BAGIAN 4

1.7K 60 0
                                    

Malam gelap yang dingin menyelimuti seluruh Lembah Bunga  Bangkai. Angin bertiup sedikit keras menyebarkan aroma tidak sedap. Sepanjang jalan di lembah ini selalu tercium bau seperti bangkai. Dan setiap setahun sekali di lembah ini selalu tumbuh sejenis bunga yang  menyebarkan bau busuk selama tujuh hari. Itulah sebabnya lembah ini dinamakan Lembah Bunga Bangkai. Tidak ada seorang pun yang bersedia tinggal di situ. Masuk ke daerah sekitar lembah ini pun enggan.
Ki Rangkuti berdiri tepat di  tengah-tengah batu besar menantang  sang dewi malam yang berada tepat di tengah-tengah atas kepala. Sudut   ekur matanya melirik Dewa Pedang   Emas dan Bayangan Malaikat yang  bersembunyi agak jauh dari tempatnya berdri.
"Hik hik hik,...! " tiba-tiba terdengar suara tawa mengikik, menggema ke seluruh dataran Lembah Bunga  Bangkai ini.
Ki Rangkuti memiringkan sedikit kepalanya, mencoba mencari arah  suara tawa tadi. Belum juga dapat menentukan arahnya, tiba-tiba berkelebat sebuah bayangan merah  keluar dari gerumbul semak belukar  di depan laki-laki tua itu.

"Nyi Rongkot... !!"
Ki Rangkuti terkejut begitu mengetahui siapa yang kini berdiri di depannya.
"Hik  hik hik,... kau masih ingat aku, Pendekar Jari Baja? Lama sekali kita  tidak pernah lagi bertemu."
Perempuan tua yang masih kelihatan garis-garis kecantikannya itu menyebut julukan Ki Rangkuti.
Memang pada masa mudanya dulu,  ketika malang-melintang dalam  rimba persilatan, Ki Rangkuti punya julukan Pendekar Jari Baja. Karena  dia punya satu jurus yang membuat  kesepuluh jari-jari tangannya sekuat baja. Tidak ada lawan yang mampu  menandingi jurus yang dinamakan  'Sepuluh Jari Baja' itu.
"Hm ... kau membawa kedua sahabatmu. Kenapa mereka bersembunyi seperti tikus? Undanglah mereka ke sini agar bisa jadi saksi pada malam ini" kata Nyi Rongkot setengah bergumam.

Dewa Pedang Emas dan Bayangan  Malaikat yang mendengar semua   kata-kata itu jadi terkejut juga. Tidak disangka sama sekali kalau Nyi Rongkot mengetahui kehadiran mereka di Lembah Bunga Bangkai ini,
Merasa kehadirannya sudah  diketahui, kedua orang itu keluar dari tempat persembunyiannya. Mereka melangkah menghampiri dan berhenti setelah jaraknya dengan Ki  Rangkuti sekitar tiga batang tombak  lagi. Nyi Rongkot mengikik kecil melihat kedua sahabat Ki Rangkuti sudah menampakkan diri.
"Apa maksudmu meminta aku datang  ke sini, Nyi Rongkot?" tanya Ki Rangkuti.
"Aku hanya meminta anakku,'' sahut Nyi Rongkot.
Ki Rangkuti mendengus keras mendengar jawaban yang memang sudah diduga sebelumnya ketika perempuan itu muncul. Sedangkan   Dewa Pedang Emas dan Bayangan  Malaikat terkejut sekali mendengarnya. Dia tidak tahu maksud kata-kata Nyi Rongkot barusan. Mereka memang sudah  mengetahui siapa perempuan berbaju serba merah ini.
Nyi Rongkot masih terhitung saudara  sepupu Ki Rangkuti. Dulu ketika sama-sama masih muda, mereka tidak pernah akur dalam setiap  langkah. Di samping itu, jalan hidup mereka berdua memang saling bertentangan. Ki Rangkuti dikenal sebagai Pendekar Jari Baja yang  berjalan lurus. Sedangkan Nyi Rongkot sampai sekarang masih malang-melintang dengan julukan Ular Betina. Itulah sebabnya kenapa  pada waktu puncak acara peresmian Padepokan Jatiwangi, Ki Rangkuti kelihatan tidak menyukai kehadiran  Nyi Rongkot.
"Dia bukan anakmu, Nyi Rongkot! Dia tidak pernah kenal siapa ibunya yang  sebenamya. Kau mencampakkan   begitu saja saat dia memerlukan   kasih sayang seorang ibu. Apakah  pantas kau meminta dan mengakuinya sebagai anak? Tidak! Sekar Telasih bukan anakmu! Dia anakku! Aku yang merawat da membesarkannya sejak masih bayi merah!" Ki Rangkuti membeberkan  semuanya dengan suara keras dan tegas.
"Aku hanya menitipkan Sekar Telasih  padamu. Bukan untuk mengakuinya  sebagai anak!" dengus Nyi Rongkot alias Ular Betina.
"Apapun namanya kau telah membuang anakmu sendiri. Darah  dagingmu!" sentak Ki Rangkuti gusar. "Rangkuti! Suka atau tidak, kau harus  mengembalikan anakku!" geram Nyi Rongkot.
"Tidak!"
Nyi Rongkot menggeram marah.    Matanya menyala-nyala menatap  tajam pula. Sementara dua orang yang  berdiri di belakang Ki Rangkuti  perlahan-lahan melangkah mundur  menjauh. Mereka tidak ingin ikut
campur dalam urusan yang bersifat pribadi ini.
Dewa Pedang Emas menggeser   kakinya mendekati Bayangan   Malaikat Sepasang bola matanya tetap  terarah pada Nyi Rongkot yang  berdiri tegak di depan Ki Rangkuti.  Beberapa saat lamanya suasana di Lembah Bunga Bangkai ini jadi sepi senyap.
"Kau mengetahui persoalan itu,  Bayangan Malaikat?" tanya Dewa Pedang Emas berbisik.
"Tidak. Aku sendiri agak terkejut juga  mendengarnya!" sahut Bayangan  Malaikat terus-terang.
"Tidak kusangka kalau Sekar Telasih  anak Ular Betina," Dewa Pedang  Emas setengah bergumam.
"Segalanya bisa terjadi dalam dunia  ini," sahut Bayangan Malaikat.
''Ya, dan kita tidak mungkin mencampurinya."
"Benar, sebaiknya kita hanya menjadi saksi saja." Dewa Pedang Emas dan  Bayangan Malaikat duduk di bawah  pohon yang besar dan  lrindang. Dua
pasang mata tetap tertuju ke depan   dengan telinga terpasang lebar  mendengarkan semua pembicaraan yang sudah menghangat.
Sementara ituNyi Rongkot menyumpah-nyumpah kesal karena   Ki Rangkuti masih tetap tidak ingin menyerahkan Sekar Telasih. Begitu marahnya ia sehingga seluruh otot-otot lengannya menegang  bersembulan. Wajahnya semakin   memerah-saga menahan kemarahan.  Sedangkan Ki Rangkuti yang mengenal persis watak saudara   sepupunya ini sudah bersiap-siap jika Nyi Rongkot main kekerasan.
"Aku beri kesempatan sekali lagi, Rangkuti! Pilih salah satu, serahkan   Sekar Telasih atau kau mati" kata Nyi Rongkot mengancam.
"Sekali aku bilang tidak, tetap tidak!"   sahut Ki Rangkuti tegas.
"Kau memilih mampus, Rangkuti!" geram Nyi Rongkot.
"ltu lebih baik berarti kau sengaja membiarkan Sekar Telasih jatuh ke  tangan Buto Dungkul!" sinis suara Ki Rangkuti
"Ha ha ha...!" Nyi Rongkot tertawa   terbahak-bahak mendengar perkataan Ki Rangkuti.
"Dasar, kakek tua jompo! Sudah pikun  masih sok jual laga. Apakah kau tidak ingat dengan surat pertamaku, heh?"

5. Pendekar Rajawali Sakti : Naga MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang