(24) Give Up

1.4K 255 18
                                    

Perbincangan via Skype berakhir. Perkataan Sonya terus berputar di kepala Amanda. Lelaki masa kecilnya ternyata benar bernama Prayoga Winata, kakak dari klien Edgar yang akan datang esok pagi. Rasa sesak memenuhi rongga dada gadis yang masih termenung di depan layar laptop. 

Teringat masa kecilnya, Yoga yang selalu melindunginya saat teman-teman bermain di sekitar rumah mengolok-oloknya karena tidak punya ayah. Beberapa teman perempuannya mengoloki dan memanggilnya dengan sebutan 'anak rewang'. Yoga yang selalu maju melindungi gadis kecil yang terus meringkuk menangis. 

"Main denganku saja, ya," tawar Yoga lalu membantunya berdiri. Mengusap air mata yang membasahi pipi Amanda sewaktu kecil.

Pernah saat keluarga Winata pulang belanja dari supermarket, Yoga selalu membawakan es krim vanila kesukaan Amanda. Mereka makan bersama-sama saat kedua orang tua Yoga sudah masuk kamar. Lelaki imut itu mengetuk pintu kamar pembantu di mana Sukma dan anaknya tidur di sana. Mengajak Amanda kecil keluar kamar menuju taman belakang, menikmati es krim bersama-sama. Mengelap sisa ceceran makanan manis di sekitar bibir gadis imut di sebelahnya. 

"Enak es krimnya. Ini yang paling enak," ucap Amanda kecil senang. 

Yoga kecil terus memandanginya sambil tersenyum. Sesekali mencubit salah satu pipi gadis mungil di sebelahnya. Mengusap rambut panjangnya dengan lembut. "Nanti aku belikan lagi ya, Manda. Kita makan diem-diem kayak biasanya. Oke."

Kini, semua kenangan indah masa kecil Amanda harus dipendam sedalam-dalamnya. Yoga teman kecilnya kini sudah menjadi pria sukses mewarisi perusahaan yang dirintis sang ayah. Bertransformasi menjadi pria tampan dan sebentar lagi akan menikah dengan anak mantan menteri negeri ini. Amanda terus merutuki nasibnya, ia hanya sebutir debu jika disandingkan dengan calon istri Yoga.

Teringat dulu sang nyonya rumah, majikan pertamanya, yang selalu memarahi anak sulungnya jika seringkali kedapatan bermain dengan anak salah satu pembantu di rumahnya. Pernah saat itu, Yoga mengajarinya bersepeda roda dua, karena gadis kecil itu baru belajar maka sering terjatuh. Amanda kecil yang ringkih itu bolak-balik menangis, mengusap bagian tubuhnya yang terluka. Namun, Yoga dengan telaten merawat lukanya dan menghibur hatinya, tidak memperdulikan panggilan sang ibu. Lelaki menyemangati Amanda agar terus berani mencoba bersepeda lagi. Meskipun sepulang bermain, Yoga kecil akan mendapatkan ibunya marah dan memukulnya dengan rotan.

Masih dengan sisa isakan, Amanda berusaha berpikir kembali. Jika semua kenangan itu sudah terjadi begitu lama, hampir lebih dari tiga belas tahun. Tidak ada yang bisa memastikan, seperti apa Yoga-nya sekarang. Tiga belas tahun bukanlah waktu yang singkat, tentunya akan banyak yang berubah dari Yoga. Bisa saja lelaki itu tak mengenalnya lagi bahkan melupakannya.

"Manda, lo mau tidur di ruang baca?" Suara Edgar berhasil membangunkan Amanda dari lamunan masa lalu.

Segera, ia mengusap sisa-sisa air matanya lalu bangkit berdiri dari kursi. 

"Iya, Mas. Sebentar lagi saya ke kamar. Terima kasih banyak, Mas, sudah mempertemukan saya dengan keluarga Barata," ucap Amanda tulus. Masih tertangkap di telinga Edgar ada sisa kepedihan di suara Amanda.

"Lo kumat pake 'saya' lagi. Ya sudah sana tidur. Besok gue tunggu Japanese soft cheese cake-nya."

"Baik, Mas. Aku permisi dulu. Sekali lagi terima kasih," ucap Amanda lirih. Terdengar tak ada lagi semangat dalam dirinya.

Langkah gadis murung itu terhenti. Membalikkan tubuh ke arah Edgar yang masih berdiri dekat meja.

"Mas, aku pulang saja ya ke Surabaya. Atau ikut keluarga pakde dan budeku di Blitar. Aku ingin pulang," kata Amanda sendu dengan kepala tertunduk seperti biasanya. Meremas-remas jemari seolah ia benar-benar kehilangan harapan di ibukota. 

"Rencana lo apa kalo mau balik ke Surabaya? Apalagi balik ke Blitar?" tanya Edgar tegas. Meski Gadis di hadapannya tak menatap ke arahnya.

Hanya gelengan kepala yang lelaki itu dapatkan dari respon Amanda. Membuatnya memutar bola mata dengan malas sekaligus gemas. Betapa naifnya gadis ini.

"Gue nggak akan kasih ijin lo pulang. Selain karena lo belum sebulan kerja di sini, gue nggak bakal ngebiarin lo pulang tanpa ada rencana yang jelas. Apalagi Bu Sonya sudah kasih pesan ke gue buat jagain lo. Jadi gue nggak kasih lo ijin pulang. Ngerti?!"

🌻🌻🌻🌻

Sby, 251019

Wah telat upload lagi. Seharusnya hari ini sudah part 25 😆

Sibuk prepare besok ke Jakarta lagi 😂

Happy reading yaaa

Maaf kalo part ini lagi-lagi garing 😔

Please send your love and support to me with vote and comment yaa 🥰🥰🥰

Thank you ❤️❤️❤️

After Years GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang