[17+] [Slice of life, drama, romance] Ketika aku mulai bahagia dengan kehidupan baruku, ketika itulah semuanya direnggut oleh sahabat lamaku yang tiba-tiba muncul dan menghancurkan semua harapanku.
Aku senang kalau Raina adalah orang itu tapi aku...
Hari Ini ada pelajaran olahraga. Ya, sebelumnya aku sangat suka dengan basket. Bahkan Farren selalu mengajariku bagaimana caranya melempar bola ke dalam ring.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sungguh ironis, apa peristiwa itu akan terjadi lagi? Sudah lah, bukan saatnya aku melemah untuk meratapi nasib. Aku harus fokus dengan pelajaran.
"Za. Awas kalau lo ikutan main! Gue gak segan-segan bentak lo! Ngerti gak?" gertak Farren yang tiba-tiba menghampiriku.
"Gue gak mau lo sakit lagi Za. Apa kemarin itu belum cukup?"
Aku terdiam.
"Udah, gue gantiin lo aja jika tiba giliran lo" kata Farren sembari meninggalkan ku dan lanjut bergabung dengan teman-teman.
Ini sangat membosankan. Bahkan aku belum keluar keringat untuk sekedar pelajaran olahraga. Sungguh, aku tidak ingin terlihat lemah.
...
"Hei, lo gak ikut main Za?" kata seseorang yang tiba-tiba menepuk pundak ku dari belakang.
Aku yang sedari tadi duduk di bawah pohon dan memperhatikan manusia yang berebut bola, terkejut dengan hawa keberadaan ini.
"Raina, ngapain lo disini?" ucapku dengan sedikit terkejut.
"Ini, bawain bekalnya Farren Za 😁" kata Raina dengan menunjukkan sekotak bento yang mungkin kusus dimasak Raina sendiri untuk Farren.
Seperti kemarin mereka baru reuni, sekarang sudah seperti jadian saja.
"Kalau buat gue mana Rain?" ucap ku.
"Lo kan lebih jago masak daripada gue, terakhir kali lo makan masakan gue, lo muntahin Za 😂" kata Raina dengan sedikit mengenang masalalu.
"Wkwkwkwkwk. Jadi, sudah sedekat apa lo sama Farren?" tanya ku penasaran. Berharap dia segera menjawabnya tanpa menimbulkan penasaran.
"Lo mau tahu? Bentar ya"
Setelah beberapa detik, Raina memanggil Farren dari luar lapangan. Sontak Farren menoleh dan segera menuju ke tempat dimana aku dan Raina duduk-duduk bersantai.
"Eh, kenapa lo mimisan Za?" tanya Farren setelah berhenti berlarian menepi lapangan.
"Eh"
"Lo sakit Za" kata Raina seperti membenarkan.
Aku mengusapnya dengan tangan ku. Dan menutup mulut Raina yang ingin mengatakan apa yang ingin dia katakan.
"Apaan sih Za! Gue cuma mau bilang kalau penya.." belum selesai Raina bicara, sudah kututup lagi mulutnya.
"Pliss Rain, ini rahasia kita berdua. Siapapun gak ada yang boleh tau" bisik ku padanya.
"Kalian kenapa bisik-bisik?" tanya Farren yang heran dengan sikap kami berdua.
"Ini, Raina bawain lo bento Ren. Makan gih" kataku untuk mengalihkan pembicaraan.
"Za! Lo nanti harus bicara sama gue!" pekik Raina.
"Sebernarnya ada apa dengan kalian?" tanya Farren terheran-heran.
"Makan aja Ren. Itu dibawa Raina" tanpa ku sadari, darah itu keluar dari hidungku lagi.
"Tuh kan lo berdarah lagi Za." ucap Raina, mungkin dia merasa kasihan.
Sebelum ada kalimat yang keluar lagi. Aku segera pergi meninggalkan mereka berdua. Semoga saja, Raina bisa tutup mulut. Aku tidak ingin terlihat lemah dimata Farren dan tidak ingin merasa dikasihani oleh dia. Tidak sama sekali.