Terhitung semenjak kejadian malam itu Gatra sudah tiga hari dirawat di rumah sakit. Kondisinya berangsur membaik dengan adanya Tania yang selalu menemaninya.
Sepulang sekolah Tania memang langsung pergi ke rumah sakit tanpa berniat mengganti pakaiannya terlebih dahulu.
Makan pun ia bawa ke rumah sakit walau tak sesekali Gatra menganggunya dengan meminta makanannya.
"Gue jadi pengen makan ketoprak lagi sama lo, Tan," celetuk Gatra yang masih asyik dengan buku catatan milik Tania yang sedang ia salin. Meski sedang sakit, Gatra tak mau meninggalkan mata pelajaran barang satupun.
Oleh karena itu, Tania lah yang Gatra percaya untuk menyalin semua penjelasan guru mata pelajaran hari dan menulisnya di buku untuk Gatra salin dan pahami.
Tania yang duduk di sofa tak jauh dari brankar Gatra pun menolehkan pandangannya dan menyahut perkataan Gatra langsung. "Nggak mau gue. Gara-gara waktu itu lo jadi diculik dan berakhir seperti ini."
"Posesif amat, Bu. Lagian bukan karena makan ketoprak sama lo kalik gue jadi berakhir di sini."
"Tapi tetap aja gue merasa bersalah, Pak."
"Udah deh. Nggak usah trauma gitu. Kan gue yang diculik. Lagian penculiknya tuh nggak ngapa-ngapain gue. Yang gebukin juga bukan penculiknya tapi preman sana dan dasar guenya aja yang lemah."
"Mulai, deh. Udah ah lo mending nulis aja nggak usah ngomong."
Tania melanjutkan aksi makannya. Sedangkan Gatra kembali fokus dengan tulisannya. Perlahan entah kenapa pandangan Gatra sedikit memburam.
Gatra menggelengkan kepalanya beberapa kali. Berharap dengan begitu pandangannya akan kembali. Tapi sayangnya tidak.
Sekarang gantian tangannya. Pena digenggamannya terlepas begitu saja. Tangannya kebas. Tak ada rasa lain selain lemas dan tak berdaya.
Refleks, Gatra memegangi tangan kanannya dengan sebelah tangannya yang masih normal. Kernyitan di dahinya tercetak. Ada apa dengan tangannya?
Gatra kebingungan. Pandangannya masih memburam. Dan tanpa berfikir lagi Gatra memanggil Tania.
"Tan ..."
Yang dipanggil mengangkat kepala. Bersitemu dengan mata Gatra yang melihatnya dengan kelopak mata menyipit.
"Kenapa?"
Tak ada jawaban. Gelagat Gatra menimbulkan kecurigaan Tania. Lalu gadis itu beranjak.
"Tan ... lo ... kok ... jadi dua gitu ..." kekehan terdengar dari bibir pucat Gatra. Entah apa yang lucu.
Tapi bagi Tania, ini tidaklah lucu. Gatra tampak menyipit kala melihatnya dan tangan kanannya juga terlihat terkulai lemas di genggam tangan kirinya.
Tania khawatir. Dia segera menghampiri Gatra dan duduk di bibir brankar.
"Burem, Tan." Adunya. Tania tahu. Tania paham. Tapi bingung harus berbuat apa.
YOU ARE READING
Same (End)
Teen FictionIni tentang remaja lelaki bernama Gatra, seorang penderita leukemia limfoblastik akut. Dia hanya tinggal berdua dengan sang ibu. Sampai suatu hari ada sebuah fakta yang terungkap, dan fakta itulah yang membuat Gatra dibenci seseorang. Great cover by...