Dan Bersemi

106 1 0
                                    


Aku masih sering berkunjung ke Coffee Princess saat tidak ada aktivitas di malam hari dan saat Rama sedang tidak bisa datang ke rumah. Dan saat-saat itu aku sering mengobrol berdua dengan Jeremy. Aku makin terpesona. Ya, aku makin terpesona meski aku dan dia hanya bisa bertemu saat di Coffee Shop tempat dia bekerja. Ya, mungkin aku sedang mencari kompensasi dari kesepian karena Rama menjadi begitu sibuk.

1 pesan dari 1 percakapan.

Sweet Popcorn.

Hai Sa, lg sibuk?

Hmm, Sweet Popcorn itu adalah Jeremy, ya, dia berondong, dan dia manis. Segera saja aku balas chat-nya. Aku tidak mau dia menunggu terlalu lama.

Sweet Popcorn

Hi, ga sbuk ko, knp emg?

Sweet Popcorn

Kangen aj ma km. Udah 3 hr km ga keliatan di CS.

Jantungku berdebar saat dia mengatakan 'kangen' dalam chat-nya. Aku tidak tahu harus membalas bagaimana. Aku mikir agak lama untuk membalas chat itu.

Sweet Popcorn

Kangen?

Sweet Popcorn

Iya, ak kangen km.

Ah, ini gila, aku bisa gila. Kenapa Jeremy bisa tiba-tiba bilang kangen? Dan kenapa jantungku terus berdebar kencang? Aku merasakan hatiku sangat tak menentu, tapi bahagia. Apakah ini artinya hatiku sudah benar-benar terbagi? Rama dan Jeremy? Semudah ini? Kenapa bisa ada 2 pria berbeda di hatiku di saat yang sama? Jeremy, kenapa kamu harus muncul di saat-saat seperti ini? Kenapa saat aku telah bertunangan dengan Rama? Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepalaku, sampai terasa pening. Akhirnya tak kubalas chat itu.

Aku tidak mengerti sama sekali, kenapa bisa ada perasaan seperti ini. Aku jatuh cinta atau merasa aku jatuh cinta pada pria lain. Atau, hanya sekedar rasa kagum? Atau...hanya pelarian dari rasa kesepian? Entah apakah aku sudah mengkhianati cinta Rama padaku.

Beberapa kali 'ngopi' di tempat ini, mempertemukanku dengan Jeremy, salah satu waiter di sini. Dia pria yang cukup tampan, dia juga sopan, setidaknya itu kesan pertamaku padanya. Pada awalnya aku tidak merasa apa-apa, tapi semakin sering aku ke tempat ini, semakin sering pula terjalin komunikasi antara aku dan Jeremy. Dari pertemanan yang terjalin, aku tahu, dia pria yang benar-benar baik. Dilihat dari sisi manapun, Jeremy bukan tipe cowok kasar, atau aneh-aneh, cerdas lagi.

Contohnya..

"Kenapa Non, suntuk amat, lagi ada masalah ya?"

"Hei...nggak kenapa-kenapa kok, lagi agak bete aja. Kerjaan bikin pusing."

"Kerjaan apa sih? Boleh liat?" Dia agak melongok ke arah laptopku. Membaca sebentar, lalu dengan entengnya mengetik sesuatu. Aku menepuk dahi.

"Ya ampun, iya ya, kok nggak kepikiran kayak gini. Makasih banget ya." Reflek saja aku pegang tangannya, niatnya sih cuma karena reflek kegembiraan aja. Tapi waktu sama-sama sadar, kayaknya mukaku dan dia memerah, malu. Kami sempat sama-sama terdiam untuk sesaat, saling memandang dalam diam. Dan wajahku rasanya menghangat.

Begitulah, semakin hari, aku semakin tidak bisa tidak ke tempat dia bekerja. Aku addict dengan kehadirannya, dengan suaranya, kelucuannya, dengan ketenangan yang aku dapat ketika bersamanya. Bahkan ketika sedang bermasalah dengan Rama pun aku akan mencari Jeremy, meski tidak untuk menceritakan masalah dengan Rama, tapi bertemu dengannya saja sudah mampu membuat aku melupakan semua.

Malam ini aku kembali datang. Langit mendung.

"Malam Non, seperti biasa?" Dia menanyakan pesananku, sambil mengerling. Aku salah tingkah.

Entah kenapa, tapi dia selalu bisa membuatku tersenyum sendiri, salah tingkah. Aku duduk di sini sendiri, tanpa melakukan apa-apa, hanya memperhatikan dia yang sedang melayani pelanggan yang lain. Sampai shift dia berakhir, aku tetap di sini.

"Non, pulang nggak? Aku mau pulang nih, atau mau nunggu sini tutup?" Aku tergagap, kaget. Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, tiba-tiba gerimis.

"Kamu pernah ujan-ujanan?" Tanyanya.

"Pernah, tapi udah lama banget, itu juga udah sukses bikin aku sakit, jadi udah nggak pernah lagi."

"Ayo." Tiba-tiba dia menggandeng tanganku. Menarikku keluar. Kami berlari-lari kecil di bawah gerimis. Dia tetap menggenggam tanganku. Jantungku berdesir. Tidak pernah terpikir olehku, hujan-hujanan bisa membuatku sebahagia ini.

"Enak kan main ujan-ujanan gini?"

"Iya, aku suka." Dia terus menatap wajahku yang menengadah ke atas untuk menikmati titik- titik hujan yang menerpa wajahku. Aku mulai tersadar bahwa Jeremy sedang memperhatikan aku.

"Kenapa Jer?" Dia masih diam dan terus menatapku. Tanpa aku duga, tiba-tiba dengan seenaknya dia memeluk tubuhku. Tubuhku menegang dan bingung antara harus membalas pelukannya atau tidak.

"Kalau kamu mau, aku bersedia nemenin kamu ujan-ujanan kapanpun kamu mau, aku mau nemenin kamu liat langit, atau kalau kamu sekedar pengen duduk di sana dan minum kopi berdua."

Aku terdiam. Apa maksudnya? Dia tidak pernah menjelaskan lagi maksud ucapannya itu.

"Jeremy..." Tiba-tiba aku merasa mataku berair bahkan itu akan terlihat jelas meski sedang hujan. Aku tidak berusaha melepaskan pelukannya. Dan...akhirnya aku membalas pelukan itu. Dan aku merasa hari ini aku benar-benar jatuh cinta pada Jeremy sang Berondong Tampan dari Coffee Shop. Aku semakin tak mampu tak memikirkannya. Meski sampai malam berlalu dan pagi kembali menjemput mimipiku.

Setelah hari itu, dia tetap seperti biasanya. Dia tidak pernah mengatakan apapun tentang perasaannya padaku. Aku juga tidak pernah mengatakan apa-apa padanya, bahkan tentang keberadaan Rama. Dan Jeremy masih menggenggam erat kedua tanganku kala hujan datang. Dan aku menikmatinya...

"Kenapa ya Beel, kakak bisa ngerasa kayak gini?"

"Ngerasa apa, Kak?"

"Ya kayak gini, di saat kakak sudah bertunangan sama Rama, tiba-tiba aja muncul Jeremy yang bikin kakak ngerasa nyaman dan pengen selalu dekat sama dia"

"Ati-ati lho, Kak, jangan-jangan kakak jatuh cinta sama si Jeremy. Kalau aku perhatiin sih, kayaknya si Jeremy juga naksir tuh sama kakak."

Aku terdiam, dan berpikir, jangan-jangan selama ini aku memang sudah benar-benar jatuh cinta pada Jeremy. Tapi bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta pada pria lain di saat aku sudah terikat pertunangan dengan Rama, kekasih yang sudah beberapa tahun ini menjadi satu-satunya pria di hatiku. Tapi Jeremy memang dengan santainya merebut perhatianku. Dia dengan sikap apa adanya, dan selalu membuatku semangat saat aku kehilangan senyum.

Dan benar saja dugaan Abeel, Jeremy benar-benar mengatakan cinta padaku. Sore itu, di tempat dia bekerja.

"Sas, aku suka kamu." Aku kaget dan terdiam.

"Apa?"

"Iya, aku suka kamu."

"Kamu gila."

"Nggak Sas, aku bener-bener jatuh cinta sama kamu."

"Tapi itu nggak mungkin Jer."

"Kenapa nggak mungkin?"

"Aku ini lebih tua dari kamu, lima tahun Jer."

"Trus apa masalahnya. Aku nggak peduli itu. Aku cuma tahu aku sayang sama kamu. Dan aku ingin kamu jadi milikku Sas."

"Nggak Jer, itu nggak mungkin."

Aku sudah jadi milik orang lain Jer...

Aku pergi. Bagaimana mungkin aku bisa terima cinta Jeremy, sementara aku sudah jadi milik Rama. Hatiku sendiri bimbang. Aku menyukai Jeremy, tapi aku tidak berani memikirkan bahwa rasa suka itu sebenarnya adalah cinta. Jeremy membuatku benar-benar gila dan jatuh cinta...

Sweet PopcornWhere stories live. Discover now