eps.9

6 0 0
                                    

Ini akhir pekan. Jadi Elsa memiliki banyak waktu luang untuk dihabiskan dengan bekerja dalam kamar. Ia meminta mboh untuk mengantarkan makan siang dan malamnya di kamar. Ia tak ada rencana keluar hari ini. Tidak sama sekali. Ia merasa terancam berada diluar. Peristiwa akhir-akhir ini membuatnya sangat kelelahan secara mental.

***
Ketukan pintu di kamarnya mengalihkan perhatiannya. Di tinggalkannya laptop dan di hampirinya pintu itu. Ia mengintip dari celahnya 'si mboh'...melirik jam di ponselnya, ini baru pukul 11 siang .
"Saya belum mau makan siang mboh!" Ia masih belum membuka pintunya.
"Ada tamu buat neng"
Siapa? Tiba-tiba saja ia membayangkan itu adalah Irwan. Orang itu sinting jadi mungkin saja dia akan nekat mendatanginya. Kali ini ia langsung membuka pintu.
"Bilang saya nggak ada" dengan berbisik
"Duh, neng saya udah terlanjur bilang, neng ada" Mboh ikut berbisik.
Sh*t...
"Dia bilang nggak namanya siapa?"
"Katanya nak Reno, neng"
Oh?.
"Itu tamunya Maya, bukan saya, panggil si Maya"
"Masnya bilang neng Elsa bukan Maya"
Ah sinting!
"Maya kemana sih?"
"Maya berangkat kerja neng"
Inikan weekend...
"Bibi ada nggak?"
"Hari ini arisan, neng"
Ia berpikir sejenak.
"Mboh nggak kemana-mana kan?"
"Loh, mboh kan tinggal disini, neng"
Benar juga.
"Maksud saya, nggak kepasar atau keluar rumah gitu?"
"Kalau neng mau, saya bisa tinggal"
Ok. Bagus
"Boleh. Suruh masnya tunggu saya 5 menit lagi"

***
Ditempat lain-
Maya sangat tidak sabaran dan itu membuatnya nekat mendatangi rumah pria itu. Kennan. Ia merasa telah diabaikan. Ia tak bisa menghubunginya. Dan percakapannya dengan Elsa semalam, membuatnya berfikir dengan tidak tenang. Ia tak ingin kehilangan kesempatan dengan pria itu. Jadi ia akan membuat kesempatan itu untuk mereka. Lihat saja nanti!.

Ia mendapatkan alamat itu dari teman kerjanya yang kebetulan mengetahui sesuatu. Ia ternyata dengan mudah bisa mengakses informasi keluarga pria itu dari internet, keluarga mereka sangat terpandang dan kaya raya, membuatnya semakin bersemangat untuk mendapatkannya.

Ia hanya menebak-nebak dan mencoba peruntungannya. Bisa saja Kennan bahkan telah memiliki alamat baru saat ini. Dari sana pula akhirnya ia tau bahwa Kennan adalah cucu pemilik dari perusahaan penerbitan dimana Elsa dan Reno bekerja, sekaligus menjadi pimpinan disana. Ia sangat geram karena Elsa tak memberitahunya. Ia merasa di bodohi.

Ia berkendara memasuki halaman luas dengan pengaturan pohon pelindung berjejer rapi disepanjang jalan masuknya. Beberapa meter kemudian, ia bisa melihat rumah besar itu di kejauhan. Tampak berdiri kokoh dan mewah. Ia bisa membayangkan bahwa ia dan ibunya akan tinggal disana. Memikirkannya saja sudah membuat nafasnya tak teratur. Harapannya melambung jauh.

Ia memarkirkan mobilnya dan turun menuju pintu depan. Ia berdiri disana dengan perasaan tak karuan. Ia mulai gelisah karena tak menelfon terlebih dahulu. Lantas mengingat bahwa pria itu tak dapat di hubungi. Merasa bahwa memiliki alasan kuat, dengan gerakan cepat ia meraih cermin dalam tasnya dan mulai memperbaiki riasaannya yang sebenarnya baik-baik saja.

Setelah membunyikan bell, ia dengan tidak sabar menunggu. Sesaat kemudian pintu itu terbuka dan seorang pelayan wanita menyambutnya dengan sopan sembari menanyakan keperluannya.

"Kennan ada?"
Pelayan wanita itu ragu-ragu sejenak. Melihat itu Maya tau bahwa majikannya sedang berada dirumah dan tak ingin di ganggu oleh siapapun.

Karena harga dirinya yang tinggi menolak untuk diusir oleh pelayan. Jadi, dengan sigap ia meraih kartu namanya lalu menyodorkannya pada wanita itu.
"Ini kartu nama saya. Bilang saya punya hal penting"
"Tapi..."
"Sstttt...saya bakalan tetap disini sampai dia keluar temuin saya, bilang itu juga"

Pelayan itu masih disana. Ia tak yakin harus melakukan apa. Ia sudah banyak mengalami hal ini. Tak terhitung dan ia selalu disalahkan sebab membiarkan hal itu terus terjadi. Dengan bijak iapun berkata.
"Saya tidak mau dapat masalah, jadi kartu ini akan saya sampaikan, tapi saya tidak bisa memastikan tuan menemui non, jadi kalau sudah lebih dari 10 menit dan belum ada tanda-tanda tuan muncul, harap nona mau pergi dengan damai".
Pelayan itupun kembali menutup pintu. Meninggalkan Maya dengan rasa percaya dirinya yang entah kenapa menyusut.
Ia merasa bahwa pelayan itu mencoba mengatakan bahwa sudah banyak wanita yang berkunjung, namun kemudian tidak bertemu siapapun.

***
Elsa turun lalu berhenti di tengah tangga dan diam-diam memperhatikan Reno. Pria itu sedang duduk namun gelisah dan tampak kacau. Ia mengelengkan kepalanya melihat penampilan pria itu. Ia juga melihat bahwa mboh telah melayaninya...

"Mboh, kopi susunya buatin yah"
"Iya neng" jawab mboh.
Reno langsung melihat kearahnya, ia terpaku melihat Elsa dengan pakaian Kaos dan celana selututnya, sangat kasual. Ia tak pernah melihat Elsa dari sisi yang itu sebelumnya. Atau ia yang terlalu di butakan oleh pesona Maya. Entahlah.

Elsa tau sedang di perhatikan tapi ia pura-pura tak tahu dan duduk mengambil posisi jauh dari pria itu dengan pose yang santai.

Pandangan mereka bertemu. Reno langsung mengalihkan pandangannya. Sedangkan Elsa tak perduli, menurutnya pria itu boleh saja memandangnya sesuka hati dan ia tidak akan terganggu. Entah kenapa pengalaman di pandangi 'penguntit' secara intens membuatnya merasa bahwa itu tak lagi spesial.

Kopinya datang dan mereka belum membuka percakapan. Elsa tahu, Reno hanya menjadikannya alasan untuk bertemu dengan Maya. Walaupun, ia sudah berkali-kali mengatakan agar tak dilibatkan, nyatanya kedua pasangan itu sangat keras kepala dan disana pula kecocokan mereka berasal.

"Maya nggak ada yah?"
"Loh tadikan udah tanya mboh"
Reno malu ketahuan, karena sebenarnya hal itu lah yang pertama kali ia tanyakan saat berkunjung. Ia hanya berniat basa basi. Dan Elsa justru membuat suasana diantara mereka semakin canggung.
"Lu nggak keluar?" percobaan kedua.
"Lu sendiri ngapain disini?" Telak.
"Maya keras kepala jadi gue kesini"<--True
"Sayang banget Mayanya nggak ada, jadi lu bisa pulang" (mengusir secara halus)
"Gue niat tungguin dia kok disini"
Keras kepala atau kenekatan tak berguna. Elsa membatin.
"Jadi kenapa juga gue harus disini?".
"Itu cuman alasan, gue khawatir tante ada. Tapi kata mboh beliau lagi keluar"
"Sukur buat lu"
Mereka kembali terdiam.

Mereka masih pada posisi itu ketika seseorang membunyikan bel. Elsa dan Reno saling memandang. Menebak siapa gerangan di masing-masing benaknya.

Mbok dengan sigap membuka pintu. Lalu kemudian suara pintu di tutup.
Baik Elsa dan Reno pandangan mereka tak lepas dari arah masuk ruang tamu.

Kemudian Maya muncul, Reno terlihat sangat senang, sedang Elsa terlihat kecewa, ia berharap yang datang adalah Bibinya. Ia langsung berpaling. Sebaliknya wajah Maya terlihat tidak suka. Ia bergantian memandang kearah Elsa dan Reno. Sesaat kemudian Kennan muncul di belakangnya. Ia sedang mengenggam ponselnya, sepertinya ia baru menerima panggilan.

Elsa yang melihat kedatangan pria itu. Tanpa sadar ia tersenyum kearahnya. Dalam hati ia merasa ini akan menjadi tontonan yang lebih baik.

Ia berpaling ke arah Reno yang terkejut dan masih belum pulih. Sepertinya ia masih berusaha keras memproses kejadian itu. Lalu, kemudian ia tampak terguncang tapi mencoba tenang.

Ia lalu menatap Elsa dengan pandangan dingin. Seakan-akan mengatakan 'kenapa tidak memberitahuku?'. Elsa yang melihat isyarat itu hanya menaikan bahunya tidak perduli. Bukan urusannya.

Maya terlihat panik dan tak tau harus berbuat apa. Ia memandang kepada sepupunya seakan minta tolong. Tapi Elsa bersikap seperti bajingan. Ia justru duduk dengan santainya, seolah menikmati keadaan itu.

***

Me And MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang