"Kamu tetap sama saja. Tetap menyepelekan hal-hal penting."
-Akilla Ainina Gardiawan-
°°°°°°°°°°
"Apaan, sih, Barra?!" teriak Killa tidak terima. Menaruh kembali kotak yang Barra berikan padanya. "Aku nggak mau, ya. Kamu dateng sendiri aja sana."
"Ya, ampun, Killa." Barra mengusap wajahnya. "Kalau aku dateng sendiri, dikira aku nggak punya pasangan. Bayangin aja! Aku, CEO perusahaan dateng ke acara nikahan sahabatku dengan tanpa pasangan di samping aku. Bisa kamu bayangin nggak artikel apa yang bakal terbit besok?"
Killa melipat kedua tangannya di depan dada. "Kamu juga, salah. Kenapa baru bilang tiga jam sebelum acara. Emangnya si Vero nggak ngasih undangan ke kamu?"
"Ngasih, sih," Barra menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dari jauh-jauh hari, Vero sudah mengambil cuti untuk hari pernikahannya. Sekitar tiga bulan yang lalu. Dan satu bulan yang lalu juga undangan pernikahan Vero sudah disebar luaskan. Namun, entah karena terlalu banyak yang Barra pikirkan atau entah karena apa. Barra melupakan hari sakral itu. Dan sekarang lah hari itu berlangsung. "Aku beneran lupa, sumpah."
"Aku belum siap-siap. Terus nanti siapa yang jagain Al sama Rere? Mereka masih kecil. Nggak mungkin aku ninggalin mereka berdua sama Heksa yang juga sama-sama masih kecil," Killa mendengus. Duduk di tepi ranjang, masih dengan tangan yang terlipat di depan dada. Pandangannya menatap Barra tajam. "Kamu mending berangkat ke sana sendiri deh, Barr."
"Anak-anak nanti bisa kita titipin ke Papa sama Mama." Barra masih berusaha untuk membujuk Killa agar menjadi pasangannya di pesta pernikahan Vero.
"Kamu pikir anak-anak kita itu barang yang bisa dititip-titipin? Hem!"
"Astaga, Killa." Barra selalu saja salah di mata Killa. Sebenarnya, salah Barra juga yang baru memberitahu hal itu sekarang.
"Terserah. Kamu mau apa," ucap Killa bersiap akan melanjutkan pekerjaan rumah tangganya. "Kamu urus aja urusan kamu sendiri."
Sebelum Killa melangkah lebih jauh. Sebelum Killa membuka kenop pintu kamar mereka lalu kembali pada rutinitasnya, Barra terlebih dulu meraih tubuh mungil Killa. Memeluknya dari belakang. Barra menempelkan dagunya di bahu Killa dengan nyaman. Aroma khas tubuh istrinya itu selalu menjadi parfum terfavorit yang pernah ia hirup.
"Lepas, nggak!"
Jangan kaget, jika Killa nada suaranya tinggi dan sikapnya terkesan kasar pada Barra. Itu merupakan faktor dari ibu menyusui. Kadang, Killa bisa sangat sensitif. Apa-apa ditangisi lalu kadang juga bisa marah-marah tidak jelas. Barra pernah berkonsultasi pada dokter dan itu wajar karena pengaruh hormon ibu menyusui, apalagi Killa bukan hanya menyusui satu orang anak saja. Tapi, tiga. Hah? Tiga?
Ya, Barra termasuk.
"Jangan gambek," lirih Barra seraya mengeratkan pelukannya. "Aku beneran lupa, sumpah."
KAMU SEDANG MEMBACA
All Out of Love 2
RomanceYoung-adult (tamat) ✔ Bagi Barra, mencintai Killa itu seperti bernapas yang setiap detiknya selalu dihela. Killa sudah menjadi candunya, bahkan termasuk ke dalam salah satu hal vital yang terjadi dalam hidupnya. Sedangkan bagi Killa, sosok Barra tak...