Meet Jeremy

123 1 0
                                    

Sejak itulah hingga dua tahun terakhir ini Rama menjadi pria yang selalu ada dalam hari-hariku. Dia yang jadi alarm di pagi hari. Ya, pagi-pagi sebelum berangkat kerja dia pasti mampir ke rumah untuk mengganggu tidurku. Maklumlah, dia adalah seorang manajer di sebuah perusahaan multinasional, sedangkan aku cuma karyawan biasa di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pendidikan. Jadi, pagi-pagi dia harus sudah sampai kantor, sedangkan aku, yaaaa agak sianglah.

Rama juga yang jadi reminder makan 3 kali sehari, karna aku sering lupa makan. Setiap ada Rama di rumah, aku jadi merasa seperti 'Putri yang di tukar'. Bagaimana tidak, ayah, ibu dan Abeel selalu saja di pihak Rama, ya, keluargaku tidak menyayangiku, huh.

Segala hal dan kegiatan hampir semuanya aku lalui bersama Rama. Hanya saja, sejak dipromosikan menjadi manajer 6 bulan belakangan ini, Rama jadi jarang bisa menghabiskan sedikit saja waktunya bersamaku. Dan mungkin demi mengikatku, Rama mengajakku bertunangan. Aku dan keluargaku menyambut baik niat Rama itu. Jadilah setahun setelah jadian, aku dan Rama bertunangan.

Malam ini, di ulang tahun kedua hari jadian kami, Rama masih sibuk dengan pekerjaannya, dan aku hanya bisa gondok sendiri di rumah. Jadi aku pikir lebih baik aku minum kopi di Coffee Princess langgananku. Aku suka suasana di sana yang asik, tidak terlalu ramai dan berisik, membuatku betah berlama-lama minum kopi dan menghadap laptopku.

Dan di sinilah aku sekarang, seorang diri di tempat ini, dengan sopir taksi online yang mengantarku.

"Mas, Cappuccinonya satu dong. Uummm sama Milky Bread boleh deh." Waiter itu mencatat pesananku.

"Ada lagi Mbak?"

"Umm, nggak deh. Itu aja dulu."

"Oke. Ditunggu sebentar ya Mbak." Dia berlalu. Entah mau disebut tidak variatif atau apa, tapi aku tidak pernah mencoba kopi jenis lain selain kopi hitam dan cappuccino. Bagiku tidak perlu neko-neko. Pada awalnya aku hanya suka kopi hitam, tapi sejak kenal Rama, aku jadi suka cappuccino. Tidak berapa lama, waiter itu mengantar pesananku.

"Mas-mas, hari ini nggak ada live music ya?" Dia tersenyum, ih, manis banget, sumpah.

"Ini kan Kamis Mbak, live music-nya kan Jumat."

"O iya, lupa, makasih ya Mas." Aku mengangguk.

Setelah beberapa kali ke sini, aku baru sadar waiter yang satu ini manis banget. Kayaknya waiter baru, karena aku baru beberapa kali melihat dia di sini. Kalau dilihat dari tampangnya sih, sudah pasti ini masuk klasifikasi berondong tampan. Enak dilihat. Aku berpikir, bagaimana caranya ya supaya bisa ngobrol lagi dengan waiter ini. Dan kenapa sampai sekarang aku tidak pernah melihat name tag-nya.

Aku menikmati cappuccinoku sambil sesekali mencuri pandang ke arah waiter itu. Dia bolak-balik melayani customer yang lain, dan aku? Aku hanya ingin melihat name tag-nya saja. Yes! Dia sibuk dengan customer sebelah mejaku, dan untungnya lagi, dia menghadap ke arahku. Gotcha! Namanya JEREMY!

Sukses mengetahui namanya, aku lumayan puas. Aku bukannya naksir ya, aku cuma penasaran pada anak manis itu. Dibanding waiter yang lain, Jeremy terlihat agak-agak mencolok. Kulitnya bersih, wajahnya manis banget, matanya agak sipit, rambutnya lurus dengan potongan pendek menggoda, dan kalau Jeremy tersenyum, aku yakin semua gadis yang melihatnya akan seketika meleleh.

Aku mengagumi Jeremy sampai tidak sadar cappuccino dalam gelasku udah tandas. Aku segera menuju kasir, membayar bill dan berniat segera pulang. Tapi ternyata...

Jeng...jeng...jeng...

Hujan.

Sial. Aku harus memanggil taksi atau minta dijemput Rama ya? Tapi bukannya Rama hari ini ada meeting (lagi)? Akhirnya aku menelefon Rama, dan benar saja, dia ada meeting. Ini baru jam sembilan, dan Rama baru selesai sekitar jam sepuluh, oke, aku tunggu saja. Aku duduk sendirian di luar coffee shop. Tiba-tiba...

"Nungguin orang Mbak?" seseorang menepuk bahuku dengan lembut.

Ha? Jeremy?

"Iya, kamu?"

"Aku mau pulang. Oya, aku Jeremy." Dia mengulurkan tangannya.

Kenapa tadi harus susah-susah cari tahu namanya ya?

"Sasa. Kamu baru ya di sini?"

"Iya, baru beberapa hari. Kok Mbak tau?"

"Aku lumayan sering ke sini, jadi tahu kalau ada wajah baru."

"Oh, aku kerja part time, siang kuliah."

"O masih kuliah?"

Masih kuliah? Berondong dong, sweet popcorn, hmm, yummy...

"Hehe, iya, keliatan tua ya? Udah tinggal wisuda aja kok, Mbak."

"Ah nggak kok, nggak nyangka aja."

Bukan keliatan tua Jeremy, tapi nggak nyangka aja kamu semuda itu, huhuhu...

Ternyata Jeremy adalah cowok yang sangat lucu dan pandai menghidupkan suasana. Pembawaannya asyik. Meski baru kenal, tapi udah banyak hal yang kami bicarakan. Dan setiap topiknya selalu jadi seru dengan lawan bicara seperti Jeremy. Dan sebaiknya saat seperti ini Rama tidak muncul.

"Umm, aku pesen taksi online dulu aja deh."

"Lho? Katanya nunggu orang."

"Iya, nunggu sopir taksi." Aku tersenyum menutupi kebohongan kecil tidak penting itu. Memangnya kenapa kalau Rama muncul? Toh, Jeremy juga bukan siapa-siapa, cuma seorang teman baru. Teman berondong baru lebih tepatnya.

"Mau bareng aku?" Jeremy menepuk-nepuk jog motornya.

HA???

"Umm, nggak ngerepotin?"

"Ya nggaklah, aku seneng malah."

"Seneng?"

"Iya, seneng bisa bantu orang."

Oh gitu...

Jadilah Jeremy mengantarku pulang sampai depan rumah. Sejenak dia memperhatikan rumahku, lalu berpamitan. Begitu Jeremy pergi, Abeel langsung menghampiriku yang masih berdiri di depan pintu gerbang.

"Hayooooooo, kakak dianter siapaaaaaaaaa?" aku jitak kepalanya.

"Dasar anak kecil, sukanya berprasangka buruk."

"Idih, siapa? Orang aku cuma nanya doang."

"Temen kakak, waiter di Coffee Princess."

"Kok kakak baru cerita?" aku dan Abeel berjalan masuk ke rumah.

"Waiter baru Bel, tadi kebetulan kak Rama nggak bisa jemput, dan kebetulan dia juga mau pulang, jadi bareng deh."

"Ooooh, tapi kayaknya lucu juga tuh Kak. Buat aku aja." Abeel mengerling genit.

"Ambiiiiiiiiiiil..." dan aku masuk ke kamar. Di dalam kamar, aku teringat kembali pada Jeremy. Susah sekali melupakan pesona pria muda itu, cara bicaranya, pola pikirnya, kelucuannya. Ah, sudahlah, untuk apa memikirkan Jeremy dan berjuta pesonanya itu? Toh, aku sudah menjadi milik Rama.

Sweet PopcornWhere stories live. Discover now