Maaf, Kurengkuhkan Luka.

96 0 0
                                    

Malam itu di sebuah kafe...

"Jer, aku nggak bisa meneruskan semua ini lagi."

"Tapi kenapa Sas?"

"Karena kita emang nggak ada komitmen apa-apa dari awal."

"Bukannya kamu yang nggak mau terikat sama aku? Kamu yang gak pengen ada status apa-apa antara kita."

"Iya, makanya, aku pikir semua ini nggak bisa diteruskan lagi."

"Tapi kenapa Sas?"

Karena ada Rama, Jer...

"Karena...." aku tak sanggup mengatakan itu.

"Karena apa?"

"Karena aku nggak bisa, aku lima tahun..."

"Lebih tua dari aku?"

Aku mengangguk lemas.

"Terus kenapa? Itu bukan masalah buatku. Aku mencintai kamu tanpa mikir perbedaan usia kita Sas."

"Tapi masalah buatku Jer, pemikiran kita seringkali bersimpangan. Cinta aja gak cukup Jer kalau kita selalu berdebat."

"Aku tahu aku terlalu kekanakan buat kamu. Tapi aku bisa belajar Sas, aku bisa berubah dan bisa ngerti pemikiran kamu."

"Udahlah Jer, lebih baik kita temenan biasa aja kayak dulu. Atau, kita tidak usah saling kenal lagi." Aku tidak berani menatap mata Jeremy.

"Jadi kamu anggap apa hubungan kita selama ini Sas?"

"Aku nggak tahu Jer..."

"Jadi kamu cuma mempermainkan aku aja Sas? Kamu anggap aku mainan kamu semata. Dan semua yang pernah kita lalui itu tidak penting buat kamu Sas?"

Aku menangis. Aku sudah menyakiti Jeremy. Dan aku hanya perempuan jahat di mata Jeremy sekarang.

"Aku nggak pernah mempermainkan kamu Jer..."

"Lalu kata-kata kamu barusan maksudnya apa?"

"Aku hanya nggak bisa meneruskan semua ini. Kita nggak akan pernah bisa bersama Jer..."

"Tapi kenapa?!"

"Aku sayang kamu, hanya saja, aku tidak bisa mencintai kamu Jer, hanya itu..."

Jeremy terdiam sesaat. Seperti ada rasa kesal di wajahnya. Aku tahu dia sangat kecewa setelah semua yang terjadi antara kami. Tapi memang diantara kami tidak pernah ada komitmen dan status apa-apa. Jadi hal ini mempermudah aku untuk mengakhiri semua ini. Dan Jeremy meninggalkanku dalam diamnya.

Aku tahu aku sudah melukainya.

Seandainya kamu tahu tentang keberadaan Rama, Jer.

Seandainya sejak awal aku tegaskan bahwa hatiku telah ada yang memiliki, meski aku sendiri ragu apakah Rama benar-benar memiliki hatiku seutuhnya, terlebih sejak Jeremy mengisi kesepianku. Seandainya sejak awal aku tidak membuka celah untuk Jeremy. Seandainya aku tidak pernah penasaran pada waiter baru bernama Jeremy itu. Rasanya semua rasa dalam hatiku terpecah-pecah.

Dalam hatiku berharap, besok ketika aku datang ke tempatnya bekerja, Jeremy akan menyapaku seperti saat kami belum terjebak dalam sebuah rasa ini. Meski tanpa kata yang terucap, tapi setidaknya rasa sayang yang aku rasakan pada Jeremy adalah nyata. Ya, cinta yang berawal dari pertemuan antara waiter dan customer. Jeremy, somehow, telah membuat hatiku terikat padanya. Jeremy yang lima tahun lebih muda dariku, telah membuatku jatuh cinta padanya. Cinta yang datang saat telah ada Rama di sisi lain hatiku. Dan sebuah cinta yang datang terlambat. Sekarang semua rasa ini rasanya udah tidak berguna lagi. Jeremy memilih mencoba melupakanku. Dia tak lagi menghubungiku atau membalas chat-ku, dia tak lagi mengajakku mengobrol saat aku datang ke tempatnya bekerja. Dia bersikap benar-benar sebagai pelanggan dan pelayan.

Aku tak bisa berhenti memikirkan Jeremy. Pria muda yang ternyata telah mempesonaku sejak pertama kali aku bertemu dengannya. Jeremy seperti sengaja diciptakan Tuhan untuk memberiku kebahagiaan. Seperti memberi kompensasi dari kesepianku yang selalu jauh dari Rama. Jeremy menyelipkan kebahagiaan di sela kesendirianku. Hanya saja, kebahagiaan itu hanya melintas sekejap saja di hatiku. Dia datang dalam ketidakmampuanku untuk menjadi miliknya.

Tinggal satu hal lagi yang harus aku lakukan...

Sweet PopcornWhere stories live. Discover now