"Cih." Nyinyiran ini seperti sengaja ditujukan padaku yang sedang berjalan keluar dari Paviliun Kebijaksanaan Abadi, tempat tinggal kakek Eira. Kakek tadi memintaku menemuinya setelah perdebatan panas di Paviliun Utama. Ia menjelaskan tentang hubungan Eiza dan Pangeran Mahkota, memintaku segera bergegas, lalu mengatakan bahwa Ia akan ikut aku ke Herta, ibu kota Aster.
Aku pun membalikkan badan dan melihat dua orang gadis berpakaian merah muda dan empat orang pelayan di belakang mereka. "Ya?" tanyaku.
"Kakak, di dunia ini memang banyak ya, gadis yang tidak tahu malu? Sudah kakeknya berkhianat, ibunya mati tidak jelas, sekarang dia mau masuk ke istana? Benar-benar kepercayaan diri yang patut ditulis dalam sejarah!" ujarnya dengan nada yang dilebih-lebihkan.
Aku hanya mengangkat satu alisku melihat pertunjukan ini.
"Sudahlah, Zhilan. Tidak sopan berbicara seperti itu pada Eira, bagaimanapun dia adalah kakakmu." Balas gadis satunya. Kalau aku tidak salah, dia adalah Nona Kedua, yaitu putri dari Nyonya Fana. Si boncel yang berdiri di sebelahnya ini entah Nona Kelima atau Ketujuh.
"Kakak? Aku tidak sudi. Kakak pun lebih tua dari dia tetapi dia sama sekali tidak menghormati Kakak, tuh." Katanya berapi-api, seperti berusaha menyulut emosiku, atau dia hanya ingin tunjuk diri? Apakah Eira sebelumnya sangat lemah dan pendiam sehingga ia terima saja diperlakukan seperti ini?
Nona Kedua yang aku tidak tahu namanya berdeham. "Sudah bertemu setiap hari, untuk apa bersikap terlalu formal. Hanya saja kau juga tidak boleh bersikap tidak sopan," Ia mencolek hidung Zhilan lalu tersenyum lembut. Kalau dilihat-lihat, perilakunya jauh berbeda dengan ibunya.
Zhilan lalu terkekeh senang, sedetik kemudian ekspresinya berubah ketika melihatku lagi. "Kau," ia maju satu langkah dengan telunjuk terarah padaku, "sebaiknya kau batalkan niatmu untuk pergi ke Herta, apalagi jadi Puteri Mahkota. Sadarlah dengan posisimu. Kak Feiya jelas lebih baik darimu!"
Qingyue bergerak sedikit di belakangku, seperti siap untuk mengkoreksi mulut nyinyir Zhilan, tapi aku menghentikannya. Aku tertawa kecil, menutup tawaku dengan telapak tangan kanan karena sepertinya manner tertawa di zaman ini adalah seperti itu. "Lucu," kataku lalu tertawa lagi, kali ini lebih mengejek. Mereka menatapku heran, mungkin tidak mengira bahwa Eira yang biasanya terima-terima saja direndahkan, kini menggigit balik.
"Qingyue, di kerajaan ini, apakah kau pernah mendengar anak selir menyuruh anak sah untuk sadar akan posisinya?" Kekehanku lebih agresif, aku mengeluarkan jurus Cheon Song-Yi dalam melakukan penghinaan. "Kakak dan adikku, kalian sadarlah akan posisi kalian."
Dengan kalimat itu, aku pun berjalan meninggalkan mereka, tidak lupa suara 'cih' yang halus untuk semakin mendidihkan darah Zhilan si boncel. Dalam hati aku puas dengan performa Eira hari ini. Dari senyuman kecil Qingyue di sampingku pun aku tahu dia merasakan hal yang sama.
***
Aku pun memasuki ruang baca Eira selagi Qingyue dan Mingyue membereskan barang-barang yang akan dibawa. Qingyue yang menyarankan agar aku membawa beberapa bahan bacaan, karena katanya Eira adalah orang yang sangat serius dalam belajar, sehingga akan aneh jika orang lain melihatku tidak membawa buku dalam perjalanan jauh.
Jariku menyusuri buku-buku yang pangkalnya dieratkan dengan tali-talian, bukan lem seperti jaman sekarang. Kertasnya pun kasar dan masih berwarna putih kekuning-kuningan, kalau di 2019 sih kertas ini hanya digunakan untuk menulis jurnal dan membuat scrapbook ala-ala. Buku-buku Eira kebanyakan tentang filosofi dan ekonomi rumah tangga, kutebak sih karena pendidikan perempuan masih dibatasi di masa ini.
Mataku berhenti pada buku yang kertasnya berwarna ungu pucat yang terselip diantara buku-buku akun di rak paling atas. Aku mengambilnya dengan hati-hati. Buku ini memiliki aroma yang sangat wangi, setiap kertasnya seperti diberikan parfum dan diwarnai dengan seksama. Didepannya hanya tertulis 'Eira' dengan abjad Aster kuno. Jangan tanya mengapa aku bisa memahami aksara Aster kuno.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Princess is A Little Weird
FantasySaat Firea terbangun, dirinya bukan lagi si social media strategist yang jenius mengolah konten untuk mendapatkan traffic yang tinggi--tetapi seorang calon Puteri Mahkota! Tanpa disangka, takdirnya bersinggungan dengan Putera Mahkota yang sejak lahi...