7. Bicara🍁

23 6 1
                                    

"Apa kabar Fandra?" Tiara dan Fandra sekarang berada di taman nan luas. Tempat biasa Fandra menyendiri untuk merangkai kata di cerita buatannya.

Terdapat sebuah kursi di taman ini. Dan sekarang mereka sedang duduk sambil menatap permainan golf dihadapannya walaupun berjarak beberapa meter. Tapi jelas terlihat dari sini.

"Baik." Jeda Fandra, "Bagaimana dengan kamu?" Tanya Fandra balik.

Tiara melipatkedua tangan diatas dada. Lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Menengadah sambil memejamkan mata.

"Seperti yang lo lihat." Jawabnya sekilas.

"Apa kamu bahagia Tiara?" Fandra menatap Tiara yang kini merubah posisi duduknya agar terlihat tegap setelah mendengar pertanyaan Fandra.

"Sangat bahagia!"

"Syukurlah." Fandra memilih memandang permainan golf tersebut.
Guratan tawa menghiasi wajah para remaja itu. Sesekali mereka bercanda dalam permainannya. Membuat Fandra teringat masa remajanya. Masa seharusnya menghabiskan waktu bersama teman, justru dia harus bekerja diusia tersebut.

" Lo sendiri- bahagia? Tanya Tiara.

Sejauh ini Fandra tidak pernah menyesal. Setidaknya dia bisa bersyukur bisa mengetahui orang tua kandungnya. Walaupun harus hidup serba kekurangan, berbanding terbalik ketika dia hidup bersama orang tua tirinya. Serba cukup. Bahkan bergelimang kasih sayang dari kedua orang tua dan kakaknya.

"Ya, aku sangat bahagia." Dngan senyuman Fandra membalasnya.

"Walaupun hidup lo udah berubah?" Sela Tiara.

"Iya. Setidaknya aku bisa bersama ibu seterusnya." Tiara menatap manik Fandra dan tidak ada kebohongan dijumpainya.

"Fandra gue mau minta satu hal sama lo. Gue cuma mau lo nggak muncul lagi dihadapan keluarga gue. Terutama Mama."

Jleb. Seketika perih di ulu hati Fandra mencuat. Permintaan Tiara adalah hal yang tidak mungkin bisa dilakukannya.

"Gue mohon." Sambungnya.

Rasanya Fandra ingin menangis seperti Tiara. Air mata bercucuran di pelupuk matanya. Sebegitu sakitnya kah dia? Hingga dia harus menangis memohon pada Fandra.

"Udah cukup 12 tahun gue Lo rebut. Sekarang gue cuma mau itu Fan. Dan gue juga nggak akan nemui Ibu." Fandra menatap Tiara tak percaya.

"Aku gak bisa janji, Ra. Kamu tau, walaupun aku bukan anak kandung Mama Risa, tapi kami juga punya ikatan batin Ra." Jelas Fandra berdiri dari duduknya.

"Asal kamu tau, Ibu Dilla selalu menyebut nama kamu. Padahal ada aku disampingnya. Cuman kamu yang dia mau. Satu lagi, aku nggak bakal ngelarang kamu buat temui Ibu. Karena itu adalah hak kamu." Setelah itu Fandra memilih pergi dengan menyeka air mata yang ditahannya namun akhirnya pertahanan itu runtuh tanpa dipinta.

"Nggak cuma lo Fan. Tapi gue juga ngerasin hal itu. Bahkan lebih dari itu. Andai kita tidak tertukar, mungkin semuanya nggak akan seperti ini. Tapi mungkin ini sudah menjadi suratan takdir kita." Tiara membalas ucapan Fandra yang telah menghilang.

----

Fandra memutuskan untuk kembali ke hotel. Berbicara dengan Tiara hanya membuat nya merasa sakit.

Tian yang baru memasuki pintu masuk hotel, melihat Fandra berjalan tergesa-gesa. Ya, Tian baru saja kembali setelah berdebat dengan ayahnya yang akan menikah kembali. Tian bukannya melarang, tapi diusia beliau yang tidak muda lagi apa masih belum cukup menikah 3×?

"Fandra kamu kenapa?" Tanyanya menarik lengan Fandra yang hendak melewatinya tanpa menyadari keberadaan Tian.

"Lepas pak!" Fandra berusaha melepaskan cengkraman Tian. Tapi Tian memegang bahu Fandra dan menatap mata redup itu. Ada sirat kesedihan dimatanya.

Endless LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang