"Apa? Kecelakaan?!"
Aira sedikit mengeraskan suara ketika ia mendapat kabar mengejutkan seperti itu. Sahabatnya, dikabarkan mengalami kecelakaan saat menuju sekolah. Hatinya sudah sangat kacau mendengar kabar tersebut. Ia yang semula berdiri, kini terduduk dengan perasaan tak tenang. Pikirannya sudah pergi kemana-mana.
"Bagaimana hal itu bisa terjadi?" Akhirnya ia bertanya pada seseorang yang telah mengabarkan hal itu. Aira cemas sekali. Ia mengkhawatirkan seseorang. "Ada kendaraan melaju cepat ke arahnya. Kurasa, rem kendaraan itu tidak berfungsi!" sahutnya. Rasanya Aira ingin menangis kencang. Mendengar penjelasan seperti itu, membuat hatinya semakin sesak. Ia tak bisa tenang sekarang.
"Jiwoo-ya, kita harus ke rumah sakit sekarang! Aku tidak bisa membiarkan dia sendiri di sana. Orang tuanya tak akan datang secepat itu, 'kan?" ajak Aira dengan nada luar biasa cemas. Kim Ji Woo, seseorang yang memberitahu kabar tersebut—sontak saja merasa terkejut.
"Aira-ya, kelas sebentar lagi akan dimulai. Kau yakin akan pergi sekarang?" Lelaki itu kembali bertanya. Ia tahu Aira sangat cemas. Karena, seseorang yang sedang terluka itu adalah sebagian dari yang terpenting bagi Aira.
"Aku sangat yakin. Tidak peduli dengan kelas saat ini. Aku hanya ingin menemaninya!" sahut gadis itu dengan raut muka bersedih. Ia menyentuh tangan Jiwoo dan berkata, "Jiwoo-ya, kumohon. Antarkan aku kesana, dan biarkan aku membolos hari ini saja!" Jiwoo tersentak mendengar kalimat permohonan yang terakhir.
"Aira-ya, kau tidak pernah membolos selama ini. Apa kata Ayahmu jika dia tahu kau membolos?!"
Jiwoo sebagai sahabat yang baik, dan tentunya tak ingin Aira mengambil langkah salah yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Jelas saja Jiwoo menolak ajakan untuk membolos. Aira bisa menjenguk dia setelah pulang sekolah nanti. Namun, gadis itu justru menangis walau tidak terisak. Terlihat dari air matanya yang turun tiba-tiba. Dia sangat cemas dengan keadaan seseorang di sana.
"Jiwoo-ya, kumohon. Ayahku tidak akan tahu."
Ya Tuhan, Jiwoo bingung. Aira sudah merengek macam anak kecil, apa lagi ia mulai menangis. Jika seperti ini, Jiwoo sulit untuk menolak. Berpikir sejenak, sampai akhirnya ia mengangguk perlahan. Aira bisa bernapas lega sekarang. Ia mengambil tas, dan pergi bersama Jiwoo tepat pada saat kelas dimulai. Beruntungnya, guru belum masuk. Jadi, mereka bisa lolos keluar sekolah dengan melewati jalan belakang.
Ketika guru masuk, ia menyadari dua muridnya tidak ada di bangku mereka. Kemudian ia bertanya, "Di mana Aira dan Jiwoo? Bukankah mereka masuk tadi?" Kepada seluruh murid, dan mereka menggeleng tak tahu. Walau mereka tahu kemana mereka pergi, tak penting juga memberitahu kepada guru.
=====
"Boy, sudah siapkan semua bukunya?"
Jeon Yumi, seraya menyiapkan bekal—ia bertanya pada putranya yang tengah menyiapkan alat sekolah. Laki-laki berusia sebelas tahun itu segera datang ke tempat sang Mama. Meletakkan tas di atas meja dan menjawab, "Sudah, Ma. Aku akan pergi setelah ini!" Yumi tersenyum senang mendengarnya.
Sementara itu, Jungkook turun dari kamar dengan setelan kerja seperti biasa. Duduk di kursi tengah, ia meneguk teh manis buatan sang istri. Melihat putranya tengah duduk sembari menikmati roti, Jungkook tiba-tiba tersenyum.
"Boy, ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah kau izin sakit dua hari. Bagaimana? Kau siap?" tanyanya. Lelaki bernama Jeon Hae Jung itu—tersenyum dan menjawab, "Ayah, ini bukan pertama kalinya aku masuk sekolah. Ayah tahu aku ini anak yang sangat supel, 'kan? Aku tidak akan merasa canggung nanti." Jungkook senang mendengar jawaban itu. Ia tersenyum dan mengacak surai Haejung dengan penuh kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aira's And Her Dad
Teen FictionJeon Ae Ra, putri dari Jeon Jung Kook. Anak gadis yang amat Jungkook jaga dari apa pun yang membuatnya tak suka. Sikap tegas dan posesif Jungkook, sukses membuat Aira lengah hingga harus menyerah terhadap dirinya sendiri. Lalu, bagaimana cara Jung...