eps.1

44 1 0
                                    

Seseorang mengetuk pintu ruangannya dan masuk. Elsa tau orang ini dan tau ia tidak akan  menyukainya, sebab ia bahkan tak berpaling kearah orang itu.

Tapi, ia hanya bergeming ketika pria itu menempati kursi di depannya. Bukan sebab pria ini tak bisa di tolak karena menarik, tapi, lebih tepatnya karena pria ini 'sinting'. Dan ia tak mau mencari masalah dengan orang 'jenis ini'. Maka dibiarkannya saja. Selama masih dalam batas wajar. Menariknya ia bahkan tak tahu batas wajarnya itu.

Elsa bisa merasakan tatapan pria itu seakan menembus belakang matanya. Menjijikkan. Ia berusaha keras menjaga agar dirinya tak menunjukan raut wajah itu.

"El" panggilnya. Ia harus menahan diri untuk tidak bergidik ngeri. Ia benar-benar tidak suka namanya berada di ujung lidah pria itu. Rasanya seperti di telanjangi dan ia benci itu. Sangat. Percayalah.
"hmm" gumamnya.
"Sibuk?"
"Ya" singkatnya. Apa jawabannya sudah terdengar datar? Karena ia sangat ingin menimbulkan kesan itu.
"Gue ganggu yah?"
Sangat. Ku mohon lenyaplah. Ia menahan diri dari keinginan  mulutnya. Sebaliknya ia menjawab.
"Ada perlu apa?" Menggelikan!
"...Jutek banget"

Ucapan pria itu membuat ia mengalihkan pandangannya  keseberang meja. Menatapnya langsung tanpa ekspresi. Setelah semua pertahanan diri yang ia lakukan, bahkan pria sinting ini tak bisa membaca betapa baik dirinya sebab membiarkan orang itu masuk begitu saja.

Demi tuhan, tak ada yang lebih mengenal dirinya sendiri selain Ia sendiri. Tentu saja. Dan ya, benar ia jutek dan dingin. Ia bisa merasakan itu di belakang kepalanya sendiri. Berdenyut-denyut. Muak. Tidak suka.

Entah apa lagi yang bisa ia lakukan untuk mengenyahkan pengganggu ini.
"Wan, ada perlu apa?" Kembali ia mempertegas pertanyaannya. Kali ini masih menatap langsung orang itu.

Teknik mengintimidasi yang telah menolongnya selama ini. Dan lawan bicaranya pun menjadi kikuk, karena di tatap seperti itu ia justru mengalihkan pandangannya. Malu?

Sekarang ia mendapatkan seluruh perhatian wanita ini. Lalu apa?
"...Lu gak istrahat makan siang?" Ia berbasa basi.
Yang justru benar-benar terdengar basi di telinga wanita itu.
"Udah" Ia kembali fokus ke layar.
"Dimana?"
"Disini"
Hanya itu dan mereka diam. Elsa mengeksekusinya dengan baik.

Menurut Elsa pria ini adalah jenis 'tidak tau diri', tidak bisa membaca situasi dan terkesan berani. Ia selalu berusaha mendekatinya tapi justru membuat Elsa semakin ingin terus menjauhinya.

"Gue kemarin telfon, kok nggak diangkat?" Tuntutnya.
"Nggak dengar" jawabnya bohong. Ia dengar,dan tau siapa yang menelfon dan segaja mengabaikannya.
Ia menandai nomor pengganggu ini dengan nada dering yang berbeda, agar tak mengangkatnya. Dalam berbagai kesempatan lain ini bisa di bilang jenius. Tapi tidak.

"Oh. Gitu yah" katanya.

Irwan tau dan sadar bahwa Wanita ini sengaja tak mengangkatnya, siapa yang tahan mengabaikan lebih satu kali panggilan telefon berturut-turut? dan ternyata Elsa-lah orangnya.

Tapi butuh lebih dari pada itu untuk mengalihkan pikirannya dari sosok wanita ini. Ia terlalu memujanya. Yang menurut Elsa justru sampai pada titik berlebihan dan menakutkan.

Perhatian mereka terbagi saat Lisa sahabat Elsa masuk.
"Loh, wan, nggak makan siang?" Sapanya, sambil berjalan kearah mereka.
"Nanti aja" jawabnya ketus.

Ia kesal karena pertemuannya terganggu, kapan lagi ia bisa berbicara sebebas ini ke pada Elsa. Satu-satunya kesempatan adalah saat makan siang, itupun ia sangat jarang melihat Elsa sendirian seperti saat ini. Setelah itu habis sudah! Dan saat ini ada saja penganggu yang merusak segalanya.

"El, makasih yah udah mau ngobrol" Katanya kemudian berdiri dan berjalan keluar.

Elsa ragu bahwa tadi itu adalah obrolan. Sebab ia sama sekali tak menginginkannya. Dan memastikan pada dirinya sendiri bahwa aktifitas barusan adalah bentuk lain dari ketidak nyamanan psikis.

"Wah kalian ngobrol?" Ejeknya. Lisa menduduki kursi yang di tinggalkan pria itu.
"Ngayal" jawabnya ketus.
Lisa terkekeh dengan jawaban sahabatnya itu.
"Nggak makan siang?"
"Masih kenyang"
"Kenyang makan hati?"
"Enek"
Elsa mendengus dan masih begitu fokus pada layar komputernya. Ia memiliki banyak hal yang musti diselesaikan segera.
"Ngapain sih?, lu beneran sibuk atau cuman mau terlihat sibuk doang yah?"
"Beneran tau. Bos pengganti di jadwalkan besok udah tugas kesini. Jadi semuanya musti rampung segera"
"Sayang banget deh, si bos meninggal, ada info tentang yang ini nggak?"
"Nihil"
"Tapi gue denger sesuatu loh"
"Simpan dalam hati ajah"
"Ya elah, mana bisa."
"Pasti bisa"
Lisa menyerah. Niatnya untuk bergosip di tepis oleh sahabatnya.
"Apartemen yang di tempat lu, masih ada gak?" Tanya Elsa kemudian.
"Wah sayang, udah ada yang isi. Lu sih kebanyakan mikir jadinya nggak dapet"
"Gitu yah" Elsa bersikap melindungi diri dari emosinya tapi Lisa tau bahwa sahabatnya itu kecewa.
"Kalau mau gue bakalan minta suami gue nyariin buat lu, tapi kali ini harus benar-benar pindah"
Ia berfikir sejenak menghentikan aktifitasnya.
"Masih lama dong?".
"Yaah mau gimana lagi, Lu maunya yang dekat-dekat area kantor, susah tau"
Ia kembali mendengus pasrah...
"Parah banget yah?" Tanya Lisa penasaran.
"Udah basi tepatnya" Jawabnya datar.
Lisa hanya tersenyum kecut dan permisi keluar. Waktu istrahat telah berakhir.

***

Me And MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang