Seminggu telah berlalu semenjak Fandra dirawat di rumah sakit ini. Tidak seorang pun mengetahui keadaannya kecuali Tian. Dan selama itu pula Tian lah menemaninya disetiap masa kemoterapi. Hari ini keadaan Fandra sudah hampir membaik. Fandra merasa bosan berbaring terus, ia meminta izin kepada dokter untuk jalan-jalan menghirup udara segar. Awalnya sang dokter melarangnya karena walaupun tubuhnya sudah lebih baik, tapi kondisinya masih belum benar-benar membaik. Sang dokter luluh dan mengizinkannya karena ucapan Fandra, "Kalau dokter ngelarang, Fandra nggak mau kemo lagi."
Karena tidak sabar untuk keluar menghirup udara segar, Fandra langsung beranjak dari duduknya hendak turun dari brangkar.
"Lho mau kemana?" Tanya sang dokter.
"Keluar dok."
"Jangan, kamu harus pakai kursi roda."
"Fandra masih bisa jalan, dok!" Kekehnya.
"Kondisi kamu belum pulih Fan!" Cegah dokter hingga suara pintu terbuka memunculkan Tian yang datang sambil mendorong kursi roda.
"Nah kursi rodanya udah dateng, kamu boleh jalan-jalan make kursi roda ini."
"Tapi dok," Fandra memunculkan wajah sedih tapi dokter tidak memperdulikannya.
"Atau nggak sama sekali!" Sang dokter yang sibuk mengganti infus Fandra terkekeh melihat wajah cemberut gadis itu. Bahkan ia memajukan bibirnya beberapa senti.
"Iya... Iya..."
"Gimana dok?" Tanya Tian melihat wajah Fandra bersungut-sungut.
"Keadaannya sudah membaik dibandingkan yang lalu. Kalau begitu saya pamit dulu." Dokter muda itu menepuk bahu Tian sebelum meninggalkan dua insan itu.
Tian tersenyum mengangguk. Berhari-hari di rumah sakit membuatnya mulai mengenal orang yang merawat Fandra. Dokter Aqsa salah satunya. Dokter khusus yang menangani perkembangan kemo Fandra. Hal itu membuat Tian harus berurusan dengan dokter yang terpaut usia dua tahun dengannya. Karena cuma beda dua tahun, membuat mereka mulai akrab.
Tian mengunci kursi roda yang akan dinaiki Fandra, "ayo!"
Fandra memandang Tian aneh. Membuat Tian menaikkan alisnya, "kenapa?"
"Kakak kok kayak udah deket gitu sama dokter Aqsa?"
"Deket gimana?" Tian tergelak dengan pertanyaan gadis berwajah pucat disampingnya.
"Ya gitu... Kalian kayak udah kenal— lama," mata Fandra menyipit hendak memastikan.
"Sok tau kamu. Udah ah jadi nggak jalan-jalannya?"
Wajah Fandra langsung berubah cerah, "Jadi dongg, ayo!"
----------------
"Fan, kapan kamu mau ngasih tahu semuanya sama keluarga mu?"
Fandra yang semula asyik melirik sekitar, kini memilih menunduk. Inilah pertanyaan yang dihindarinya. Sebab dirinya juga tidak tahu kapan ia bisa menjelaskan segalanya.
"Entahlah aku belum siap!" Jawab Fandra lirih.
"Bagaimanapun juga mereka berhak tahu keadaan mu, Fan. Kamu gabisa egois terus-menerus. Terutama pada ibu mu."
"Akan Fandra pikirkan!"
Pertanyaan Tian barusan sedikit menyentil Fandra. Bahwa tidak selamanya ia bisa menutupinya. Suatu hari pasti semuanya akan terbongkar. Dan Fandra telah siap menanggung konsekuensi itu.
"Fan aku mau nanya, boleh?" Fandra menoleh ke belakang menaikan alisnya heran. Aneh rasanya, karena Tian tidak pernah meminta izin sebelum bertanya. "Nanya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Love
General Fiction-CINTA TERLARANG- Ketika kamu bertemu dengan orang yang sudah bertahun-tahun kamu tunggu, apa yang kamu rasakan? Of Course, bahagia tentunya! Tapi semua tak seindah yang diharapkan. Dia kembali dengan kebahagiaan barunya. Dunia barunya. Janji yang p...