BAGIAN 9

1.2K 56 0
                                    

Si Raja Ular langsung melenting ke luar. Dia berdiri tegak di tengah-tengah halaman yang luas dikelilingi tembok tinggi dan tebal. Banulaga, Resi Maespati dan Iblis Selaksa Racun pun sudah berdiri berjajar di belakangnya. Sementara malam terus merayap dengan sinar rembulan yang menerangi, dan halaman rumah Banulaga yang luas itu semakin terang oleh cahaya puluhan obor yang tertancap di beranda rumah dan sekeliling tembok.
"Setan keparat! Keluar kau!" teriakan si Raja Ular terdengar menggema di keheningan malam di antara dinding-dinding tembok yang tinggi. Raja Ular nampak tidak bisa lagi menahan amarahnya.
Keadaan kembali sunyi. Tak ada sahutan. Sementara satu per satu  orang-orang Banulaga mulai melangkah ke luar menuju halaman. Mereka mengambil posisi di belakang tokoh-tokoh sakti itu dengan golok terhunus. Banulaga pun telah siap dengan sepasang golok kembarnya. Hanya Resi Maespati dan Iblis Selaksa Racun yang tak bersenjata. Kedua tokoh sakti ini memang hanya mengandalkan ilmu silat tangan kosong dan kesaktiannya.
Pandangan mata si Raja Ular menebar ke sekeliling dengan tajam, telinganya pun terpasang penuh. Namun beberapa saat lamanya si penantang itu tak menampakkan batang hidungnya. Suasana pun semakin sunyi dan tegang.
"Pendekar Rajawali Sakti, keluar kau! Jangan bersembunyi seperti tikus got!" teriak si Raja Ular keras. Teriakannya yang disertai pengerahan tenaga dalam kembali  menggema ke segala penjuru. Beberapa saat kembali hening....
"Aku di sini...!"
Seketika semua menoleh ke atas. Dan sebuah bayangan melayang dari atap, melakukan salto dua kali, lalu meluncur cepat ke tanah. Si Pendekar Rajawali Sakti pun berdiri dengan gagah di hadapan Raja Ular. Gerakannya yang cepat tanpa menimbulkan suara sedikitpun menunjukkan tingkatan ilmunya yang benar-benar tinggi, hingga yang melihatnya terkesima takjub.
"Aku datang untuk menghukum kelaliman kalian!" suara Pendekar Rajawali Sakti terdengar mantap dan berwibawa.
"Setan! Apa kau kira dirimu dewa, heh?!"
"Jangankan dewata... manusia dan binatang sekalipun muak melihat tingkah polah kalian!"
"Keparat! Kurobek mulutmu!"
Si Raja Ular langsung memutar tongkatnya yang berkepala ular cobra. Deru angin semakin mengguruh dahsyat bersamaan tongkat itu berputar. Orang-orang Banulaga yang berada di belakang tokoh-tokoh sakti itu pun mencari tempat berlindung, mereka tak mau menanggung resiko tubuhnya terhempas oleh angin yang semakin kencang bagai topan.
Tubuh Rangga tak bergeming sedikitpun. Bibirnya masih
sempat menyunggingkan senyuman yang mengejek, hingga memancing Raja Ular lebih ganas lagi memainkan tongkatnya. Mendadak kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti mendorong ke depan, dan seketika dari telapak tangannya yang terbuka meluncur sinar kebiruan....
Blar!
Suara ledakan menggelegar keras begitu sinar kebiruan menghantam tongkat ular yang berputar cepat bagai baling- baling itu, lalu tubuh Raja Ular pun terpental ke belakang. Dia menggeram keras, lalu berteriak nyaring. Tubuhnya meluncur deras dengan ujung tongkat terhunus ke depan.
"Bagus, majulah, biar lebih mudah kupecahkan batok kepalamu!"
Pendekar Rajawali Sakti menggeser kakinya sedikit, lalu memiringkan tubuhnya ke kiri, dan benturan keras pun terdengar ketika tangan kanannya menyampok tongkat
berkepala ular itu. Tubuh si Raja Ular terlihat limbung, namun dengan cepat dia menguasai diri.
Raja Ular tercenung sesaat. Selama ini belum ada seorang pun lawannya sanggup menahan tongkat saktinya Tapi kali ini tongkat saktinya tak berarti apa-apa. Pendekar Rajawali Sakti masih mampu berdiri dengan tegar.
"Hmmm... aku harus menggunakan jurus 'Sengatan Cobra
Hitam'," gumam si Raja Ular.
Resi Maespati tertegun melihat  si  Raja Ular membuka jurus 'Sengatan Cobra Hitam'. Dia tahu kalau itu adalah jurus simpanan yang hanya  akan dikerahkan kalau si Raja Ular benar-benar menghadapi lawan yang sulit ditandingi.
Rangga sadar kalau jurus yang akan dikeluarkan si Raja Ular kali ini amat  berbahaya. Dia segera membuka  jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', satu jurus tingkat akhir dari
rangkaian jurus Rajawali Sakti. Dalam waktu singkat kedua telapak tangannya berubah merah membara bagai terbakar. Sementara tangan si Raja Ular berubah menjadi hitam kelam dengan matanya semakin bulat mengecil.
"Sss...," si Raja Ular mendesis dengan  lidahnya yang bercabang menjulur bagai ular. Dia lalu menyerang Pendekar Rajawali Sakti yang juga sudah siap dengan jurus andalannya. Pertarungan adu kesaktian segera terjadi. Gerakan-gerakan si Raja Ular lebih banyak ke bawah, dia mengegoskan tubuhnya sebelum tiba-tiba melenting menyerang lawannya dari atas.
Rangga yang sudah banyak menghadapi tokoh rimba persilatan   tidak kaget lagi dengan jurus yang tengah dikerahkan oleh si Raja ular.  Dia selalu lebih dulu menguji kehebatan lawannya sebelum bertindak dan mengetahui kelemahannya, namun dengan tetap waspada tanpa mengendorkan pertahanan diri.
Pendekar Rajawali Sakti tidak menghindar begitu tubuh Raja Ular melenting ke atas, lalu dengan cepat meluruk menyerangnya. Dengan sigap dia menangkap dan menghentakkan tongkat yang menuju ke arah dadanya. Raja Ular pun terkejut, sama sekali tak menyangka Pendekar Rajawali Sakti akan mampu mencegat serangannya. Raja Ular segera berusaha menarik kembali tongkatnya, tapi cekalan tangan lawannya begitu kuat. Kedua tokoh sakti itu saling berhadapan berpegangan tongkat.
"Hsss...!" Raja Ular mendesis keras.
Rangga dapat merasakan ada getaran dan hawa dingin menjalar dari tongkat yang dipegangnya. Dia tahu kalau tongkat lawannya mengandung racun berbahaya yang bekerja sangat  cepat dan mematikan. Seketika itu  juga dia mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma'. Perlahan-lahan tangannya yang memerah berubah menjadi biru berkilauan. Cahaya biru itu merambat menyelimuti tubuhnya, lalu terkumpul kembali ke tangannya.
"Hsss, ahk!" Raja Ular merasakan ada  sesuatu yang menarik-narik di dalam tubuhnya. Satu tarikan yang semakin lama semakin kuat dia rasakan.
Raja Ular terkejut begitu menyadari kalau kekuatan itu mulai menyedot tenaga dalamnya. Raja Ular berusaha menarik tongkatnya, tapi sia-sia,  setiap tarikan tangannya semakin menyedot tenaga dalamnya sendiri.
Raja Ular pun segera menghimpun  hawa racun yang terkandung di dalam tubuhnya, lalu dia emposkan ke tongkat.
Seketika itu juga racun tersedot ke tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
"Huh, licik!" dengus Rangga.
Beruntung tubuh Pendekar Rajawali  Sakti sudah kebal terhadap segala jenis racun. Tapi untuk menjaga kemurnian aji 'Cakra Buana Sukma', dia mengeluarkan racun yang berada di tubuhnya melalui mulut. Asap hitampun lalu tampak mengepul, dan langsung hilang tersapu angin
"Edan!" dengus si Raja Ular. Dia seperti tidak percaya melihat kenyataan itu.
"Huh!" Rangga menyemburkan racun dari mulutnya dengan kencang ke wajah Raja Ular.
"Akh!" Raja Ular terkejut.
Buru-buru dia mencoba melepaskan kembali tangannya dari tongkat, tapi tangannya seolah-olah sudah terpatri. Raja Ular segera menyadari kalau tenaga dalamnya tersedot oleh Pendekar Rajawali Sakti. Asap racun yang berasal dari tubuhnya sendiri kini mengepul di depan mukanya.
"Aaakh...!" Raja Ular menjerit  melengking. Racun itu berbalik menyerang dirinya sendiri, lalu bekerja dengan cepat melelehkan tubuhnya. Dia menggeliat-geliat meregang nyawa. Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan pegangannya pada tongkat. Seketika itu juga tubuh si Raja Ular terjerembab ke tanah.
Tubuh Raja Ular yang sudah tak bernyawa itu kemudian mencair,   hingga berubah tinggal tengkorak.   Suasana di halaman rumah Banulaga pun dicekam oleh kengerian.

9. Pendekar Rajawali Sakti : Manusia Bertopeng HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang