RUMIT

23 3 0
                                    

Sudah tiga hari Echa terus saja sibuk dikelas dengan buku matematikanya. Karena tiga hari yang lalu, pak Rudy memberikannya hukuman untuk mengerjakan 100 soal matematika yang harus dijawab dengan jawaban yang tepat dalam kurun waktu tiga hari.

Echa terus saja menguap, rasanya ingin menyerah karena hanya 10 soal saja yang berhasil terjawab, itu artinya masih ada 90 soal lagi dengan batas waktu jam pulang sekolah, tepatnya jam 4 sore.

Ia melirik jam yang berada dipergelangan tangannya.
Waktu terus saja berputar.

Echa lagi dan lagi menguap, kemudian mengacak rambut nya frustasi. Menjatuhkan kepalanya keatas tumpuan tangannya. Menyerah saja lah, batinnya.

"Nih" Seseorang berdiri disamping tempat duduk Echa, menyodorkan sebuah kertas.
Sedangkan Echa masih saja terus menunduk.

"Kalau seperti ini engga akan menyelesaikan masalah, nih lu ambil" Katanya lagi.

Echa mengangkat kedua wajahnya, pasalnya ia kira lelaki itu sedang berbicara dengan orang lain.

"Gue?" Tanya Echa heran dan dibalasnya hanya dengan anggukan.

Tanpa disangka, secara tiba tiba Echa tertawa keras bahkan amat keras sekali. Membuat seisi kelas menatap kearahnya.

"Lu? Ngasih ini ke gue? Mimpi apa lu? Lu tuh cuma anak bandel, yang suka masuk ruang guru buat dapet hukuman. Dan sekarang lu sok tahu banget tentang soal soal ini. Gausah ikut campur kalau lu sendiri aja belum becus ngatur hidup lu. Gausah sok jadi malaikat dimata gue dan temen temen gue. Cowok bisanya tebar pesona doang." Ucap Echa sarkas, dengan senyuman puas diwajahnya. Ia merasa senang karena sudah berhasil membuat lelaki itu malu, pasti. Entah kenapa, ada perasaan kesal yang Echa rasakan saat bertemu lelaki itu.

Namun, lelaki itu tetap saja santai dengan senyuman miringnya seolah ia biasa saja dengan apa yang sudah Echa ucapkan terhadap dirinya

"Udah? Kalau udah, kenalin, Gue Hanif Ardana, siswa yang udah bantu pak Rudy buat 100 soal yang ada ditangan lu itu. Dan yang ada ditangan gue ini, semua jawaban dari soal soal itu. Well, kayaknya lu gabutuh deh, jadi gue buang aja lah ya" Balasnya santai sambil mengangkat tangannya dan mulai merobek kertas itu menjadi potongan2 kecil.

Echa menatap kertas itu dengan perasaan menyesal. Seandainya saja, ucapannya yang tadi bisa ia pikirkan matang matang, mungkin sekarang ia sudah bisa mengerjakan tugas itu dengan tenang.

Hanif melangkahkan kakinya menuju kearah pintu kelas.
Tanpa pikir panjang, Echa berlari kearahnya dan meraih pergelangan tangannya.

"Kenapa lu mau bantu gue?" Tanya Echa lagi lagi heran.
"Ngga tega. Takut anak orang jadi gila, nanti gue yang disalahin." Jawabnya.
"Bantuin gue lagi yaaa?" Ucap Echa memohon.
"Yaa begitulah manusia. Baru sepersekian detik lu hina gue, sekarang lu mohon mohon sama gue, haha"
"Gue minta maaf. Maafin yaa?. Please, bantu gue ya?" Ucapnya kembali memohon.

Hanif menarik nafasnya. Kemudian matanya menatap kearah Echa.
"Ngga bisa. Gue ngga hafal jawaban itu, dan kalau mau dikerjain dari awalpun gue butuh waktu banyak." Balasnya kemudian berlalu.

"Kecuali satu, lu mohon mohon sama pak Rudy buat kasih waktu satu hari lagi, mungkin gue bisa bantu" sambungnya sambil berteriak.

Ini rumit. Meminta izin pak Rudy adalah ketidakpastian, namun jika tidak, maka ia tidak bisa mendapatkan jawaban itu.

🍁🍁🍁

Kalau suka silahkan divote kalau tidak suka silahkan dikomen.
Banyak cara yang bisa kamu lakukan untuk menghargai karya orang lain:)

Terimakasih❤️

@fatmatss_

I M A G I N ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang