8. Buah Bibir

83 5 1
                                    

"Sebelum berpulang, Raja pun menjawab rasa penasaran mereka. Ia berkata, 'saat semua orang melihatnya sebagai kutukan, bagiku ia adalah anak yang aku nantikan. Seorang bayi tidak mungkin menjadi monster kalau ia tidak dididik demikian. Ceritakanlah kisah ini kepada seluruh orang tua yang kalian temui, niscaya negeri kita akan memiliki banyak ksatria yang hebat'."

*

Kaisar seperti terperangah. Ia yang sejak tadi tidak menghiraukan aku (sepertinya) merasa tersentil. Sebenarnya cerita ini adalah kisah yang pernah aku angkat sebagai postingan di media sosial saat Hari Anak Internasional. Menurutku ini cerita yang bagus karena memang seorang anak itu seperti kertas putih yang menghasilkan gambar sesuai dengan crayon yang diberikan orangtuanya.

Saat aku menghayal tadi malam, aku membayangkan betapa kesepiannya menjadi seseorang yang dianggap akan membawa petaka. Jika Putera Mahkota tumbuh sebagai seorang psikopat pun aku tidak akan menghakiminya. Tetapi ia malah tumbuh menjadi pria cerdas yang membawa banyak kemenangan untuk Aster sehingga mau tidak mau Kaisar harus menunjuknya menjadi Putera Mahkota, karena anaknya itu memiliki kualifikasi.

Aku membayangkan Putera Mahkota yang menginginkan validasi dari ayahnya, seperti semua anak di dunia ini. Karena itulah aku memutuskan untuk menceritakan kisah ini. Aku juga sudah memperhitungkan bahwa hanya Putera Mahkotalah yang bisa menjaga aku tetap hidup, jadi aku harus membuatnya percaya dan bersimpati padaku.

Selain itu, seumur hidupku di kehidupan sebelumnya sebagai Firea, tidak pernah sekalipun aku bertingkah aneh. Aku memang sering memicu perdebatan, tetapi tidak pernah sampai kepada tahap di mana orang menganggapku 'gila'. Kenapa? Karena aku jago bersilat lidah dan memutarbalikkan fakta. Sampai-sampai beberapa selebriti dan pejabat pernah memintaku menjadi anggota PR mereka.

Jadi salah satu tujuanku sekarang adalah bertingkah segila mungkin tetapi tetap terkalkulasi agar kepalaku tidak sampai menggelinding di tanah. Serem.

"Kurang ajar!" Ibu Suri melempar cangkir tehnya hingga hancur berantakan beberapa senti dari aku yang sedang berlutut. "Anak bangsawan rendahan berani-beraninya mengajari Kaisar!"

Ini lagi nenek satu. Aku menaruh tangan di lantai, disusul dengan kepala yang menunduk hingga menyentuh tangan itu. "Hamba mohon ampun. Ini hanyalah cerita yang hamba dengar dari pendongeng keliling, jika Kaisar dan Ibu Suri merasa tersinggung, hamba bersedia dihukum."

"Tentu saja kau harus dihukum!" suara Ibu Suri meninggi. "Bawa gadis ini dan cambuk dia seratus kali!"

Lah? Aku beneran dihukum? Aku pun melirik Kaisar yang diam saja, Pangeran seperti akan berdiri dan membantuku, tetapi Permaisuri sudah melakukan terlebih dahulu.

"Maaf, Ibu Suri, sepertinya seratus cambukan itu sangat berlebihan. Anak ini masih kecil, anggap saja ia tidak mengatakan apapun."

"Permaisuri, kau--"

"Sudahlah, Ibu." Kaisar pun akhirnya bersuara. "Kembali ke tempatmu."

Angin lega langsung mengaliri tubuhku begitu Kaisar memerintahkan hal tersebut. Aku pun memberi salam hormat dan berjalan pelan kembali ke kursiku. Tentunya dengan iring-iringan cibiran dan tatapan menghina dari semua partisipan pemilihan ini serta pelayan-pelayan mereka.

Aku tidak peduli. Toh, tujuanku untuk menyindir Kaisar sudah terpenuhi. Siapa yang berani melakukan hal itu selain aku?!

*

Tanpa di duga, aku yang sudah menyinggung keluarga Kaisar dengan cerita fiksiku, malah menjadi salah satu dari 22 orang yang lolos ke tahap berikutnya. Saat namaku disebut, banyak orang yang menarik napas dalam saking tidak percayanya. Termasuk aku yang kini sudah berada dalam ruangan yang lebih kecil untuk melaksanakan pemilihan berikutnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Princess is A Little WeirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang