Part 1

8.8K 890 31
                                    

Saga Sesil

###

Part 1

###

Saga mendorong tubuh Sesil menempel di dinding lorong menuju toilet yang sepi. Mengurung tubuh Sesil dengan lengan menempel di tembok. Ada seorang pengawalnya yang mengawasi di ujung lorong. Memastikan siapa pun tak mengarah ke toilet restoran.

"Jadi, Anda nona Sesilia Nada? Tunangan Dirga Bimantara."

"Lepaskan tangan kotormu dariku!" hardik Sesil. Tatapannya tampak tegas penuh peringatan akan sikap lancang Saga yang berusaha mengintimidasi dirinya. Ia bisa saja mendorong dada Saga menjauh, tapi ia tahu kekuatan wanitanya tak akan melebihi pria itu. Dengan tubuh menjulang tinggi, berotot, dan kekar. Tubuhnya akan remuk jika pria itu berniat bersikap kasar. Tatapan dan sikapnya menunjukkan bahwa pria itu tipe manusia yang tak akan segan-segan menyakiti seorang wanita.

"Ternyata kau memiliki warna mata yang indah." Saga mendekatkan matanya. Lalu tatapan tak senonohnya turun ke bibir Sesil. "Juga bibir yang sangat lembut."

Sebagai wanita, Sesil tahu itu bukanlah pujian. Tatapan dan kata-kata Saga sengaja ditujukan dengan niat melecehkan. Tangan kanannya terayun menampar pipi Saga. Menjadi keputusan yang salah karena Saga menangkap pergelangan tangannya sebelum menyentuh kulit Saga.

"Pilihan yang salah, Sayang." Saga mengakhiri peringatannya dengan memaku kedua tangan sesil di tembok, bersamaan kepalanya menunduk dan menempelkan bibirnya di bibir Sesil. Melumatnya dengan sangat puas dan membuat rontaan Sesil tak berarti apa pun.

Saga tersenyum ketika ingatan tentang kenangan pertamanya bertemu dengan Sesil kembali melintas. Kejadian itu sudah berlalu satu bulan yang lalu. Tetapi, bagaimana lembut dan hangatnya bibir Sesil masih terasa begitu jelas di bibirnya. Tanpa sadar, jemarinya mengusap-usap bibir bawahnya. Meresapi setiap sisa-sisa keintiman yang pernah tertinggal di sana.

"Di mana ini?" Pertanyaan Sesil memecah lamunan Saga. Kepalanya berputar memandangi keadaan lingkungan di sekitar mobil. Pekarangan yang luas, air mancur di tengah taman, dan rumah tingkat dua yang megah itu jelas bukan kediaman pamannya.

"Rumahku," jawab Saga lugas. Mobil berhenti tepat di halaman depan rumahnya dengan pengawal dan pengurus rumah tangga yang siap menyambut kedatangan mereka.

"Rumahmu? Kenapa kau tidak membawaku pulang ke rumah pamanku?"

"Kau tinggal di sini."

"Apa?" Sesil terpaku. Dalam sehari, informasi yang diberikan Saga bisa membuatnya terkejut sepuluh kali. Namun, tinggal di rumah Saga sama seperti sepuluh kali lipat kejutan yang diberikan Saga selama tiga hari ini.

"Ya, kita tinggal bersama."

"Tapi kita belum menikah."

"Kita akan menikah. Besok."

"Apa?" Sesil tak akan tersinggung jika orang menyumpahi ekspresi konyol dan bodohnya saat ini.

"Persiapannya sudah sembilan puluh persen selesai. Tapi, dengan keadaanmu seperti ini, sepertinya semua harus dibatalkan."

Dada Sesil terasa sedikit melonggar, meskipun hanya untuk sedetik.

"Jadi, kita hanya akan menikah secara pribadi," lanjut Saga.

"Apa maksudmu secara pribadi?"

"Hanya kita berdua, Alec, dan pendeta yang datang di pernikahan kita." Saga lebih dulu keluar dari mobil.

"Saga, sepertinya kita harus bicara."

"Ya. Apa kau butuh sesuatu? Sepertinya kau butuh perawatan di wajah agar wajahmu tampak lebih cerah dan segar besok di hari pernikahan kita. Ini momen paling penting sekali seumur hidup yang biasanya diabadikan oleh kalian para wanita, bukan?"

New Story Saga and Sesil (Tersedia di Google Play Book & Kubaca)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang