(10) A Bowl of Memories

1.7K 272 10
                                    

Dapur ini meskipun tidak seluas yang dimiliki keluarga Barata tetapi peralatan memasaknya lebih lengkap. Segaris senyum menghiasi wajah kalem gadis yang rambut panjangnya dikuncir ekor kuda. Tak henti-hentinya Amanda berdecak kagum di sana. Menerawang jauh betapa ia akan betah berjam-jam memasak.

Namun, saat melihat pada kertas yang berisi daftar menu yang diberikan oleh Bu Sima, lagi-lagi perasaannya menjadi sensitif. Menu sarapan yang tertulis di sana seperti makanan yang disukai Aurel saat ia sedang tidak enak badan. 

Sebisa mungkin Amanda harus menguasai perasaan yang campur aduk ini. Apalagi ini adalah hari pertamanya bekerja. Ia mulai menaruh panci stainless yang berisi beras dalam rendaman air dengan daun salam di dalamnya. Menunggu beras matang, gadis itu sibuk menyiapkan bumbu untuk membuat kuah kaldu ayam kampung.

Saat mengaduk-aduk bubur agar tidak gosong, masih saja ia teringat majikan kecilnya. Lagi-lagi Amanda kalah terbawa perasaan, mengenang gadis kecil yang ia sayangi. Apalagi saat menuang bubur pada mangkuk saji, membayangkan sebentar lagi akan menyuapi Aurel dengan bubur ayam kesukaan.

"Kenapa Manda? Kok kelihatannya sedih? Nggak kerasan ya di sini?" Bik Sima tiba-tiba datang ke dapur untuk mengecek kondisi Amanda di hari pertama bekerja. 

"Nggak apa-apa, Bu." Cepat-cepat Amanda menghapus air mata yang baru saja membasahi pipinya. "Ini menu sarapan buat Tuan … Bapak … maksud saya, buat Mas Edgar, sudah jadi."

Amanda mulai panik saat Bu Sima mengambil seujung bubur dari panci dengan sendok untuk dicicipi. Tak lupa perempuan lima puluh tahunan itu mencoba kuah kaldu dan ayam suir yang sudah jadi. 

"Enak juga. Mas Edgar nggak salah pilih orang," ucap Bu Sima lalu tersenyum. "Kamu tata sebagus mungkin di meja makan. Lalu kamu bersihkan dapurnya kembali. Ya sudah, Ibu tinggal dulu untuk mengecek bagian laundry."

"Baik, Bu. Terima kasih," ucap Amanda kemudian dengan cekatan melakukan instruksi yang diberikan Bu Sima.

Setelah menata menu sarapan di meja makan, Amanda kembali ke dapur untuk mencuci perlengkapan masak yang baru saja dipakai. Baru saja ia meletakkan panci yang masih basah itu ke rak sebelah wastafel, terdengar suara Edgar memanggilnya.

Dengan perasaan campur aduk, gadis itu berjalan gontai menuju ruang makan, di mana ada Edgar duduk sendiri di kursinya. Pikiran Amanda mulai ke mana-mana, khawatir jika hasil pekerjaan di hari pertama ini tidak memuaskan majikan ketiganya.

"Manda, coba lo cek lagi apa yang lo hidangkan buat gue pagi ini. Kayaknya ada yang kurang." Suara bariton Edgar sukses membuat Amanda gemetaran. 

Gadis itu mengecek satu persatu, hingga akhirnya menemukan ada bahan pelengkap yang tertinggal. "Iya maaf, kerupuk udangnya ketinggalan, Pak. Eh, Mas."

"Manda, coba cek lagi. Ini lebih penting daripada kerupuk udang," balas Edgar kesal. "Lo mau biarin gue kehausan?"

"Ya ampun. Maaf, Mas. Sebentar saya ambilkan." Amanda bergegas menuju dapur sambil sibuk menyalahkan dirinya karena lupa tidak menyuguhkan air minum di meja makan.

"Manda." Panggilan Edgar menghentikan langkah Amanda.

"Iya nanti sekalian saya ambilkan kerupuk udangnya," jawab Amanda cepat.

"Sekalian ambil mangkok,sendok, dua gelas kosong."

Amanda bergegas ke dapur, mengambil apa saja yang diminta oleh tuan rumahnya. Kemudian kembali ke ruang makan dengan nampan berisi pesanan Edgar.

Selesai menuangkan air minum ke gelas lalu diletakkan tak jauh dari jangkauan Edgar, gadis itu pamit untuk kembali ke dapur. Namun, lelaki yang baru saja menenggak airnya, lagi-lagi memanggilnya.

"Lo makan di sini. Biar gue nggak repot manggil-manggil elo di dapur. Duduk!" perintah Edgar sambil menunjuk salah satu kursi makan kosong tak jauh darinya.

"Tapi …."

"Gue bilang duduk terus makan!"

Amanda refleks menundukkan kepala lalu dengan terpaksa duduk di kursi makan. Mengambil menu sarapan yang baru saja dimasaknya. 

Saat lelaki itu menyuapkan sesendok bubur ayam ke mulut bercampur dengan gurihnya kaldu, seketika ia merasa kembali seperti masa saat sang ibu masih hidup. Ketika ia sakit, mendiang sang ibu akan membuatkannya hidangan ini. Entah bagaimana masakan Amanda tak jauh berbeda dengan apa yang dimasak penuh cinta oleh sang ibu, dulu.

****

Akhirnya selesai jugaa daan seperti biasanya telat update

Semoga sukaa yaa

Happy reading

Thanks for support me with giving me vote and comment ❤️❤️❤️

After Years GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang