Langit di sekitar kaki bukit itu sejuk cerah. Angin bertiup sepoi-sepoi di antara pepohonan, seolah hendak membagi kesejukannya pada siapa saja yang ditemuinya. Dengan disirami sinar mentari pagi, sesosok tubuh tengah memacu kudanya dengan kencang. Sesosok tubuh dengan paras yang tampan itu kemudian memperlambat langkah kudanya, lalu berhenti di bawah pohon yang rindang menakala dilihatnya sesosok tubuh yang ramping berlari-lari kecil menuju ke arahnya.
"Kakang Santika!" gadis ayu pemilik tubuh ramping itu menyapanya.
Pemuda itu lalu meloncat turun dari kudanya. Tangannya menggapai bahu si gadis. Beberapa saat lamanya mereka saling berdiam diri sambil saling menggenggam tangan.
"Adakah yang mengganggumu selama aku pergi, Mega?" tanya Santika lembut.
"Tidak," sahut gadis yang ternyata Mega Lembayung. "Hanya...."
"Hanya apa?"
"Rumah kakekku selalu diamati...." "Kau mengenali mereka?"
"Ya. Orang-orangnya Banulaga. Hanya seorang yang tidak aku kenal "
Santika tidak bertanya lagi. Dia tahu siapa yang dimaksud Mega Lembayung. Tentulah dia si Raja Ular. Dengan beberapa orang-orangnya Banulaga menugaskan si Raja Ular untuk mengawasi rumah Pak Karta. Banulaga rupanya masih penasaran dan mengira Pendekar Rajawali Sakti akan muncul lagi. Meskipun kematian Badrun sudah lama berlalu. Santika sendiri hanya sekali bertemu dengan Pendekar Rajawali Sakti. Itu pun Mega yang memperkenalkannya.
"Kakang...," tampak ragu-ragu Mega mau berkata.
"Ada apa?" tanya Santika sambil matanya menatap lembut pada wajah Mega yang jelas terlihat cemas,
"Aku khawatir hubungan kita diketahui Banulaga. Apalagi kudengar dia sedang dibayang-bayangi oleh Manusia Bertopeng Hitam. Juga rasa dendamnya pada Pendekar Rajawali Sakti tentu akan dia lampiaskan padamu, apalagi dia gagal mendapatkan aku."
"Seandainya dia pun tahu, aku tidak akan membiarkan kau jatuh ke tangannya. Percayalah Mega, aku akan menghadapi Banulaga, meski empat orang tokoh sakti kini ada di belakangnya."
"Aku percaya, Kakang. hanya sayangnya…"
"Kenapa...?"
Belum sempat Mega Lembayung membuka mulutnya, mendadak mereka dikejutkan oleh sebuah tombak yang meluncur deras, menancap di ujung kaki Santika. Belum lagi hilang rasa terkejut mereka, mendadak muncul Banulaga yang diiringi Setan Mata Satu dan lima orang kaki tangannya.
Santika menarik tangan Mega Lembayung hingga tubuhnya berada di belakang tubuh Santika. Santika berdiri dengan sikap menunggu apa yang akan terjadi.
"Santika, kau tahu siapa yang ada di belakangmu?" tanya Banulaga dingin.
"Untuk apa kau bertanya begitu?" Santika sudah tidak segan lagi bersikap menantang.
"Phuih! Berani kau bersikap begitu padaku, Santika!?"
"Sejak dulu aku pun sudah tidak menyukai sikapmu. Maaf, aku mau pergi."
Santika menggamit tangan Mega Lembayung dan mengajaknya pergi. Namun baru beberapa langkah, mendadak lima orang bersenjata golok sudah mengepung. Santika mendengus melihat wajah-wajah kasar yang sudah amat dikenalnya. Wajah-wajah yang sama sekali tidak disukainya. Kini mereka berdiri dengan golok terhunus seperti musuh.
"Hati-hati, Mega. Mereka memiliki kepandaian yang cukup tinggi," bisik Santika.
"Aku tahu, Kakang," sahut Mega juga berbisik.
"Tinggalkan Mega di sini, dan kau boleh pergi!" seru Banulaga tanpa malu-malu iagi.
"Iblis!" seru Santika geram. "Banulaga, aku serahkan Mega kalau kau bisa melangkahi mayatku!"
"Anak tak tahu diuntung, berani kau menantangku, heh?!" geram Banulaga. Seketika itu juga dia mencabut sepasang golok kembarnya.
"Majulah, Banulaga!" tantang Santika.
Banulaga memberi isyarat pada lima orang yang mengurung Santika dan Mega. Seketika itu juga mereka berlompatan sambil mengibaskan goloknya. Santika yang sudah hapal tingkat kepandaian mereka tidak lagi sungkan-sungkan. Dia langsung mengerahkan jurus 'Ekor Naga Menggempur Gunung Karang'.
Pukulan-pukulan Santika begitu cepat dan berubah-ubah arahnya. Setiap pukulan yang dilancarkan memberikan dorongan angin yang kuat dan hawa dingin yang menusuk tulang. Salah seorang lawannya yang nekad maju, tak ayal lagi tubuhnya terlontar ke belakang, lalu ambruk terlentang. Keempat orang lainnya jadi ragu-ragu untuk melancarkan serangannya. Pukulan-pukulan Santika yang kuat itu membuat sekitar tempat pertarungan itu menjadi berantakan. Batu-batu hancur terkena pukulan yang nyasar, dan debu-debu beterbangan menghalangi mata.
"Awas, Kakang...!" tiba-tiba Mega Lembayung memekik keras.
Seketika itu juga Santika merunduk begitu merasakan angin deras datang dari arah belakangnya. Dan sebuah golok berkelebat cepat di atas kepalanya. Bersamaan dengan itu tangan kirinya bergerak cepat bagaikan kilat dan menghantam perut pembokong itu.
"Huk!" orang itu mengeluh pendek. Tubuhnya terjajar ke belakang.
Tanpa membuang kesempatan lagi Santika mengerahkan tenaga dalamnya dengan sebuah kibasan kakinya ke arah dada. Orang yang membokongnya itu terjungkal ke belakang, lalu roboh setelah punggungnya menghantam pohon besar hingga bergetar. Dari hidung dan mulutnya mengucur darah segar. Sesaat dia menggeliat, lalu diam tak bergerak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
9. Pendekar Rajawali Sakti : Manusia Bertopeng Hitam
ActionSerial ke 9. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.