Embun Pagi

761 34 51
                                    

"Allahu Akbar, Allahu Akbar.."

"..Allahu Akbar, Allahu Akbar.."

"..Asyhadu allaa illaaha illallaah.."

-

Hmm..

Riuh lafal demi lafal suci saling bersahutan, memberaikan sunyi yang menjangkau pada suatu titik jengah akan bumi yang telah terlalu lama bermimpi.

Di mulai dengan takbir, sebuah kalimat pengagungan-Nya yang akan merengkuh gendang telinga untuk yang kali pertama. Getarannya menerobos masuk untuk mengantarkan roh agar kembali pada raga.

Satu tarikan udara yang begitu dalam menerobos masuk ke kerongkongan bersamaan dengan kelopak yang membuka jalan bagi cahaya untuk sampai kepada kornea yang telah lama menunggu untuk terjamah.

Reflek, maka mulut akan menguap sebagai cara bagi tubuh untuk mengatakan bahwa sisa-sisa kantuk dan rasa lelah belum lenyap sepenuhnya.

Ruangan ini.. kamar ini.. sama seperti hari-hari sebelumnya, tempat dimana aku biasanya tinggal setelah kepulangan ku dari rumah sakit. Sama seperti yang lalu, hari dimana aku menghabiskan malam bersama kekasihku.

Kamar kos.

Tubuhku berangsur-angsur kembali pulih (meski tak sehebat seperti sebelumnya). Namun setidaknya aku bersyukur dengan bagaimana Sang Kuasa memberikan aku sebuah kesempatan, sekali lagi.

°°

Pagi.

Adalah waktu dari hari yang baru. Pembaruan dari awal yang berbeda, sangkala yang menghanguskan mimpi-mimpi dari pikiran yang sebelumnya terajut pada fase delta lalu melebur pada puncak tahap REM.

Beginikah rasanya ?

Raga yang terjaga pada suatu pagi, sarira yang menyimpan pengalaman pada lembar-lembar alam bawah sadar yang terekam setelah sebuah perjalanan.. mimpi panjang ?

Jiwa yang perlahan-lahan terjaga serta terbebas dari bunga tidur (alam mimpi), suatu dunia semu yang kadang merefleksikan suatu keinginanmu yang sangat, meski ada beberapa situasi yang mengharuskan asa (-kamu) untuk tak ter-indah-kan pada jagad analog.

°°

"..hayya 'alal-falaah.."

"..hayya 'alal-falaah.."

Banjar lafadz yang menjalar terngiang merdu tenggelam jauh menyapa kalbu. Tata laras yang di hantarkan udara menyambar telak peranan fungsi indera pengolah suara, rungu.

Lalu, melalui daun-nya firman demi firman ini masuk menuju rongga, tuba yang menghantarkan alunan sani yang menggetarkan hati serta jenjam-nya menabuh lembut gendang telinga dalam bahana sang penyeru yang terlantun merdu pada kedamaian fajar.

"..ash-shalaatu khairum minan-nauum."

Indah.

Seindah inikah ?

Gema yang membuat kepala terngiang lebih lama, bagaimana swara itu membuka hari melalui telinga, lewat daunnya seruan ini berlari membangunkan raga sekaligus jiwa, tak luput fungsi otak yang sebagaimana mestinya dan setelah sang bahana telah tiba pada kedalaman hati maka yang terasa hanya nurani yang tersadar akan kekosongan diri..

Hargo DalemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang