4. Bayu Dan Kakak Kelas

116 18 9
                                    

Hanya suara radio yang mengalun menemani keheningan di malam minggu ini. Seperti apa rasanya malam Minggu? sementara aku hanya melewatinya dengan mendengarkan radio di kamar.

Jomblo! ah harusnya sih aku nggak jomblo  kalau aja aku terima Bayu. Kenapa ini, jangan bilang kamu nyesel Vi?

Nyesel nggak ya?

Aku memeluk guling sambil menambah volume radio saat lagu kesukaanku di putar.

Aku jadi merindukan teman-teman SMA-ku yang dulu. Gimana ya kabar mereka?

Juga cowok itu? cowok sipit itu, kalau saja dia kayak Bayu. Berani mengungkapkan perasaanya, mungkin aku rela pacaran diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuaku.

Eh kok jadi kepikiran cowok itu sih? pede banget lagi, udah yakin aja kalau itu cowok suka, kan belum tentu juga.

Kugeser lingkaran tempat bergantinya  Chanel pada radio. Mencari acara yang menarik, acara tangga lagu yang bakal muterin lagu-lagu hits dalam dan luar negeri di 10 peringkat teratas.

Sampai mataku ngantuk dan tak kuat lagi untuk tidak memejamkannya. Selamat malam ...

***

Hari sudah berganti dengan hari senin. 'I hate monday', begitulah umpatan yang sering kudengar.

Hari di mana rutinitas membosankan dalam seminggu dimulai. Huft!

Selepas upacara bendera di bawah terik matahari pagi, kami siswa kelas 2 memasuki ruangan.

Aku sudah menghuni mejaku, duduk tepat di sebelah Siska. Kulihat Bayu baru saja masuk kelas, tatapan kami bertemu. Aku tersenyum tipis padanya tapi Bayu--

"Selamat Pagi anak-anak!"

"Pagi pak!" sahut serentak seisi kelas, pada Pak Hadi--guru bahasa Indonesia kami.

"Baiklah buka halaman 56 buku paket kalian, kita akan mulai pelajaran."

Seisi kelas nampak tenang mengikuti kegiatan belajar mengajar di mata pelajaran bahasa Indonesia yang di bawakan Pak Hadi.

Entah mengapa di sela-sela menyimak materi yang di sampaikan Pak Hadi di depan kelas. Fokus ku terbelah antara memikirkan materi dan memikirkan---Bayu.

Aku mencuri pandang ke arah Bayu, yang duduk di seberang. Lama mataku menatapnya, namun dia tak juga membalas.

Apa Bayu marah? karena penolakkanku kemarin?

Bayu menoleh tepat saat aku masih memandanginya. Kami terdiam, aku sengaja ingin tahu apa reaksinya?

Dan--dia mengalihkan pandangan lebih dulu, lalu menatap ke depan seolah-olah memperhatikan pelajaran.

Ck!

Selama kurang lebih 2 jam, Pak Hadi mengajar akhirnya mau tak mau mengakhiri perjumpaan saat bel berbunyi.

Lalu meninggalkan segudang PR sebagai tanda kasih, untuk kami semua, murid-muridnya.

Biar nggak males kali ya? belajar kalau ada PR doang, sama!

Selepas pelajaran Pak Hadi, Ibu Tuti masuk ke dalam kelas dan membawa kabar gembira bahwa pelajaran sejarah kali ini kosong. Guru yang bersangkutan berhalangan hadir hingga meninggalkan tugas sebuah rangkuman materi yang di serahkan pada sekretaris kelas untuk dicacatkan di papan tulis.

Walau tetap saja ada tugas mencatat materi, raut-raut bahagia para siswa tidak bisa disembunyikan. Mereka merasa bebas.

Aku lagi-lagi menoleh ke arah Bayu. Dia tengah asik mengobrol dengan Winda. Sesekali dia melirikku lalu mengobrol lagi dengan Winda yang duduk tepat di depannya. Entah apa yang mereka obrolkan?

Dan apa itu? gelagat Bayu terlihat menjengkelkan. Seolah-olah sengaja.

Aku beranjak, melipir sebentar ke toilet. Padahal tidak kebelet juga, hanya ingin menghirup udara segar. Memangnya kenapa di kelas? gerah? entah mengapa gerak-gerik Bayu hari ini membuatku tidak nyaman.

"Di sini rupanya."

Suara itu membuatku menoleh.

"Masih berani ya kamu, hah!"

"Aw." Aku mengerang, rambut yang kugerai ditarik begitu saja oleh kakak kelas yang mengancamku kemarin.

"Lepasin!"

"Biar tau rasa!"

"Lepasin!" mataku berkaca menahan sakit. Kepalaku sudah mulai nyut-nyutan.

"Aku sama Bayu nggak ada hubungan apa-apa. Dia sempat nembak, tapi aku menolak!"

Dengan gerakan kasar dia melepaskan cengkraman. "Bagus!" katanya dan berlalu setelahnya.

Dalam hatiku memaki. Tingkahnya sebagai anak perempuan yang masih tercatat sebagai siswi SMA itu sudah seperti preman saja, urakan!

Apa orang tuanya tidak pernah mengajarinya? maaf kurasa aku terlalu emosi. Semua orang tua pasti mendidik anak mereka dengan baik.

Kurasa anak perempuan yang baru saja berbuat tidak menyenangkan tadi hanya terpengaruh pergaulan saja. Jika orang tuanya tahu anak gadisnya seperti itu di sekolah, kurasa mereka pasti juga akan sangat kecewa.

Aku mengatur napasku, mengusap air mata yang sempat jatuh menahan rasa sakit di kepala akibat ulahnya. Aku menormalkan semuanya sebelum kembali ke kelas.

***

Note: masa SMA Via, mengambil setting tahun 2000an ya, jd blm ada hp, klo pun ada hanya org tertentu saja yg punya. Apalagi sosial media ya.🤗

Via akan melalui masa SMAnya dulu, Sebelum akhirnya dipertemukan dengan pria bernama Eric.


Vote & komen

Terima kasih sudah mampir 🙏

Gelora RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang