04 (After Changes)

169 26 24
                                    

“Kak-“

Suara itu benar-benar mengusik, padahal cuaca hari ini sangat bagus. Meskipun posisi matanya saat ini sedang tertutup, tapi dia bisa merasakan dengan jelas cahaya matahari yang bersinar hangat, begitupun dengan hembusan angin yang bertiup lembut. Rasanya sangat nyaman sampai-sampai dia terlena dan enggan untuk bangun.

“Kak-“

Dahinya berkerut saat suara tersebut lagi-lagi terdengar. Entahlah, rasanya sangat mengganggu di telinga. Dia hanya ingin menikmati kenyamanan ini, kenyamanan yang sebelumnya jarang dia dapatkan.

“Kakak!”

Kali ini suara itu berhasil membangunkannya. Karena terkejut dia langsung membuka mata, memperlihatkan manik ungu tanzanite miliknya pada dunia. Saat itulah dia dihadapkan dengan lukisan langit biru cerah serta awan-awan putih yang menghias indah.

‘Hm?’

Dengan kesadaran yang masih belum sepenuhnya terkumpul dia berusaha untuk duduk, lalu mengerjapkan matanya berulang kali. Setelah menyesuaikan penglihatannya, barulah dia sadar bahwa yang dia lihat barusan bukanlah lukisan, melainkan pemandangan langit yang sungguhan.

Menyadari hal itu dia langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling, baru menyadari kalau dirinya sekarang tengah duduk di hamparan padang ilalang yang luas. Seketika dia mengerjapkan matanya lagi, berusaha memahami semuanya.

“Kakak sedang apa sih? Kenapa malah bengong di sana?”

Dia segera mengalihkan pandangan begitu suara familiar tersebut terdengar mendekat, kemudian mata ungunya langsung mendapati seorang anak laki-laki berambut hitam yang mirip dengannya, sedang menggerutu sambil membawa beberapa jagung.

Melihatnya, lagi-lagi dia termenung sambil mengerjapkan mata. Berusaha memahami semua keanehan yang terjadi, apalagi pakaian kuno yang dipakai si anak laki-laki semakin membuatnya tidak mengerti.

“Kyle?” tanyanya sembari memperhatikan anak laki-laki tersebut secara teliti. “Kau Kyle kan?”

Anak laki-laki berambut hitam tersebut serta merta mengerutkan dahi bingung, heran pada sikap aneh kakaknya. “Huh? Kakak kenapa sih? Kepala kakak terbentur sesuatu ya?”

Gadis itu, Loretta, bergeming di tempatnya dengan wajah aneh. Segala macam pertanyaan yang tak terhitung jumlahnya memenuhi kepala Loretta sampai rasanya mau pecah. Dia sama sekali tidak mengerti kenapa Kyle ada di sana.

‘Bukankah aku sudah mati? Kenapa Kyle bisa ada di sini bersamaku? Apa dia mati juga?’ pikir Loretta. Berusaha mencari jawaban dari semua pertanyaan yang berkeliaran di otaknya.

“Kyle, kau tidak boleh ada di sini. Kau tidak boleh meninggalkan Ibu sendirian,” ujar Loretta dengan wajah serius. Gadis itu menatap adiknya dengan tatapan tajam seolah sedang memperingati.

Ucapan Loretta barusan membuat Kyle jadi ikut bingung, dia menatap Loretta dengan tatapan aneh seolah kakaknya sudah bertransformasi menjadi keledai gila. Dia jadi khawatir dan merinding di saat yang bersamaan.

“Aku tidak mengerti apa yang Kakak katakan, tapi ini kan sudah menjadi tugas sehari-hari kita, Ibu kan sudah bilang kalau dia tidak keberatan menjaga toko sendirian,” beritahu Kyle, masih dengan tatapan aneh yang tertuju pada Loretta.

Akan tetapi, gadis berambut hitam itu malah menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali. “Ibu tidak punya toko apapun, dia bilang sudah dipecat dari pekerjaannya. Jadi kau jangan ikut bunuh diri sepertiku, kau tidak pantas berada di sini. Ibu membutuhkanmu.”

Kyle semakin bingung, sepertinya Loretta benar-benar sudah gila. “Maksud Kakak apa? Kapan Kakak bunuh diri? Kalau Kakak benar-benar sudah mati, kenapa Kakak masih berada di sini?” tanya Kyle secara beruntun. Setelahnya dia membantu Loretta agar bangun dari posisi duduknya, “Sudahlah. Berhenti bicara omong kosong dan bantu aku memanen jagung-jagung ini.”

Oblivion : Step Into Classic Imperial PalaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang