"Kau bukan apa-apa"
Ini sudah kesekian kalinya dia mendengar kalimat itu dari lelaki di depannya. Selalu seperti ini. Dan setelahnya lelaki itu pasti akan berbalik memunggunginya, lalu berjalan menjauh.
Terus menjauh hingga tangan kurus itu tak bisa menggapainya. Kemudian menghilang bersama cahaya. Meninggalkannya sendirian di tengah pekatnya kegelapan bersama keputusasaan.
Gadis tersebut menunduk seraya mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Menahan air mata yang mendesak ingin keluar.
"Lagi-lagi seperti ini" gumamnya pada kekosongan, seperti biasa.
Tubuhnya sontak meluruh, terduduk lemas tanpa harapan. Lalu menekuk lutut dan menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan.
Menanggung luka ini sendirian, bertemankan kegelapan. Ia sudah terbiasa.
.
.Tetot!
Tetot!
Tetot!
Kelopak mata itu membuka sedikit tatkala suara gaduh tersebut mengusik tidur lelapnya. Kernyitan di dahi muncul karena tak tahan dengan kebisingan yang terdengar.
Sontak ia menggeram dan menendang-nendang udara, membuat selimutnya terlempar ke ujung ruangan, sedangkan kasurnya menjadi awut-awutan. Sebelah tangannya meraih weker di nakas dengan tak sabar, lalu mematikan alarm sialan tersebut.
Setelah suara gaduh itu tak terdengar lagi, ia baru diam. Termenung di tempat tidur seraya mengumpulkan kesadaran. Sedikit meringis kedinginan karena suhu udara yang begitu rendah, padahal ia yakin pemanas ruangan dalam keadaan menyala. Kemudian baru membuka mata saat terdengar suara teriakan dari luar kamar.
"Kakak! Bangun! Ibu akan membunuhmu jika kau tidak bangun sekarang juga!"
Tok! Tok! Tok! Tok!
"Bangun!"
Tok! Tok! Tok!
"BERISIK!" Akhirnya dia berteriak, tak tahan rasanya mendengar kebisingan yang dibuat siluman kecil itu.
Lantas ia berjalan gontai menuju pintu. Membuka benda yang terbuat dari kayu itu dengan kasar hingga mengejutkan sesosok tubuh kecil yang berdiri di baliknya.
"Kakak, jangan membanting pintu be-"
"Minggir!" Ketusnya sambil mendorong kepala adiknya ke samping. Dan tanpa mengatakan apapun lagi ia melengos pergi ke kamar mandi.
Sedangkan anak lelaki yang tadi di dorongnya hanya bisa bergidik ngeri. Wajah seram tadi, sungguh seperti banteng yang akan mengamuk dan meratakan satu rumah.
Sambil memeluk tubuhnya sendiri ia bergegas pergi dari sana.
"Dia kesurupan lagi"
°•ꕤ•°
Menghela napas, itulah yang sedari tadi dilakukan gadis satu ini. Pandangannya menatap kosong ke depan, sedangkan kedua tangannya bergerak mengikat tali sepatu.
Kehidupan monoton yang menyebalkan. Setiap hari selalu begini: bangun, sekolah, pulang, dan kemudian belajar. Itupun jika sedang tidak malas. Sisanya hanya ia gunakan untuk tidur dan bermain ponsel.
Tak ada yang menarik dari hidupnya. Ia hanya orang biasa dengan hidup yang biasa juga.
Usai mengikat tali sepatu, ia bangkit, memutar kenop pintu dan membukanya lebar-lebar. Kernyitan sontak muncul di dahinya saat melihat senyum cerah seseorang yang begitu menyilaukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oblivion : Step Into Classic Imperial Palace
FantasyYang Loretta ingat, dia menangis di taman. Sendirian. Tapi kenapa saat dia membuka mata semuanya berubah, secara drastis. Loretta tentunya bingung setengah mati, semua orang bersikap aneh dan dia merasa asing. Kota tempat tinggalnya, kenapa berubah...