Mendadak sebuah bayangan putih berkelebat cepat ke arah para prajurit. Begitu cepat bayangan itu, membuat para prajurit hanya dapat tertegun. Hanya sekedipan mata saja, tahu-tahu sembilan orang prajurit itu sudah tidak lagi memegang senjata.
Crab, crab....
Pedang-pedang itu tiba-tiba melayang dan menancap berjajar rapi di tanah. Parang Kati benar-benar terkesiap bingung. Matanya segera mendapatkan seorang laki-laki muda mengenakan baju rompi. Gagang pedang berbentuk kepala burung menyembul dari balik punggungnya. Dia berdiri tegak di atas dua batang pedang yang menancap di tanah.
"Oh...," Ratih mendesah ketika mengenali pemuda itu.
Memang, pemuda itu ternyata adalah Rangga, alias Pendekar Rajawali Sakti. Ilmu peringan tubuhnya tidak disangsikan lagi sehingga dapat berdiri tegak di atas pedang yang menancap di tanah tanpa sedikit pun goyah.
Tanpa sadar Ratih tersenyum manis seorang diri. Kakinya bergerak mendekati ayahnya yang sejak tadi berdiri saja di depan tangga rumahnya. Di samping ayahnya Ratih berdiri, sambil matanya tidak lepas memandang Rangga. Dalam hati, diakui kehebatan ilmu meringankan tubuh pendekar muda ini.
"Jika kalian masih sayang dengan nyawa, tinggalkan desa ini segera!" tegas suara Rangga terdengar.
Parang Kati yang terkesiap dengan kehebatan Rangga, menjadi mengkeret nyalinya. Dengan cepat dia melompat ke punggung kudanya, diikuti sembilan orang prajurit Kerajaan Parakan. Tanpa berkata apa-apa lagi, sepuluh orang itu menggebah kuda mereka meninggalkan halaman rumah kepala desa.
Rangga melenting indah dari pedang yang masih tertancap itu, dan tepat berdiri di depan Ki Jagabaya dan putrinya. Pendekar Rajawali Sakti sedikit membungkukkan badannya memberi hormat, lalu berbalik hendak berlalu.
"Tunggu!" cegah Ratih buru-buru.
Rangga membalikkan tubuhnya lagi
"Siapa kau? Kenapa ikut campur urusanku?" tanya Ratih beruntun.
"Aku Rangga," sahut Rangga
memperkenalkan diri. "Maaf, kalau kau tersinggung terhadap kelancanganku. Aku hanya tidak dapat melihat kekejaman dan kecurangan. Apalagi pengeroyokan terhadap seorang gadis."
"Kau kira aku suka menerima
bantuanmu?" Ratih tersenyum sinis.
Rangga mengemyitkan alisnya. Tidak disangka, gadis cantik yang bertampang lemah lembut dapat juga berkata ketus. Pandangan Pendekar Rajawali Sakti beralih pada laki-laki tua yang berdiri agak ke belakang dari gadis cantik ini. Dalam sekali pandang saja, Rangga telah dapat menilai kalau laki-laki tua itu tidak kosong.
"Hm, rupanya dia tadi bersikap mengalah, mungkin ada pertimbangan lain," bisik hati Pendekar Rajawali Sakti.
Sedikit Rangga menganggukkan kepala, lalu berbalik lagi. Namun baru saja melangkah tiga tindak, laki-laki tua Kepala Desa Ganggang ini berseru mencegah.
"Hm, apa lagi?" agak segan juga
Rangga membalikkan tubuhnya.
"Maafkan putriku, anak muda. Mata tuaku mungkin masih belum dapat ditipu. Kalau tidak salah lihat, kau
yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti. Benar?" kata Ki Jagabaya seraya maju dua langkah.
Lagi-lagi Rangga mengernyitkan
alisnya. Dia agak terkejut dengan tebakan Ki Jagabaya yang tepat.
"Aku dapat mengenalimu dari gagang pedang yang kau sandang di punggung. Dan lebih yakin lagi, setelah kau mengeluarkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' tadi," ujar Ki Jagabaya membuyarkan keheranan Rangga. "Bagaimana bisa tahu kalau...," belum habis Rangga berkata, Ki Jagabaya menyelak.
"Nama besarmu yang membuat mata
tuaku terbuka."
Sementara Ratih yang mendengar percakapan itu, tidak berkedip menatap pemuda tampan di depannya. Dia memang sering mendengar sepak terjang Pendekar Rajawali Sakti. Sungguh tidak diduga sama sekali kalau masih muda dan tampan. Pantas dalam sekali gebrak saja, dengan mudah merebut pedang para prajurit yang berjumlah sembilan orang itu.
Wajah gadis itu seketika menyemburat merah dadu ketika tanpa sengaja matanya tertumbuk dengan mata Rangga. Cepat-cepat ditundukkan kepalanya. Entah kenapa, tiba-tiba saja Ratih merasakan detak jantungnya semakin keras. Dia benar-benar tidak
sanggup membalas tatapan mata Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Kalau kau tidak keberatan, singgahlah di gubukku barang sejenak," ajak Ki Jagabaya merendah.
Rangga tidak segera menjawab. Matanya malah menatap Ratih kembali. Puas menatap Ratih, segera dia memandang ke sekelilingnya. Tampak beberapa jendela rumah penduduk mulai terbuka. Dan kepala-kepala yang semula bersembunyi, kini telah bermunculan dari balik jendela. Seolah-olah ingin melihat wajah pendekar muda yang mampu mengusir para prajurit Kerajaan Parakan yang terkenal bengis.
Ratih mendekati ayahnya, kemudian berbisik-bisik. Kepala Ki Jagabaya terangguk-angguk, kemudian bibirnya yang tertutup kumis putih tebal tersenyum-senyum. Rangga mengemyitkan alisnya. Menyesal dia tidak mengerahkan ilmu 'Pembilah Suara' sehingga tidak dapat mendengar bisikan gadis itu.
Selesai berbisik pada ayahnya, gadis itu segera berbalik masuk ke dalam rumah. Rangga hanya memandangi tanpa dapat mengerti maksud bisik- bisik tadi. Ki Jagabaya menghampiri Pendekar Rajawali Sakti setelah tubuh Ratih lenyap ditelan rumah yang paling besar di Desa Ganggang ini.
"Putriku akan menyiapkan makanan. Katanya, dia ingin minta maaf atas keketusannya di sini dan di sungai tadi," kata Ki Jagabaya pelan dan lembut
Rangga tersenyum geli, Pikirnya, gadis ini manja juga! Pendekar Rajawali Sakti hanya mengangkat pundaknya sambil melangkah mengikuti Ki Jagabaya. Beberapa kali kepala pendekar ini menggeleng memikirkan sikap Ratih yang sulit diterka kemauannya.
"Ah...," Rangga mendesah panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
4. Pendekar Rajawali Sakti : Kitab Tapak Geni
AksiyonSerial ke 4. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.