk dengan kuliahnya, Surya—papanya yang selalu sibuk dengan urusan kantor yang tak pernah usai, Windy—sang mama orang satu-satunya yang selalu ada kala David pulang dari sekolahnya.
YOU ARE READING
Same (End)
Teen FictionIni tentang remaja lelaki bernama Gatra, seorang penderita leukemia limfoblastik akut. Dia hanya tinggal berdua dengan sang ibu. Sampai suatu hari ada sebuah fakta yang terungkap, dan fakta itulah yang membuat Gatra dibenci seseorang. Great cover by...