Karena Smartphone, Anak Milenial Jadi Anti Sosial?
Tak bisa dipungkiri, penggunaaan smartphone atau telepon canggih terus meningkat dari hari ke hari. Berdasarkan data survei dari Pew Research Center pada tahun 2018 yang dilakukan untuk mengetahui kepemilikan smartphone dan telepon seluler biasa, didapatkan bahwa Indonesia menduduki urutan ke-24 dari 27 negara dengan presentase kepemilikan smartphone sebanyak 42%. Jika dilihat dari kategori negara berkembang, Indonesia sendiri menduduki urutan keenam setelah Afrika Selatan, Brasil, Filipina, Meksiko dan Tunisia. Untuk pengguna muda (18-34 tahun), pemakaian smartphone meningkat dari 36% pada tahun 2015 menjadi 66% pada tahun 2018. Sedangkan untuk pengguna di atas 50 tahun, telah meningkat dari 2% pada tahun 2015 menjadi 13% pada tahun 2018.
Berdasarkan data survei tersebut, jelas terlihat bahwa sebagian besar pengguna smartphone di Indonesia adalah berasal dari kawula muda. Fungsi smartphone sendiri selain sebagai alat komunikasi, juga dapat digunakan sebagai sarana informasi dilihat dari kemampuannya dalam mengakses internet. Salah satu fungsi smartphone lainnya adalah sebagai sarana hiburan, lewat adanya game yang dapat diunduh oleh pengguna. Selain itu terdapat beberapa fitur yang selalu menarik perhatian para peminatnya, seperti kemampuan membidik kamera dengan baik, atau daya tahan smartphone yang memadai. Dan satu yang selalu menjadi alasan mengapa generasi sekarang begitu menyukai smartphone ialah lewat keberadaan media sosial yang bertujuan sebagai sarana dalam mengaktualisasi diri, membentuk komunitas online, menjalin hubungan pribadi maupun kelompok, serta keberadaan smartphone yang dianggap memiliki potensi yang tinggi untuk menjadi media pemasaran. Zaman sekarang lewat smartphone apapun dapat dilakukan dan segala yang sukar menjadi mudah didapat. Smartphone juga dapat memperpendek jarak dan membuat kita menjadi mudah berkomunikasi dengan kerabat atau keluarga kita yang tinggal jauh, daripada zaman dulu di mana berkomunikasi harus melalui surat.
Namun ternyata smartphone tidak hanya memiliki sisi yang baik, sebab keberadaan smartphone juga dapat membawa beberapa dampak signifikan yang dapat kita amati sendiri dalam kehidupan sosial. Smartphone mungkin dapat membuat kita seolah-olah merasa dekat dengan orang yang jauh, namun bagaimana dengan orang-orang sekitar kita? Seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang semakin cepat, cara berkomunikasi antar individu pun mengalami perubahan. Dari cara berkomunikasi yang awalnya harus bertatap muka dan secara lisan, malah terganti dengan julukan "apa-apa pakai smartphone saja." Jika kita ingin berkomunikasi dengan orang lain, kita tidak perlu harus bertatap muka dengan orang tersebut, melainkan kita bisa menggunakan smartphone kita masing-masing sebagai alat penyampaian pesan kepada teman atau lawan bicara kita. Selain itu, smartphone yang bentuknya praktis dan multifungsi dapat membuat hidup kita menjadi lebih mudah. Oleh karena itu, kita menjadi ketergantungan terhadap smartphone dan kehadirannya seakan menjadi kebutuhan pokok bagi kita sebagai masyarakat modern.
Dalam era ini dapat kita temukan atau mungkin sering kita temukan fenomena di mana seseorang memainkan smartphone-nya tanpa mempedulikan lingkungan sekitarnya. Fenomena tersebut dapat ditemukan di beberapa tempat, salah satunya seperti tempat makan. Sebelum pesanan yang dipesan datang biasanya beberapa orang, khususnya kawula muda lebih memilih untuk menyibukkan diri dengan 'ponsel cerdas' mereka, lalu setelah makanan datang mereka berubah menjadi super sibuk dengan menata makanan tersebut seelok mungkin, mempersiapkan smartphone mereka, mencari sudut yang pas juga pencahayaan yang baik, baru mereka mulai memoto makan tersebut untuk selanjutnya di-upload ke dalam media sosialnya masing-masing. Sadar ataupun tidak sadar, fenomena ini telah mewabah dan lama kelamaan akan menjelma menjadi ritual wajib bagi para generasi milenial.
Lalu, di kampus saat sedang berkumpul bersama teman-teman, pasti saja ada seseorang yang sibuk sendiri dengan smartphone-nya, entah bermain game, membaca novel atau hanya bermain sosial media. Di dalam kendaraan umum atau bahkan di sepanjang jalan sekalipun kita bisa melihat para remaja yang sibuk sendiri dengan smartphone-nya dan cenderung mengabaikan orang-orang disekitarnya.
Berapa tahun yang lalu, para psikolog sempat memperdebatkan tentang pengaruh menonton TV yang membuat interaksi seseorang dengan orang lain berkurang. Namun sekarang, jika dibandingkan dengan phubbing saat ini, menonton TV menjadi lebih ‘ringan’ karena ternyata phubbing menyita lebih banyak waktu daripada menonton TV. Dan lama kelamaan kemampuan kita dalam berkomunikasi tatap muka dengan orang lain akan berangsur menghilang jika kita tidak menggunakan smartphone secara bijak.Phubbing adalah sebuah istilah untuk tindakan acuh seseorang di dalam sebuah lingkungan, karena lebih fokus pada gadget dari pada membangun sebuah percakapan. Istilah ini mulai ramai diperdengarkan seiring dengan smartphone yang mudah didapatkan banyak orang. Dalam sebuah artikel menarik yang dimuat di Chinadaily.com, phubing dapat mengancam putusnya hubungan dalam keluarga, persahabatan, bahkan mampu mengancam terputusnya relasi antar orang sekitar. Perilaku phubbing yang mengabaikan dan tidak mempedulikan orang lain yang tengah bersama dengan kita akan mengancam ketidakpercayaan orang terhadap kita dan kadang bisa membuat seseorang menjadi salah persepsi terhadap kita. Namun tak bisa dipungkiri juga, phubbing ini telah merembes pada seluruh lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah, pejabat-pejabat tinggi, orang biasa, hingga pada anak SD sekalipun.
Ada beberapa dampak yang didapatkan dari phubbing ini. Beberapa di antaranya yaitu akan membuat kita menjadi antisosial karena kita hanya berfokus bermain smartphone yang kita punya tanpa bersosial di dunia nyata. Adapaun beberapa dampak lain, yaitu:
1. Menghancurkan hubungan pertemanan
Istilah yang sering digunakan beberapa orang adalah phubbing (phone snubbing). Beberapa remaja SMA yang berkumpul di kantin sekolah yang biasanya mengobrol dan bercanda, saat ini malah menggunakan jam istirahat mereka untuk menunduk ke layar smartphone daripada berinteraksi. Mungkin kita merasa ini bukan suatu masalah besar tetapi, bila dibiarkan terjadi terus menerus, kemampuan kita dalam berkomunikasi langsung (tatap muka) akan berkurang, bukan hanya kepada orang baru, ini juga akan berimbas ke orang dekat sekeliling kita dan sangat merugikan diri sendiri.2. Gila Mengabadikan Kejadian
Ada sisi yang menguntungkan dari 'kegilaan memoto atau merekam' pengguna smartphone yang biasa kita sebut dengan selfie atau wefie. Tidak jarang, rekaman dari netizen pengguna smartphone bisa menjadi bukti beberapa kasus seperti pengeboman, pembunuhan, kecelakan dan lain sebagainya. Sayangnya, kegilaan mengabadikan itu terkadang berlebihan, sampai-sampai hal yang tidak perlu diabadikan pun tetap direkam atau difoto, lalu dibagikan pada jejaring sosial. Dan yang lebih memprihatinkan, bila ada kejadian yang seharusnya si perekam mampu menolong korban tetapi dia memilih untuk merekam terus.3. Sulit Melepaskan Diri
Kapanpun, dimanapun asal masih memiliki jaringan internet maka kita bisa langsung masuk ke dunia maya. Kita langsung bisa dengan sekejap membaca email masuk, menjawab komentar orang di website pribadi, mengupload keseharian seperti baru sampai kantor, memotret kejadian di perjalanan, dan maaih banyak lagi yang dapat kita lakukan dengan smartphone kita. Sadar ataupun tidak sadar, hal inilah yang membuat orang-orang sulit terlepas dari smartphone. Seperti sebagian hidupnya sudah ada di sana. Dan bahkan bisa menimbulkan masalah besar atau kerisauan yang dalam bila sewaktu-waku masa berlaku paket internet atau bahkan pulsa kita telah habis. Dan sebab inilah, mengapa kita sering melihat banyak orang, terkhususnya anak muda yang senang menepi di pinggir-pinggir jalan dengan bermodalkan sendal jepit, lalu mulai duduk anteng sambil bermain wifi atau berusaha keras untuk membobol wifi milik rumah orang, atau beberapa anak muda yang sekadar mengunjungi tempat-tempat wisata kuliner, dengan hanya memmesan sebotol aqua lalu mereka mulai meminta untuk mendapatkan password wifi milik tempat makan tersebut, dan pada akhirnya duduk berjam-jam hingga lupa waktu, hanya untuk mengecek perkembangan sosial media mereka, melakukan video call, atau mungkin melakukan live via Instagram atau Facebook.Ada banyak dampak baik yang dapat diberikan smartphone terhadap kita, namun tidak sedikit pula dampak buruk yang akan kita peroleh apabila tidak menggunakan smartphone secara baik dan bijak. Membangun hubungan sosial di dunia maya dengan orang lain memang perlu, namun tetap menjaga hubungan baik dengan orang sekitar juga tidak kalah penting. Sebab pada akhirnya, bila kita membutuhkan sesuatu atau sedang berada dalam keadaan darurat, pertolongan pertama pasti selalu datang dari orang sekitar kita. Ingat, bahwa manusia lah yang menciptakan teknologi (smartphone). Oleh karena itu, kita tidak boleh menjadi hamba teknologi, dan terlena hanya karena fitur-fitur menarik juga percakapan-percakapan menyenangkan dalam media sosial. Sempatkan juga waktu untuk bercengkrama dengan orang-orang sekitar. Jadilah generasi milenial yang bijak dalam menggunakan smartphone!
"Be wise using your gadget because happiness is around you!"
Artikel oleh: Varel
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajian Opini
Non-FictionKami sama seperti kalian, suka semua hal yang sedang hangat-hangatnya diperbincangkan. Di sini, kami memberikan secara terang-terangan segala opini dan perspektif mengenai rangkaian kejadian yang telah terjadi. Selamat berekreasi