6. kelulusan

84 18 26
                                    


HARAP TENANG ADA UJIAN !!

Tulisan kapur putih pada papan tulis itu terpampang jelas di pelataran sekolah. Sebagai peringatan untuk tidak ada kegaduhan, yang mungkin bisa menganggu konsentrasi peserta ujian akhir nasional, di sekolah kami.

Semua nampak tenang dalam ruangan. Semua terlihat serius mengerjakan soal ujian, masing-masing. Sulit mendapat kesempatan mencontek, Pengawasan sangat ketat.

Tiga mata pelajaran yang diujikan ini menjadi penentu. Aku berharap aku bisa menaklukan ketiganya. Dan Lulus dengan nilai baik.

Semua menunduk, terpusat pada selembar kertas ujian di meja. Berpikir, menelusuri otak untuk menemukan jawaban, atas setiap soal yang menari di depan mata.

Semalaman aku sudah belajar, tapi ada saja soal yang tidak aku mengerti. Aku melayangkan pandangan ke sekitar, lalu menunduk lagi. Pegawas di depan langsung menatapku. Sial!

Ketenganggan ini sudah berlangsung selama 3 hari. Aku ingin segera berakhir, aku ingin segera lulus.

Tapi bakalan pisah sama temen-temen, terutama Siska. Aku melirik ke arahnya, kebetulan kami satu ruangan. Dia juga melirikku. Tak menyia-nyiakan kesempatan aku bertanya jawaban soal padanya. Siska memastikan keadaan aman terlebih dulu, lalu mengacungkan telunjuknya. Aku paham dan segera membulati penuh jawaban dari salah satu pilihan dengan pensilku.

Kami punya kode rahasia yang hampir semua siswa paham dalam menggunakannya, seperti saat ujian begini.

Hari ini, menjadi hari terakhir untuk mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional tahun ini. Aku tak percaya sebentar lagi aku akan lulus SMA.

Aku akan segera menanggalkan seragam putih abu-abu ini, berserta kenangannya yang tidak akan pernah bisa diulang.

Pasti aku akan merindukan semua itu. Merindukan apa saja yang terjadi di masa-masa paling indah---Masa putih abu-abu.

**

Pagi ini cerah, secerah hatiku yang dinyatakan lulus oleh pihak sekolah. Semua, tidak terkecuali. Semuanya lulus.

Sorak sorai terdengar dari seluruh penjuru sekolah, semua merayakannya dengan sukacita. Semua gembira menyambut kelulusan mereka.

Aku pun begitu, memeluk erat Siska. Teman satu bangku yang selama dua tahun ini menjadi teman dekatku.

Pelukan haru dan penuh arti. Hingga membuat mataku berkaca. Setelah ini kami akan berpisah?

"Dengar semua!" suara salah satu teman sekelas menginterupsi.

"Kita akan buat kenang-kenangan ya...." Teman sekelasku ini mengangkat salah satu tangan di udara, dengan beberapa spidol di genggamannya.

"Are you ready?!"

Seisi kelas bersorak, bak gayung bersambut.

Sesaat kami sudah disibukkan dengan saling menoreh spidol di baju putih kami.

Semua bergantian saling mencoretkan sesuatu di baju temannya, entah itu tanda tangan atau sepatah dua patah kata.

Untung aku bawa jaket, jadi bisa ditutup jaket setelah ini. Nggak kebayang kan pulang naik angkot dengan baju yang udah awut-awutan.

"Vi, gue dong," kata salah satu teman cewek di kelasku memintaku untuk mencoretkan sesuatu di bajunya, sebagai kenang-kenangan. Begitupun sebaliknya.

"Yei ... thank you ya." Dia lalu mencium pipiku kanan kiri. "Sukses ya...," katanya lagi sebelum beranjak dari hadapanku.

Aku tersenyum. "Sukses juga buat kamu."

Sepeninggalnya, Bayu mendekat.

"Vi...." Bayu menyodorkan spidolnya padaku. Sejak momen penolakan itu kami jadi jauh. Bayu seperti menjaga jarak. Lebih tepatnya, aku atau pun Bayu, kami sama-sama menjaga jarak. Itu membuat kami sedikit kaku.

Aku menerima spidolnya, sambil menatap wajah dengan pesona yang tidak pernah luntur itu.

"Aku tulis di mana?"

"Di sini aja," tunjuknya pada bagian dada sebelah kiri.

Tanpa pikir panjang aku menuliskan sesuatu di seragam putinya. Hanya kata-kata sederhana.

Sukses Bayu! - Via

Aku merasakan getaran itu. Saat aku menulis sesuatu di dada Bayu, dia---menatapku lekat.

Selesai, aku mendonggak ke arahnya. Mata kami bertemu. Aku tersenyum tipis untuk menghalau rasa canggung.

Kuulurkan spidol tadi padanya. "Gantian."

Aku memutar tubuh agar dia bisa menuliskan sesuatu di punggungku. Rambut yang kugerai aku tarik kedepan, memberi ruang pada Bayu.

Sesaat dia menuliskan sesuatu di seragam putihku bagian bawah bahu. Entah apa yang dia tulis? aku belum bisa membacanya sekarang.

"Makasih ya, Vi."

Aku sudah berbalik menghadapnya. Kami sejenak terdiam.

"Woi, Bay!" Bayu sudah ditarik teman-temannya. Kulihat Bayu dikeroyok, maksudku diserbu temannya secara bersamaan untuk ikut mencoret baju seragamnya. Bayu tertawa.

Aku masih memperhatikannya. Kami hampir saja punya satu kisah jika saja aku menerimanya. Tapi tidak, tidak semua harus berakhir dengan sebuah kisah.

Pandanganku berpindah ke seluruh ruangan, semua sibuk dengan menoreh kenangan satu sama lain. Senyum, tawa menghiasi wajah mereka.

Aku tertunduk, semua rasa bercampur jadi satu, senang, sedih, haru, juga kehilangan.

Dan ... jalan masih panjang.

***

Lega klo bisa update tuh

Ikuti terus ya ...

Via udah lulus SMA, otw ketemu Eric, nih.

Vote & komen

Terima kasih sudah mampir 🙏

Gelora RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang