04: Cemburu

2K 128 12
                                    




Aira pergi ke sekolah dengan diantar oleh paman Cho. Karena Jungkook tak mungkin membiarkan Aira pergi sendiri ataupun naik bus, karena itu bisa berbahaya.

Ingat dengan penculikan Aira beberapa tahun silam? Itulah alasan Jungkook melarang Aira untuk pergi sendiri.

Gadis itu masuk dengan perasaan seperti memikirkan sesuatu. Tentang semalam ia mendapati sebuah kotak, dengan isian tulisan salam untuk dirinya.

Bahkan, Aira terus memikirkan siapa dia yang telah mengirimkan kotak tersebut untuk Aira. Ia juga tak berani untuk mengatakan ini pada Jungkook. Aira yakin Ayahnya itu akan sangat khawatir, cemas dan langsung bertindak jika hal itu mencurigakan.

Tidak. Selama ini belum berlebihan, ia akan tetap diam. Jangan sampai Jungkook tahu, atau semuanya akan semakin rumit.

Di belakang Aira, terlihat Jimin baru saja datang. Wajah sumringah yang tak pernah absen itu, seakan menjadi semangat tersendiri untuk beberapa orang. Ia melihat Aira berjalan begitu pelan dan santai tidak seperti biasanya.

Jimin mempercepat langkah agar semakin dekat dengan Aira. Lelaki itu mengerutkan dahi; bingung. Kemudian tersenyum, dan menarik tangan Aira hingga membuatnya mundur—lalu ia sendiri berdiri di depannya.

Aira sangat terkejut. Ia yang semula melamun, tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Jimin yang langsung menarik tangannya untuk mundur.

Sialnya, lelaki itu justru tersenyum dengan menyamakan tingginya agar sama dengan Aira. Entah apa yang harus Aira rasakan, namun jantungnya benar-benar tak karuan sekarang.

"Kau mengejutkanku," kata Aira membuka suara. Jimin tersenyum, dan tetap pada posisinya. Ya Tuhan, pria itu sungguh tampan dan manis. Sekarang juga, mengapa ia melakukan tindakan seperti ini dan sengaja membuat jantung Aira berdetak tidak normal di luar sana.

Akhirnya, Jimin kembali pada posisi yang semula. Ia mengedikkan bahu seraya membuang napas, lalu memandang Aira lagi.

"Kenapa? Kau seperti memikirkan sesuatu!"

Memang benar. Jimin selalu peka dengan apa yang Aira rasakan, pikirkan dan inginkan. Aira mengembuskan napas. Ia berjalan dengan perasaan kembali tak tenang, karena Jimin memberikan pertanyaan seperti itu.

Diikuti oleh Jimin, sejujurnya ia bingung. Aira terlihat aneh sekarang, dan ia benar-benar penasaran.

"Ada orang asing mengirimkan sesuatu yang aneh untukku!"

Lelaki itu mengerutkan dahi. Masih belum paham dengan apa yang Aira katakan.

"Aku tidak tahu apa maksudnya. Tapi, dia menuliskan; 'Hallo, Aira!' tidak dengan tulisan tangan. Bukankah itu aneh?" sambungnya dengan menatap pada Jimin. Entah ia harus paham dengan ucapan Aira dengan memberi respon yang sama dengan gadis itu, atau justru acuh dan menganggap itu hanya ulah orang iseng.

"Berlebihan! Mungkin itu ulah iseng seseorang!" kata Jimin memberi pendapat. Aira menggeleng, ia yakin sekali ada niat di balik itu. Karena jika itu hanya iseng, lalu mengapa harus memakai kotak dan menulisnya bukan dengan tangan?

"Aku yakin sekali, ada seseorang yang berniat jahat. Aku takut, tapi aku tidak berani bicara pada Ayah!" kata Aira dengan tangan yang menyentuh lengan Jimin. Ia terlihat khawatir dan takut. Jimin tahu itu, namun baginya ini masih bisa dijalani dengan baik. Maksudnya, ini masih bisa diwaspadai karena baru saja terjadi.

"Aira-ya, tidak perlu cemas atau takut. Selagi ini tidak berlebihan, kau tidak perlu seperti ini. Maksudku, tenangkan dirimu dan jangan ceritakan dulu masalah ini pada siapapun—termasuk Ayahmu. Kau tahu, beliau pasti akan melakukan hal cepat jika kau memberitahunya. Cukup beritahu aku saja, dan jangan siapapun."

Aira's And Her DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang