BAGIAN 7

1.6K 65 4
                                    

Dewi Selaksa Mawar benar-benar terkejut ketika tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti muncul di depannya. Dia melangkah ke belakang dua   tindak. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak bertolak pinggang. Matanya tajam menatap perempuan tua yang ditemuinya tengah menangis di Hutan Dandaka.
"Apa maksudmu mengikutiku?" tanya
Rangga datar.
"Mengapa Setan Arak tidak kau bunuh sekalian, hah?!" Dewi Selaksa Mawar malah balik bertanya.
"Untuk apa? Dia tidak bersalah, kenapa harus dibunuh?"
"Dia yang mencuri kitab pusaka Tapak Geni!" ketus suara Dewi Selaksa Mawar.
"Kau salah sangka. Dia tidak
mencuri kitab pusaka itu. Dia hanya kena fitnah! Setan Arak sama sekali tidak tahu tentang kitab Tapak Geni"
"Huh! Kau telah tertipu oleh sikap baik Setan Arak! Dia bersikap baik karena butuh tenagamu!"
Pendekar Rajawali Sakti itu mengerutkan keningnya. Dia masih belum mengerti kata-kata Dewi Selaksa Mawar. Otaknya kini berputar tujuh keliling memikirkan persoalan yang dihadapi betapa rumit. Penuh liku-liku.
"Dia itu punya dendam pribadi terhadap Tiga Setan Neraka, dan tidak mungkin menandingi mereka. Makanya dia mencuri kitab pusaka Tapak Geni untuk menandingi kesaktian Tiga Setan Neraka," ungkap Dewi Selaksa Mawar.
"Bisa kupercaya kata-katamu?" Rangga masih ragu-ragu.
"Bertahun-tahun aku mencari mereka berempat. Terus terang, aku sendiri belum tentu mampu menghadapi setan-setan itu. Aku merasa berdosa jika belum mendapatkan kitab pusaka Tapak Geni milik guruku. Sekarang aku mengharapkan bantuanmu, Pendekar Rajawali Sakti," Dewi Selaksa Mawar berkata terus terang.
"Di Hutan Dandaka kau tuduh Sanggamayit yang mencuri kitab itu. Dan sekarang beralih ke Setan Arak. Siapa sebenarnya yang mencuri kitab itu?"
"Satu di antara mereka berdua!" Rangga tersentak mendengar
jawaban yang tegas itu. Dewi Selaksa Mawar sendiri belum bisa memastikan, apalagi dirinya yang  baru beberapa hari saja terlibat masalah ini. Rangga benar-benar merasa seperti bola yang dilempar ke sana ke mari tanpa tujuan pasti.
Tujuan pertamanya adalah membebaskan penderitaan penduduk Desa Ganggang dari cengkeraman  dan kekejaman orang-orang Kerajaan Parakan. Tapi kini persoalannya semakin luas lagi setelah bertemu dengan Dewi Selaksa Mawar. Beberapa macam persoalan yang saling tumpang tindih mulai muncul yang menyangkut orang-orang yang itu-itu juga. Sungguh mati Rangga  tidak menyangka kalau harus terlibat dalam masalah pribadi orang-orang itu.
"Kapan kitab itu hilang?" tanya
Rangga setelah lama berpikir.
"Kira-kira dua puluh tahun yang lalu," jawab Dewi Selaksa Mawar.
"Dua puluh tahun bukan waktu yang sebentar untuk mempelajari satu kitab! Orang yang mencuri kitab itu, pasti telah menguasai betul isinya. Sedangkan orang-orang yang kau curigai tidak sedikit pun menggunakan ilmu Tapak Geni," Rangga mengungkapkan jalan pikirannya.
"Kau jangan melindungi mereka!" dengus Dewi Selaksa Mawar.
"Aku tidak bermaksud melindungi seorang pun. Dan lagi, aku tidak ada urusan dengan kitab Tapak Geni. Sedang aku mengejar Tiga Setan Neraka hanya untuk menghentikan kekejaman mereka, itu saja!" Rangga sedikit tersinggung. "Lantas, kenapa   kau berkata seperri itu?"
"Aku hanya melihat kenyataan.
Bagiku, menuduh seseorang tanpa bukti adalah dosa besar! Nah, sekarang coba buktikan tuduhanmu terhadap salah satu di antara mereka!"
"Ini!" Dewi Selaksa Mawar mengeluarkan sebuah ruyung perak dari lipatan bajunya.
"Ruyung perak...," gumam Rangga mengenali senjata rahasia yang jelas milik Sanggamayit.
"Aku menemukan ini tertancap di dada guruku," Dewi Selaksa Mawar menerangkan.
"Kau tahu pemilik senjata rahasia ini?" tanya Rangga berusaha meyakinkan diri.
"Sanggamayit."
"Kau yakin dia pencurinya?"
Dewi Selaksa Mawar hanya diam. Memang sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Senjata rahasia itu memang bisa merupakan bukti. Tapi tidak mustahil orang lain juga menggunakannya dengan maksud menghilangkan jejak. Sedangkah di Hutan Dandaka, Sanggamayit mengatakan kalau dirinya difitnah Setan Arak. Apakah memang benar si Setan Arak yang mencuri kitab Tapak Geni sekaligus membunuh guru Dewi Selaksa Mawar? Atau hanya akal bulus Sanggamayit saja?
Saat mereka terdiam dengan pikiran yang berkecamuk, mendadak terdengar jeritan nyaring. Suara senjata beradu pun terdengar beberapa kali. Rangga terlonjak ketika telah memastikan arah suara pertarungan itu. Tanpa menghiraukan perempuan tua di depannya, secepat kilat dia melompat menuju arah suara pertarungan.
"Huh! Ada-ada saja!" dengus Dewi
Selaksa Mawar.
Sambil bersungut-sungut kesal, perempuan itu berlari sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya mengikuti Rangga. Gerakannya cepat dan ringan. Dalam sekejap telah jauh dari tempat ini.

4. Pendekar Rajawali Sakti : Kitab Tapak GeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang