Gunung, bukanlah semata-mata tempat dimana pepohonan, tumbuh-tumbuhan hidup. Ekosistem yang jauh lebih besar dari pada sekedar tempat para Fauna berhabitat.
Sebagian orang percaya, jika di sana merupakan tempat dimana kekuatan besar bersemayam. Kekuatan supranatural yang begitu kental begitu terasa ketika seseorang menginjakkan kaki disana. Bahkan tak sedikit dari golongan manusia melakukan kegiatan Spiritual demi mencapai sebuah tujuan duniawinya.
Jauh dari hiruk pikuk dunia, menjadikan tempat-tempat seperti lautan, hutan dan gunung adalah tempat yang cocok disebut akan ke-sakral-annya. Tempat dimana para penguasa tanah jawa dahulu menepikan diri dari makhluk yang diciptakan sang Agung untuk memimpin bangsa mereka, manusia.
°°
Dapat ku lihat jika matahari di ujung kulon, terlihat perlahan namun s ebenarnya begitu cepat turun. Aku kembali melirik arloji yang terikat di tangan kiriku ini, menunjukkan pukul 17.10.
Aku sejenak menghela nafas, melihat tanjakan panjang yang menanti di depan. Kesempatan istirahat di sumber mata air tadi ditutup dengan kepergian Gori yang ternyata memilih turun bersama para pendaki yang sempat kami akrabi tadi. Jamuan kopi sejenak memberi segumpal tenaga untuk kembali beraksi menaklukan medan.
Pos 3, Cemoro dowo. Telah berhasil jadi bagian purna untuk kami setujui demi menyelesaikan agenda. Kendala baru pasti segera muncul di sapuan tapak yang selanjutnya, tanjakan sukar melambai-lambai untuk di taklukkan.
Vegetasi yang cukup rapat ditambah dengan tempo tanjakan yang gila, serta sudut elevasi yang mencapai angka 40 derajat, cukup membuat otot-otot kaki bekerja ekstra. Akar demi akar yang menghalangi perjalanan, mampu di lalap habis.
Beberapa kali napas tersenggal memaksakan rombongan sesekali mengatur ritme-nya. Di tengah pemberhentian, sangat disayangkan 30 menit berjalan tak terasa bahwa cahaya semakin temaram. Headlamp, satu atribut yang kami tambahkan, satu usaha yang dilakukan jika saja mungkin hiking dilanjutkan pada gelap malam.
°°
"Auhh.." dapat ku lihat jika ada yang aneh ketika Senja hendak kembali berjalan.
"Kenapa ?" Semua pandangan tertuju pada Raka dan Senja yang sedang bergandengan, saling ulur.
"Kaki aku kayak kaku gitu, berat." Kami bertiga mengerubungi gadis itu.
"Coba lihat, kamu duduk ya.. Lurusin kaki kamu." cukup kesulitan bagi Raka untuk mengatur posisi gadisnya itu agar mudah ia periksa. Melihat medan yang tidak rata membuat gadis berjaket hijau itu kesulitan untuk meluruskan kakinya.
"Kaki kanan aku, rasanya panas."
"Ada yang masuk.." setelah ia raba bagian kaki kiri gadis itu, pelan Raka coba menjelaskan keadaan dari Senja.
"Apaan yang masuk, Ka ?" aku kurang mengerti apa yang di maksud kawanku itu.
"..ada.." Raka mengatakan itu dengan begitu lirih. Seperti sebuah kalimat yang sebenernya tak ingin diungkapkannya. Sorot matanya begitu ragu untuk lantang mengatakannya.
Oh.. Aku mulai mengerti apa yang dimaksud, aku teringat etika macam apa yang coba ia terapkan di tempat se-wingit ini.
Aku menghela nafas, mata yang sempat berbinar kembali meredup. Ada rasa iba yang tiba-tiba hadir ketika melihat apa yang Senja alami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hargo Dalem
HorrorCeritanya horror banget.. ..serius Cerita ini fiksi, nggak boong. . Update setiap malam bulan purnama.