Setan Mata Satu memandangi sebuah rumah berdinding bambu yang tampak sepi tak berpenghuni. Naluri dan pendengarannya yang tajam seolah membisikkan kalau di dalam rumah itu ada penghuninya. Setan Mata Satu pun segera melenting tinggi ke udara, lalu hinggap dengan ringan di atas atap.
Baru saja kakinya menjejak atap, mendadak atap itu jebol
berbarengan dengan munculnya seorang pemuda berompi putih yang tak lain adalah Pendekar Rajawali Sakti. Setan Mata Satu terkejut, namun dengan cepat dia dapat menguasai dirinya kembali. Dua orang itu kini saling berhadapan di atas atap.
"Hebat, kau bisa mengetahui kehadiranku," gumam Setan Mata Satu.
"Mau apa kau mendatangiku seperti maling?" tanya Rangga sinis.
"Aku ke sini sengaja mencarimu. Kau banyak berhutang nyawa pada majikanku!"
"Hmmm..., tak kusangka Banulaga mempunyai begitu banyak anjing.''
"Bangsat! Lancang sekali mulutmu," dengus Setan Mata Satu geram.
"Menghadapi anjing buduk sepertimu, tidak perlu kata-kata sopan."
"Kurobek mulutmu, keparat!"
Seketika itu juga Setan Mata Satu meloncat ke depan dan menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Pertarungan pun tak bisa dihindari lagi, suatu pertarungan tangan kosong tingkat tinggi berlangsung di atas atap. Sampai beberapa jurus Rangga hanya ingih menjajagi lebih dulu kekuatan lawannya dengan jurus- jurus tangan kosong yang ringan, namun gerakannya cepat dan sulit diikuti mata.
Setan Mata Satu belum sedikitpun bisa menyentuh tubuh Rangga, meski sudah lebih dari sepuluh jurus ia kerahkan. Dan Rangga pun belum terpancing untuk mengeluarkan jurus andalannya, sampai beberapa saat lamanya dia hanya berusaha mengelak tanpa membalas serangan, hingga membuat Setan Mata Satu geram merasa seperti dipermainkan.
"Phuih! Nama besar Pendekar Rajawali Sakti rupanya cuma kosong, dan cuma bisa menghindar saja!" dengus Setan Mata Satu kesal dan mencoba memancing.
"Begini saja kau belum bisa menyentuh kulitku," balas Rangga tak kalah pedas.
"Bangsat! Kau akan merasakan jurus 'Tangan Maut'ku."
"Keluarkan saja semua jurus andalanmu."
Setan Mata Satu semakin berang. Segera dia mengeluarkan jurus 'Tangan Maut yang amat berbahaya.
Gerakan-gerakannya cepat dan penuh tipuan. Namun Pendekar Rajawali Sakti belum terpancing untuk mengeluarkan rangkaian lima jurus 'Rajawali Sakti'nya, dia masih meladeni Setan Mata Satu dengan senyum tersungging di bibir.
Pendekar Rajawali Sakti akhirnya menyadari kalau jurus 'Tangan Maut' dari lawannya tak bisa lagi remehkan, bahkan beberapa kali dia jatuh ban kerepotan menghindari serangan-
serangan gencar yang amat dahsyat. Dan dengan melentingkan tubuhnya, Rangga atau Pendekar Rajawali Sakti itu melompat turun ke pelataran rumah Ki Karta. Tak mungkin baginya untuk mengeluarkan jurus-jurus andalan di tempat yang kurang leluasa.
Dua orang itu kini telah berhadapan kembali pelataran. Rangga mulai memusatkan perhatiannya lalu perlahan-lahan tapi pasti dia mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', dan pertarungan yang sesungguhnya pun dimulai.
"Hiaaat...!"
Tiba-tiba Rangga berteriak keras, disusul gerakan kakinya yang cepat menyusur tanah, dua tangannya mengibas cepat ke arah leher dan dada. Setan Mata Satu melompat menghindari serangan maut berhawa panas itu, namun begitu kakinya menjejak tanah, dengan cepat kaki Rangga menyampoknya.
Tidak ada pilihan lai bagi Setan Mata Satu, kecuali melentingkan tubuhnya ke atas, tapi berbarengan dengan itu Rangga menghantamkan tangan kanannya ke depan, mendarat tepat ke perut Setan Mata Satu tanpa bisa dihindari lagi.
"Huk!"
Setan Mata Satu mengeluh pendek, dua kali dia berputar di udara, lalu menjejak tanah sejauh dua batang tombak. Setan Mata Satu segera mengerahkan aji 'Pukulan Karang Samudra', jurus pamungkasnya, dan Rangga pun segera mengeluarkan penangkalnya, yaitu aji 'Cakra Buana Sukma' tanpa menggunakan pedang Rajawali Sakti.
"Yeaaah...!"
Tubuh Setan Mata Satu melompat ke depan, meluruk ke arah Pendekar Rajawali Sakti, dan disambut oleh kedua tangan lawannya.
Des!
Dua pasang tangan berbenturan keras, sinar merah dan biru terpancar jelas, kedua tokoh sakti itu berdiri saling berhadapan dengan tangannya saling menempel dan mendorong satu sama lain. Dua cahaya merah dan biru itu berbaur menjadi satu. Dua pasang mata mereka saling bertatapan tajam, tampak wajah Setan Mata Satu yang menegang, juga wajah Pendekar Rajawali Sakti yang tegang mulai berkeringat deras.
Lama sekali mereka saling mengadu kekuatan dengan ilmu kesaktian pamungkasnya masing-masing. Perlahan-lahan kaki Setan Mata Satu merembes ke dalam tanah. Sebaliknya Rangga tetap berdiri dengan telapak kakinya seperti tidak menginjak tanah.
"Hih!"
Setan Mata Satu menarik tangannya, wajahnya yang sudah semakin memerah dan menegang, menjadi semakin membara, manakala merasakan tangannya seperti terpatri tanpa bisa dilepas.
"Celaka, tenagaku tersedot!" geram Setan Mata Satu dalam hati.
Sementara perlahan-lahan kaki Rangga semakin meninggi
tak menyentuh tanah, tubuhnya pun menjadi miring dengan tangannya menempel kencang, menyedot tenaga lawannya. Itulah ilmu 'Cakra Buana Sukma' tingkat akhir tanpa pedang Rajawali Sakti.
Kini keadaannya jadi benar-benar terbalik. Rangga berada tepat di atas kepala Setan Mata Satu dengan tubuh terbalik. Tubuh Setan Mata Satu perlahan-lahan semakin amblas ke dalam tanah berbarengan dengan tenaganya yang mulai habis.
"Hih!"
Rangga menekan kuat-kuat, dan seketika tubuh Setan Mata Satu semakin amblas sebatas pinggang. Setan Mata Satu benar-benar tak berdaya. Dan saat itu juga Rangga memukulkan tangannya ke arah dada Setan Mata Satu.
Dan.... "Aaakh...!"
Setan Mata Satu mengerang panjang.
Tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti yang mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', bagaikan sebuah palu godam menghantam dada Setan Mata Satu. Dan akhirnya tubuh Setan Mata Satu yang masih tertanam itu terkulai tak bergerak-gerak lagi.
Rangga berdiri tegak menarik napas panjang. Matanya menatap tajam pada tubuh yang tertanam ke tanah sampai batas pinggang. Kemudian ia beranjak dari tempat itu menuju ke rumah Ki Karta.
Dia berhenti sesaat ketika dilihatnya pintu rumah terkuak.
Kanti yang muncul langsung menjerit ketika matanya melihat ke arah tubuh Setan Mata Satu yang tertanam di tanah.
"Siapkan pakaianmu segera," kata Rangga begitu melihat Kanti yang sudah mulai tenang.
"Untuk apa?" tanya Kanti heran.
"Engkau harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini segera."
"Ke mana?" tanya Kanti tak mengerti.
"Kembali ke desamu," sahut Rangga.
"Tidak mungkin. Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi di sana. Kedua orang tuaku sudah lama meninggal."
"Kalau begitu pergi saja ke Gunung Sumbing. Kau akan menemui sebuah danau di sana. Di sekitar situ kau cari gubuk yang dihuni teman-temanku. Katakan apa yang terjadi di sini, dan aku yang menyuruhmu datang pada mereka."
"Lalu, kau sendiri hendak ke mana?"
"Menemui Banulaga," sahut Rangga singkat. Kanti tidak bersuara lagi
"Berangkat saja sekarang. Tidak ada waktu lagi"
Selesai berkata begitu, Rangga langsung meloncat. Sebentar saja tubuhnya berkelebat, lalu menghilang dari pandangan Kanti.
Kanti pun bergegas masuk ke dalam rumah Ki Karta untuk mempersiapkan segala perbekalannya untuk di perjalanan nanti. la harus cepat-cepat meninggalkan tempat itu karena ia tahu Banulaga dan pengikutnya tidak akan tinggal diam melihat Setan Mata Satu tewas di tangan Pendekar Rajawali Sakti. Terlebih lagi ketika melihat mayat Setan Mata Satu yang masih tertanam di halaman rumah Pak Karta. Ia jadi merinding bulu kuduknya membayangkan tubuh yang tewas mengerikan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
9. Pendekar Rajawali Sakti : Manusia Bertopeng Hitam
AksiSerial ke 9. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.