Udara malam itu terasa begitu dingin menggigit tulang. Hujan deras yang mengguyur bumi Desa Malayasati hampir seharian tadi tak mampu menguak gelapnya langit yang tertutup kabut tebal. Orang-orang pun enggan keluar rumah. Kecuali sesosok tubuh berpakaian serba hitam yang tengah melangkah ringan di jalanan yang sepi dan becek penuh genangan air.
Sepasang kaki yang tengah melangkah itu terayun ringan bagai tak menapak tanah becek. Langkah kakinya nyaris tak
terdengar sedikit pun, Di depan sebuah rumah besar berhalaman luas dengan tembok tinggi yang mengelilinginya, sepasang kaki itu menghentikan langkahnya. Tampak oleh si empunya sepasang kaki itu pintu pagar yang tertutup rapat. Pandangannya lalu terhenti pada dua orang yang meringkuk tertidur di lantai beranda.
Mendadak sesosok tubuh yang berpakaian serba hitam itu melenting ke udara, berputar dua kali, lalu meluruk dengan cepat ke arah dua orang yang ada di hadapannya. Begitu kakinya menyentuh lantai, tangannya bergerak cepat dan menyambarnya. Kedua orang itu belum sempat menyadari keadaan, mereka hanya sempat mengeluh pendek, lalu roboh dengan kepala pecah.
"Hmm…." sesosok tubuh berpakaian serba hitam itu menggumam pelan.
Sepasang kakinya yang terbalut kain hitam ketat, kembali melangkah ringan melintasi beranda depan yang hanya diterangi sebuah pelita kecil. Langkahnya yang ringan tak bersuara, menandakan orang itu memiliki ilmu yang cukup tinggi. Langkahnya terhenti saat mencapai depan pintu. Perlahan-lahan tangannya terangkat ke depan.
"Hih!"
Dari kedua telapak tangannya yang terbuka, keluar asap tipis yang menggumpal meluncur ke arah pintu. Kemudian, perlahan-lahan pmtu terkuak tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Kakinya lalu melangkah memasuki ruangan.
"Hm, rumah ini sangat besar. Aku harus memeriksa setiap kamar yang ada. Aku yakin dia ada di dalam rumah ini," gumamnya perlahan.
Dia lalu memasuki sebuah kamar yang terdekat. Nalurinya begitu tepat. Seorang laki laki bertubuh tambun tergolek dalam tidur yang lelap dengan seorang perempuan cantik yang punggungnya terbuka lebar.
"Tidurlah kau dengan lelap, babi gendut! Aku tak akan
membuatmu bangun lagi." orang itu mendengus sambil matanya menatap liar. Lalu perlahan-lahan dia mengambil pisau dari balik bajunya yang hitam pekat.
Namun mendadak laki-laki yang hendak ditikamnya secepat kilat menyentakkan tangannya.
Plak!
Keras sekali sentakan tangannya. Lalu disusul gerakan tangan kanannya menyodok perut
"Huk!" orang yang berpakaian serba hitam itu mengeluh
pendek. Tubuhnya terdorong beberapa langkah ke belakang. "Bedebah! Siapa kau?" bentak lelaki itu sambil melompat turun dari pembaringan.
Meskipun tubuhnya tambun seperti tong, gerakannya amat gesit dan menyulitkan lawannya. Orang yang perpakaian serba hitam itu mendengus seraya menyilangkan pisaunya di depan dada. Dia mulai pasang kuda-kuda dan membuka jurus. Lawannya pun tidak tinggal diam, sambil berpikir mencari tahu siapa gerangan orang yang kurang ajar berani menyatroninya.
"Buka topengmu, bangsat! Apa urusanmu datang kemari?"
"Kau tak perlu tahu siapa aku, Badaraka. Aku datang
diutus dewa keadilan untuk mencabut nyawamu," dingin sekali suara orang bertopeng yang berpakaian serba hitam itu.
"Setan! Apapun alasanmu, kau telah lancang memasuki kamar pribadiku. Kau harus mampus!" geram Badaraka.
Seketika Badaraka menyerang dengan jurus-jurus pendek tangan kosong. Rupanya orang bertopeng hitam itu pun telah menyiapkan jurus-jurus andalannya, sehingga dengan mudah serangan-serangan Badaraka dapat dipatahkannya. Bahkan kemudian beberapa kali dia berhasil mendesak lawannya ke sudut kamar. Hingga pada suatu kesempatan, Badaraka terjungkal setelah perutnya terkena tendangan maut. Beruntung dia sempat mengegoskan badannya ketika lawannya menggebrak dengan loncatan ke arah bagian vitalnya.
Suara gaduh oleh pertarungan di kamar itu membangunkan si perempuan cantik dari tidurnya yang lelap. Ia menjerit ketakutan dan mencoba meloncat dari pembaringan seraya memegangi kain untuk menutupi tubuhnya. Orang bertopeng yang berpakaian serba hitam itu tangannya segera bertindak cepat. Dan sebuah pisau meluncur bagai anak panah lepas dari busurnya.
"Aaakh...!" perempuan cantik itu hanya bisa menjerit tertahan begitu pisau tepat menancap di dadanya. "Ratih...!" seru Badaraka terkejut.
Badaraka jadi lengah, dan kesempatan yang sedikit itu
dimanfaatkan oleh lawannya. Secepat kilat dia meloncat menghajar Badaraka dengan tendangan dan pukulan mautnya. Badaraka kembali terjungkal dan sebuah pisau yang tertancap di lehernya membuatnya menggelepar dan tak bernapas lagi.
Orang bertopeng yang berpakaian serba hitam itu menolehkan kepalanya demi mendengar teriakan dan langkah- langkah kaki yang berlari semakin dekat dan jelas terdengar. Dia melompat menerjang jendela, lalu tubuhnya melenting tinggi melewati pagar tembok rumah lawannya yang telah binasa.
Orang-orang yang memburu ke arah kamar, langkahnya mendadak tertahan demi melihat dua sosok tubuh terbujur bersimbah darah. Kengerian begitu terpancar dari wajah-wajah mereka. Beberapa saat mereka seperti mematung di pintu kamar. Baru ketika seorang lelaki muda menerobos masuk, mereka bergerak ke arah jendela yang jebol.
"Bedebah! Siapa yang melakukan ini?" geram anak muda itu seraya mengepalkan tinjunya.
"Kejar! Cari, jangan sampai anjing itu lolos!" perintahnya berang.
Orang-orang yang mendengar perintahnya langsung berlompatan ke luar melalui jendela yang jebol. Di tangan mereka masing-masing tergenggam golok. Anak muda itu kemudian berlutut di samping mayat Badaraka. Tangannya mencabut pisau yang tertancap di leher. Sesaat dia memperhatikan pisau berlumuran darah yang tergenggam di tangannya. Matanya beralih pada perempuan yang tergeletak di pembaringan dengan kakinya terjuntai di lantai. Belum sempat dia bergerak untuk mencabut pisau yang tertancap di dada perempuan itu, terdengar seseorang berteriak memanggil namanya.
"Santika, apa yang terjadi?"
Anak muda yang dipanggil Santika itu menoleh. Dia langsung bangkit berdiri. Seolah tak membutuhkan jawaban, lelaki muda yang barusan datang itu memandangi dua sosok tubuh yang sudah tak bernyawa. Sejenak dia terdiam, kemudian pandangannya beralih pada Santika.
"Siapa yang melakukan ini?" tanyanya berang. "Seharusnya Kakang lebih tahu dari aku. Bukankah Kakang Banulaga yang bertugas jaga malam?" Santika menatap tajam pada Banulaga yang tidak lain adalah kakaknya sendiri.
"Ini sudah lewat tengah malam. Tugasku sudah digantikan Wadalika," sergah Banulaga.
"Wadalika tewas di depan."
"Apa?!"
Belum lagi hilang rasa terkejut Banulaga, salah seorang yang diperintah mengejar si pembunuh muncul dari balik jendela. Dia langsung membungkuk hormat.
"Tuan Muda, seluruh kekuatan telah dikerahkan, tapi tidak juga berhasil menemukan orang itu."
"Cari terus! Pembunuh itu harus ditangkap!"
"Baik, Tuan Muda."
KAMU SEDANG MEMBACA
9. Pendekar Rajawali Sakti : Manusia Bertopeng Hitam
ActionSerial ke 9. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.