08: Pengakuan Jimin

1.7K 173 66
                                    





Haejung mendatangi Aira yang tengah membaca sebuah buku di ruang tengah rumah mereka. Bocah laki-laki itu merasa bersalah karena membuat kakaknya dimarahi oleh sang Ayah. Maka, ia bertekad untuk meminta maaf lagi—meskipun kemarin ia telah meminta mana.

Aira itu, meskipun ia adalah seorang remaja—entah mengapa dirinya tetap terlihat kekanak-kanakan dan terkadang menyebalkan. Jika sudah dalam mode manja, dia bisa membuat siapapun kesal termasuk Mamanya sendiri. Bisa dikatakan, dia sangat dekat dengan Jungkook sehingga beberapa kali mereka terlihat bukan seperti pasangan Ayah dan anak. Mereka justru lebih terlihat seperti sepasangan adik-kakak.

Ditambah lagi dengan wajah Jungkook yang tetap terlihat muda bahkan di usianya yang hampir empat puluh tahun. Siapapun bisa salah paham terhadap mereka.

"Noona!" panggil Haejung yang langsung duduk di samping Aira. Gadis itu tak menggubris karena memang sejak kemarin dirinya begitu acuh kepada sang adik. Haejung tidak tinggal diam. Ia menyentuh tangan Aira, dan membuatnya merespon walaupun hanya sebuah lirikan.

"Noona, tolong jangan acuhkan aku. Maaf jika aku sering membuatmu dimarahi oleh Ayah. Yang kemarin itu, aku benar-benar tidak sengaja, " ungkapnya. Dengan mata polos dan ekspresi memohon, Aira justru dibuat geli oleh adiknya sendiri. Melepaskan tangannya dari sang adik, lantas Aira membuang muka lagi.

"Noona, ayolah … maafkan adikmu ini!"

Aira membuang napas kasar. Menoleh kepada adiknya, kemudian memukul kepalanya dengan pelan. Haejung menunduk, namun juga terlihat kesal karena Aira justru memukulnya.

"Dasar kau! Jika Noona bilang untuk berhati-hati, maka berhati-hatilah. Kau ini senang sekali melihatku dimarahi oleh Ayah. Atau jangan-jangan, kau sengaja melakukan ini, hah?!"

"Mana ada?! Aku bukan orang licik seperti itu, Noona!"

Aira berdecak. Bangkit dari duduknya dan menyilangkan kedua tangan di depan dada. "Ya, aku tahu. Tapi ini bukan yang pertama ataupun kedua. Kau tahu aku sangat lemah jika Ayah sudah marah padaku. Untung saja setelah itu Ayah bisa memaklumi dan mengerti kalau ini bukan salahku. Boy, kebiasaan yang Noona tidak suka darimu adalah—kau itu ceroboh, keras kepala dan tidak bisa memegang ucapanmu sendiri. Dan kau sadar yang akan disalahkan di sini adalah aku. Karena akhirnya kau terluka, dan Noona yang tidak tahu apa-apa, harus mendapat teguran dari Ayah. Sekarang, kau tahu apa kesalahanmu yang mampu membuatku mengabaikanmu?" jelas gadis itu panjang lebar.

"Aku tahu. Maka tolong maafkan aku. Janji, setelah ini aku akan memegang ucapanku sendiri!" Pria itu bangkit dan mengacungkan kelingkingnya untuk membuat perjanjian dengan Aira. Awalnya, Aira enggan untuk menerima itu. Namun, tidak mungkin juga ia tetap marah di saat Haejung sudah meminta maaf berkali-kali.

Membuang napas, Aira berbalik dan menyatukan jari kelingkingnya dengan Haejung. Membuat adiknya tersenyum begitu lebar dan penuh rasa gembira. Perlahan juga, Aira tersenyum dan merangkul adiknya dengan hangat. Rasanya, sungguh menyakitkan jika ia harus berseteru dengan adiknya sendiri.

"Sepertinya, ada yang baru saja berbaikan!"

Kedua anak itu menoleh ke belakang. Menemukan sang Mama yang tengah berdiri dengan senyum lebar memandang mereka. Aira tertawa kecil dan menghampiri Yumi. Merangkulnya, menyandarkan kepala di pundaknya, bertingkah manja seolah dia adalah putri kecil satu-satunya.

"Boy, lihatlah Noona-mu. Kenapa dia jadi manja sekali dengan Mama?" ujar Yumi mengajak bicara Haejung seraya terkekeh. Haejung ikut terkekeh lantas menghampiri mereka berdua dan ikut memeluk meskipun sejenak. Yumi merasa gemas dengan tingkah mereka. Terkesan tidak jelas, namun selalu membuatnya terkesan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aira's And Her DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang