II. Gadis Pembawa Petaka : Terkuaknya Kenyataan

79 7 1
                                    

Geng mawar adalah geng besutan Rini, Uswa, Mareta, Tony dan Reza. Mereka selalu membuat keonaran di kelas maupun di sekolahan. Hari-hari mereka selalu ada saja masalah dan keributan.

Konon yang memberikan nama itu adalah Pak De sendiri yang mana beliau kesal lantaran ramai di luar saat kelas Pak De kebetulan sedang pelajaran. Pak de saat itu melempar vas bunga mawar kearah mereka dan bukannya menyesal mereka malah tertawa. Sejak itulah Pak De menyebut mereka geng mawar. Ironisnya, mereka bangga dan mempopulerkan nama itu.
Membolos pelajaran, lari dari BP, tidak pernah mengerjakan tugas, merokok di belakang sekolahan dan berbagai bentuk kenakalan tak lazim mereka lakoni. Bahkan kepala sekolah yang konon memanggil orang tua mereka, surat pemanggilan tak sampai ke tangan orang tua. Melainkan dilipat untuk wadah tempe dan tahu saat membeli gorengan.

Di kelas mereka menguasai keadaan. Teman-teman satu kelas seolah-olah menjadi budak bagi geng mawar. Tidak ada yang berani melawan. Pernah suatu ketika ketua kelas menegur mereka karena jarang ada di kelas, justru mendapatkan makian dan dihajar oleh Tony dan Resa yang berbadan besar. Keadaan kelas mejadi kurang kondusif. Maka ketika geng mawar membolos, hal itu menjadi surga ketenangan bagi mereka karena tidak ada yang mengganggu hari-hari belajar kelas itu.

Satu-satunya musuh bagi mereka adalah beberapa guru yang dianggapnya galak dan tidak asik -tentu tidak asik bagi geng mawar-, salah satunya Pak De. Suatu ketika geng mawar bermain air pel dengan mencipratkannya ke dinding. Sehingga dinding itu menjadi kotor. Seorang guru senior melihat hal tersebut dan menegur mereka. Bukannya kapok. Malah mereka tertawa dan mengejek guru tersebut bahkan Tony memaki dengan umpatan kasar. Spontan Pak De yang kembali dari kelas menghajar dengan satu pukulan ke muka Tony. Tony yang merasa terhina berusaha membalas balik namun Pak De menunduk dan memukul Tony lagi hingga ambruk. Dari belakang Rini yang merespon Tony teraniaya dengan sigap melayangkan pukulan. Namun Pak De berbalik dan menampar keras pipi Rini hingga jatuh kebelakang. Ketiga teman geng mawar lainnya hendak membalas namun suasana yang terlanjur memanas menjadikan keramaian. Kalah keadaan membuat geng mawar meninggalkan lokasi. Tetapi geng mawar tidak berani mengadu ke pihak sekolah, karena sekali mereka menampakkan diri dihadapan wakasek atau kepala sekolah, justru mereka yang terkena masalah.

***

Jam dinding ruang guru menunjukkan pukul 22.15 dan di sudut ruang itu Pak De masih lembur pekerjaan yang tidak bisa ditingalkan. Mengkoreksi nilai ulangan tengah semester. Mata panda sudah menghiasi raut wajah Pak De yang lembur menahan kantuk sejak berjam-jam yang lalu.

Teh hangat yang sudah dia buat menjadi dingin. Pak De tidak pernah minum kopi. Alasannya dia tidak suka dan takut terkena maag. Teh itu dia minum sampe habis karena pekerjaannya sudah selesai. Ruang guru yang kosong menyisakan kesunyian dan percik suara air di taman membuat tenang suasana namun horror bagi yang di situ sendirian.

Pak de mulai berkemas-kemas untuk bersiap pulang. Dari luar Pak Pri selaku penjaga sekolah berkeliling untuk mengecek ruangan dan masuk ke ruang guru melalui pintu sebelah utara.

“Loh, Mas. Lembur kerjaan?” Tanya Pak Pri.
“Oalah, nggih Pak. Saya kerjakan di sekolahan. Nanti kalo di rumah malah rebahan nggak selesai-selesai.”
“Lha ini sudah selesai apa belum? Kalau belum saya tinggalin kunci mas.” Pak Pri menawarkan beberapa kunci.
“Wah sampun pak, sudah selesai kok ini mau pulang. Sudah berkemas-kemas juga.”
“Ya sudah kalau gitu mas, saya ngcek lampu ruangan lain.”

Pak Pri berjalan menuju ruang lain sedangkan Pak De beranjak keluar menuju ke motornya. Setelah mengecek beberapa barang, motor miliknya mulai berjalan meninggalkan sekolahan.

Jalanan desa mulai terlihat lengang dan sangat sepi. Rumah-rumah penduduk tertutup. Maklum jalan milik kecamatan ini tidak diaspal begitu baik sehingga banyak genangan air yang menyiprat ke arah rumah bila msim hujan tiba. Suar motor Pak De berjalan sendirian diantara heningnya malam dan temaramnya lampu jalanan.

Terdengar suara motor lain yang tepat dibelakang Pak De namun agaknya motor itu berada tepat di belakangnya yang terasa seperti membuntuti. Melihat kecurigaan itu, Pak De menengok dari spion motor. Pengendara dibelakangnya memakai penutup muka tanpa helm dan yang dibonceng membawa parang. Tersadar, mereka adalah begal!

Terlambat Pak De untuk ngebut sekalipun itu tidak bisa. Begal itu berhasil berada di samping Pak De mengambil kontak motornya. Belum hanya itu, salah satu begal mengibaskan parangnya ke arah Pak De.

Sssraaatt.... ujung parang berhasil menggores stang motor Pak De dan sempat melukai tangan beliau. Darah mengucur di pergelangan tangan beliau dan dia terjatuh terguling-guling. Begal kemudian berhenti dan bergerak cepat berusaha mengambil motor Pak De yang terjatuh yang tak jauh darinya. Pak De terjerembab tak bisa berdiri mengamati motornya akan diambil maling tak beradab itu. Pasrah menerima kenyataan tak cukup menjadi nasib, sepertinya hidupnya akan berakhir ketika begal pembawa parang mendatanginya dan bersiap menghunuskan parang. Begitu parang diangkat, Pak De mengucapkan syahadat sambil menutup mata.

Dhhaaggg!!! Begal pembawa parang terpukul sebuah bongkahan batu besar dari arah lain. sambil mengaduh kesakitan, seseorang berlari dan menghajar begal yang membawa parang tanpa ampun. Geraknya cepat seolah begal bukan musuh yang setara. Siluet orang yang melawan begal itu begitu gesit. Parang bekas hunusan seoran guru berusaha ditebaskan kembali, namun berhasil dihindari dan diraihnya parang itu dan dibuang. Terjadi pertarungan tangan kosong. Kedua begal itu ditendang tepat dikedua muka mereka, belum lagi mereka dibanting dan ditubrukkan bersamaan. Kedua begal itu berusaha bangkit, orang yang melawan mereka sendirian dengan gesit melempar batu tepat mengenai salah satu begal dan terjatuh. Namun begal yang satunya berusaha untuk meninju, namun orang itu menunduk dan menghindar, menyleding kaki begal itu kemudian menginjak tepat di dadanya. Belum puas, dia salto kebelakang dan mengenai begal lain yang baru saja berdiri untuk melawan balik.

Sekonyong-konyong kedua begal itu terngah-engah melawan siluet hitam manusia yang berkelahi dengan mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekonyong-konyong kedua begal itu terngah-engah melawan siluet hitam manusia yang berkelahi dengan mereka. Pak De yang sembari terjatuh mengamati siluet manusia itu adalah perempuan, namun menahan sakitnya darah yang mengucur di tangan Pak De mengaburkan kenyataan antara yakin dan tidak yakin. Ketika kedua begal mengisyaratkan untuk kabur, siluet orang itu berteriak.

“BBEEEEGGAAAALLLLLL.... TTOOOOLLLOOONNNNGGG!!!!” Jelas teriakan itu perempuan. Namun belum rasa penasaran Pak De teryakini bila itu perempuan, alih-alih dia mengenali suara itu.

Sontak begal yang berusaha kabur itu berlari, namun belum sampai mengambil motor. Warga sudah berdatangan. Ternyata ada sekelompok orang ronda yang berkeliling dan kebetulan merespon teriakan itu. Naas, begal itu menjadi bulanan massa yang menyeruak karena teriakan dan kejaran orang ronda memicu warga terbangun, membuka pintu dan beramai-ramai mengejar begal itu.

Pak De masih terjatuh dan tidak bisa bangun. Darah mengucur deras dan membasahi tangan kirinya. Perempuan yang menolong beliau berbalik arah bersaman dengan beberapa warga yang datang menolong Pak De.

“Pak De tidak apa-apa?” Kata perempuan itu.

Pak De terkaget-kaget ketika perempuan itu mendekat. Beliau mengenali suara itu tapi dengan nada yang berbeda. Ketika perempuan datang mendekat mengenakan sepatu running, joger pants dan t-shirt biru, mulai tampak jelas bahwa dia yang menolongnya. Namun rasa kaget muncul ketika sorot cahaya mulai memantulkan ke raut wajah perempuan itu. Sontak rasa sakit akan luka sabetan parang menghilang seketika karena rasa penasaran itu terkuak.

“Sible?” Gumam Pak De ketika murid itu berdiri di depannya.

Bersambung...

ScreenshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang