Brak! Keras sekali Rawusangkan menggebrak meja yang terbuat dari kayu jati tebal itu sehingga retak bagian tengahnya. Bagaspati dan Paralaya terdongak kaget. Berita kematian Wratama yang dibawa Bagaspati membuat merah padam muka Rawusangkan. Dua bola matanya menyala nyala membelalak ke luar seperti akan copot.
Dua orang gadis cantik yang sejak tadi duduk di sampingnya, segera minggat. Rawusangkan tajam menatap Bagaspati dan Paralaya. Kedua orang itu hanya tertunduk dengan gemetar memendam rasa takut. Mereka bisa memakluml kalau Rawusangkan begitu marah mendengar Wratama tewas, sebab dia adalah adik satu-satunya.
"Bagaimana kejadiannya sampai adikku tewas?" tanya Rawusangkan.
"Rara Inten yang tahu, Kakang," kata Bagaspati. Rawusangkan segera menatap seorang wanita cantik yang duduk di samping Paralaya. Wanita yang dilihat Rangga berada dalam kamar penginapan bersama Wratama itu malah tenang tenang saja. Bibirnya tersenyum merekah.
"Pendekar Rajawali Sakti yang membunuhnya," kata Rara Inten dengan suara halus lembut
"Katakan, apa yang kau ketahui?" desak Rawusangkan. Dia terkejut juga manakala Rara lnten menyebutkan orang yang membunuh adiknya.
"Aku hanya melihat Kakang Wratama sudah tewas, sementara Pendekar Rajawali Sakti berdiri di dekatnya. Hanya itu saja yang aku tahu," jawab Rara lnten.
Rawusangkan berdiri berjalan mondar-mandir. Tampak sekali kalau sedang gelisah karena Wratama bisa tewas di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Bukan itu saja. Rahasia Raja Dewa Angkara bakal terbongkar! Malah tidak mustahil akan gagal rencana yang dibangunnya selama sepuluh tahun ini.
Rawusangkan berhenti melangkah di depan jendela yang terbuka lebar. Angin malam langsung menerpa tubuhnya. Matanya tajam memandang lurus ke arah lereng Gunung Balakambang. Sepuluh tahun Rawusangkan meniupkan Raja Dewa Angkara sebagai suatu momok yang menakutkan bagi semua penduduk desa-desa di sekitar lereng Gunung Balakambang.
"Malam ini juga kalian harus ke Desa Pasir Batang. Hancurkan desa itu! Bunuh siapa saja yang berani melawan!" tegas suara Rawusangkan yang memerintah tanpa membalikkan badannya.
"Tapi, Kakang. Bukankah bulan purnama masih dua hari lagi? Tidak mungkin Desa Pasir Batang dihancurkan sebelum waktunya," Bagaspati mengingatkan.
Rawusangkan berbalik, matanya yang merah menyala memandang Bagaspati. Rahangnya terkatup rapat dengan gigi bergemeletuk menahan geram.
"Ini perintahku! Perintah Raja Dewa Angkara pantang ditentang!" keras suara Rawusangkan.
Bagaspati bungkam, tidak berani membantah lagi. Membantah perintah Rawusangkan alias Raja Dewa Angkara berarti maut Bagi Rawusangkan, mencabut nyawa tidak sesulit membalikkan telapak tangan. Begitu mudah, tanpa menghiraukan nyawa siapa yang akan dicabutnya.
"Tunggu apa lagi? Laksanakan perintahku, cepat!" bentak Rawusangkan.
Bagaspati menoleh pada Paralaya, lalu dua orang itu beranjak pergi. Rawusangkan memandang Rara lnten yang masih duduk di tempatnya. Dihampirinya wanita cantik yang masih menggairahkan ini.
"Kau pun harus segera berangkat, Rara lnten," kata Rawusangkan.
Rara lnten hanya tersenyum, lalu berdiri tapi tidak berlalu dari situ. Bibirnya bak delima merekah, terus menyunggingkan senyum penuh menggoda. Rara lnten memutari meja, dihampirinya Rawusangkan. Dengan kemanjaan dan daya pikarnya, digelayutkan tangannya di leher Rawusangkan. Bola matanya berputar-putar merayapi wajah tampak yang berada dekat dengan wajahnya. Sangat dekatnya, sehingga desah irama nafasnya menerpa hangat pada kulit wajah Rawusangkan.
Rawusangkan melepaskan pelukan Rara lnten pada lehernya lalu mundur dua tindak. Pandangan matanya tidak lagi setajam tadi. Kecantikan dan daya pikat Rara lnten membuat dingin hatinya. Kemarahannya berangsur- angsur surut.
Desahan keras terdengar ketika Rara lnten mulai melepas pakaiannya satu persatu. Mendadak Rawusangkan merasakan dadanya sesak. Tubuh indah yang kini polos tanpa selembar benang yang melekat membuat dadanya bergemuruh. Rara lnten melenggang gemulai menuju ke kamar yang pintunya terbuka sedikit. Tangannya mendorong pintu dan terus melangkah masuk. Dibiarkannya pintu terbuka lebar. Dengan gerakan lembut, dibaringkan tubuhnya yang polos di pembaringan. Kepalanya menoleh, memandang Rawusangkan yang masih berdiri memandangnya.
"Marilah, Kakang. Kita nimati malam ini berdua. Biarkan mereka bergelimang darah dan amarah," lembut suara Rara lnten terdengar.
Rawusangkan melangkah menuju kamar. Tangannya segera menutup pintu setelah kakinya melewati ambang pintu. Sebentar saja di dalam kamar hanya terdengar desah nafas disertai rintihan mengerang lirih dan mendirikan bulu roma.
KAMU SEDANG MEMBACA
6. Pendekar Rajawali Sakti : Prahara Gadis Tumbal
AksiSerial ke 6. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.