I. Berharap : Basa-basi Curhat

240 15 4
                                    

Sontak anak-anak kaget melihat kedatangan guru mereka. Sekilas guru ini tidak tampak seperti tenaga pengajar pada umumnya. Kira-kira dalam radius 2 meter di depan, orang akan tersadar untuk berucap, "Ni kampret ternyata juga guru toh?"

Pak De masuk dan duduk di kursi guru sembari menaruh tas, dia menunggu anak-anak mempersiapkan diri untuk memulai pelajaran.

"Anak-anak, sebelum kita memulai pelajaran mari kita berdoa menurut kecepatan masing-masing..." Ujar Pak De.

"Keyakinan Pak!" Sanggah Ketua kelas, Rio.

"Oh iye, forget nak. Yaudah, berdoa... Selesai.."

"PAAAKKKKKKK BEEELOOOOMMMM...!"

"Lhah, kalian sendiri bukannya siswa yg mimpin doa. Ini malah gurunya, gimana tho?"

Akhirnya dengan sedikit dongkol salah seorang siswa memimpin berdoa. Anak-anak sering memaklumi guru aneh ini. Biar begitu mereka sadar bahwa hanya guru inilah oase kesejukan dan hiburan di tengah padang pasir pelajaran yang mereka tempuh sehari-hari.

Selesai berdoa, Pak De meminta seluruh siswa mengeluarkan buku tulis dan LKS pada bab seni rupa.

"Okey, anak-anak. Silahkan keluarkan buku dan LKS kalian. Saya akan cek satu per satu." Kata beliau sambil berkeliling.

Terlihat murid cewek tidak mengeluarkan apapun, hanya sebatang pulpen dan selembar kertas.

"Okta, mana LKSmu?" Tanya Pak De.
"Gak inget, pak. Tadi kelupaan." Jawab Okta. Pak De hanya tersenyum kecut mengangkat alis memandang alasan klasik seorang siswi SMA sambil ngebathin. "Ini anak nambah susah aja. Yang bawa LKS belum tentu pinter eh dia dah udah daftar jadi bego." Bathin Pak De.

"LKS lupa gak inget, tapi janji cowok yang nyakitin kamu 3 bulan yang lalu masih inget! Ucap Pak De keras.

"AAAWWWOOOAAAHHHH, CCIYYEHEHHH... ANJAY." Teriak satu kelas. Sedangkan si Okta cuma tersenyum getir termakan nasib bahwa dia dibully gurunya. Mau melawan takut dosa, mau diiyain emang kenyataannya begitu tapi malu.

Pak De kemudian beranjak ke depan kelas seraya menjelaskan materi tentang unsur seni rupa.

"Anak-anak, garis merupakan dua titik yang saling berhubungan." Jelas beliau. Anak-anak diam memperhatikan.

"Kata lainnya, adalah line." Anak-anak masih diam memperhatikan.

"..baik nyata maupun semu.." Anak-anak mengamati dengan serius, sedangkan dalam batin Pak De berucap, "Kampret ni anak-anak diem aja apa kesurupan massal?"

"Jadi, ini gambar apaan?" Pak De menggambar sebuah garis lurus di papan tulis dengan whiteboardnya.

____________________________________

"Garis lah pak." Jawab seorang siswa.
"Salah, hayo yg lain." Kata Pak De. Si anak yang jawab malah kebingungan.

"Batas linear pak?" Kata siswa lain.
"Salah juga."
"Dua titik yg nyambung pak? Sahut siswa cowok.
"Bukan, masih keliru."

Tentu seluruh siswa di kelas kehabisan kata untuk menjawab. Bahkan yang mendapat rangking satu diam saja melihat kejadian ini. Entah kenapa perkara yang seharusnya gampang menjadi susah. Tipikal lazim di negeri ini apabila sesuatu yang seharusnya gampang lebih baik dipersulit agar saat dipermudah menggunakan pelicin. Semenit siswa lewat kebingungan tampak terbesit apakah perlu membangkitkan jasad Phytagoras atau Socrates dari liang lahat sekedar menjawab pertanyaan guru gadungan ini.

"Terus apaan pak kalo bukan garis?" Tanya seorang siswa yang berusaha memecah kebuntuan sebelum seisi kelas beramai-ramai menyiapkan ritual pemanggilan arwah Albert Einstain untun menjawab pertanyaan sepele ini.

Melihat ini, Pak De memang berencana membuat siswanya bingung terlebih dahulu. Sambil mengamati satu per satu tatapan siswanya, dia segera berucap sebelum anak-anak benar-benar nekat melakukan ritual ala dukun Voodoo untuk membangkitkan Phytagoras dari liang lahat.

"Ini adalah gambar... DETAK JANTUNGKU SAAT KAMU TIDAK DI SAMPINGKU LAGI!"

"Kkyyyyaaaa.... Arrrghhhhhh... Bisaa aajjjaaaa...." Teriak sekelas.
"Ini guru bucin amat..."
"Pelajaran apa ini ya rabb."
"PAKKK JANGANN RUSAK MOVE ON SAYAAA!!!!" Bermacam-macam tudingan kepada Pak De disambut riuh dengan tawa dan pegang kepala. Terlihat beberapa siswa menulis status di ponsel mereka bahwa ini quote cinta berdasarkan pelajaran seni rupa. Pak De hanya tertawa terpingkal melihat murid-muridnya.

Namun, salah satu muridnya menatap Pak De dengan tatapan serius bermata penuh harap yang tertangkap pandangan. Tatapan tak biasa yang menyiratkan bahwa ini adalah hero yang hadir di tengah masalahnya.

Bersambung...

ScreenshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang