Barra mulai melucuti pakaian Killa seraya terus memberikan kecupan basah di sekitar wajah juga bahu istrinya. Setelah pakaian Killa terlepas sepenuhnya, Barra mulai mengisap bak vampir di bagian leher. Barra pernah bilang, bagian leher dan bibir Killa itu yang paling bisa membuatnya terangsang.
Killa menahan desahannya sebisa mungkin. Barra tidak suka suara desahan, Killa tahu itu.
Secara tidak sengaja milik Barra bergesekan dengan inti tubuh Killa. Membuatnya mengerang gelisah. Killa pun sama. Tangan Killa membantu ia untuk melepaskan kaus yang dipakai Barra. Bagian bawah perut Barra itu yang paling Killa suka. Barra memiliki tubuh yang cukup atletis. Meskipun, dia bukan atlet. Dia gemar berolahraga. Killa tahu itu. Olaharaga renang rutin setiap minggunya.Tangan Killa menyentuh bagian perut Barra secara perlahan lalu mulai turun hingga ke bawah. Killa suka menatap wajah Barra yang penuh gairah, juga bibirnya yang berdesis kenikmatan. Seakan Killa sedang didewikan oleh dirinya.
Selanjutnya yang terjadi begitu apa adanya, mengalir bagai air. Mereka menyatu, bergerak berlawanan diiringi deru napas yang semakin memberat karena desakan klimaks yang akan segera tumpah ruah. Barra memeluk erat tubuh mungil Killa. Tak memberikan jarak sedikit pun untuk tubuh mereka direnggangkan.
Killa suka saat penyatuan itu berlangsung. Karena bukan hanya bagian bawah mereka yang menyatu, tapi juga hati mereka.
"I love you..." Barra berucap setengah terengah. Pergerakan tubuhnya semakin cepat, liar, dan tak terkendali. Killa mencengkeram lengan Barra lalu melengkungkan tubuhnya saat puncak itu tercapai, sedangkan Barra masih bergerak mengejar pelepasannya hingga ia meneriakkan nama Killa baru lah hujamannya berhenti secara perlahan. Namun, Barra tidak mau menyingkir dari atas tubuh Killa. "Aku lupa pakai pengaman."
Killa tersenyum, membelai wajahnya yang penuh peluh. Udara AC seakan tidak mempan untuk meredakan panas di sekujur tubuh mereka.
"Kamu masih suntik, 'kan?"
Killa mengangguk.Kadang, Killa bingung dengan apa yang dipikirkan Barra. Suaminya itu benar-benar ajaib.
Waktu itu saat Al dan Rere masih berusia hampir satu tahun, Barra ingin Killa cepat-cepat hamil lagi. Katanya, ingin mereka mempunyai banyak anak agar suasana rumah menjadi sangat ramai, apalagi melihat kebahagiaan yang tercetak di wajah Atta dan Vei membuat Barra selalu ingin memberinya cucu lagi dan lagi. Namun, pemikirannya tiba-tiba berubah tiga bulan yang lalu.Tiba-tiba Barra meminta Killa untuk suntik KB agar tidak hamil. Entah apa alasannya. Barra tidak memberitahu Killa secara detail.
"Love you..." Barra masih menciumi bibir Killa setelah berguling ke samping. "Really love you."
Hampir setiap hari, Barra tidak pernah absen mengatakan kalimat itu.
Hidup mereka benar-benar sempurna.
Tok... tok... tok...
Suara pintu kamar diketuk diikuti panggilan Heksa memanggil Barra dan Killa. Mereka segera turun dari ranjang. Killa memungunguti pakaiannya lalu mulai memakainya dengan cepat, sedangkan Barra sudah memakai boxernya. Dengan bertelanjang dada, Barra membuka pintu kamar setelah memastikan pakaian Killa sudah dikenakan dengan rapi.
"Papa!" Heksa memeluk tubuh Barra sambil membawa guling dalam dekapannya. "Lampu kamar Heksa mati."
"Masak, sih?" Barra bertanya tidak percaya lalu mengecek ke kamar Heksa. Killa mengikutinya dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
All Out of Love 2
RomanceYoung-adult (tamat) ✔ Bagi Barra, mencintai Killa itu seperti bernapas yang setiap detiknya selalu dihela. Killa sudah menjadi candunya, bahkan termasuk ke dalam salah satu hal vital yang terjadi dalam hidupnya. Sedangkan bagi Killa, sosok Barra tak...