"Malam Itu."

19 1 0
                                    

"Apa aku tanya saja ya mimpiku sama Nino?" pikirku bingung. Kemudian " Nanti pulang kamu bareng aku aja, sekalian bantu aku kerjain tugas." katanya. Aku menyetujui tawaran Nino, karena kupikir apa salahnya membantu orang lain. Selesai kelas Nino dan Rino sudah menunggu di depan kelas.

"Rin, aku ga pulang sama kamu ya." kataku. "Kenapa ? lu mau pulang sama si aneh ?" katanya. " Namanya Nino." kataku sambil meninggalkan Rino. Ku pikir kita mau ke rumahnya, namun Nino mengajakku ke sebuah hutan.

"Apa mimpiku akan menjadi kenyataan?" pikirku. Nino langsung mengajakku masuk kedalam hutan itu. " Kita mau ngapain Nin ?" kataku. "Katanya kamu mau bantuin kerjain tugas ?" katanya.

Pikiranku tetang mimpi itu akhirnya hilang. Ternyata Nino hanya ingin mencari daun untuk tugas labnya. "Ah bodohnya aku." pikirku. Setelah selesai, Nino langsung mengantarku pulang. Kupikir kita akan pergi ke rumahnya untuk mengerjakan tugasnya, ternyata dia hanya memintaku menemaninya mencari objek saja. "Ya sudahlah" kataku dalam hati.

Seperti biasa aku masuk kamar dan membasuh tubuhku. Setelah selesai, aku pergi ke kamar ibu. Ibu sedang memegang sebuah buku. Penasaran, akhirnya aku menghampirinya. Ibu terkejut dan langsung menyimpan buku itu dibalik bantalnya.

Aku tau ibu menyembunyikan sesuatu, dan aku tidak ingin menunjukkan rasa penasaranku saat ini pada ibu. Jadi aku berpura pura saja tidak tahu. " Ada apa nak ? kamu sudah pulang ?" kata ibu. " Sudah bu, ibu bagaimana keadaannya ?" tanyaku.

"Puji Tuhan sudah membaik, maaf ya nak ibu menyusahkanmu." kata ibu dengan suara pelan. "Tidak bu, ibu tidak merepotkan sama sekali." kataku sambil tersenyum. Lalu aku membaringkan ibu lagi di ranjangnya dan beristirahat sejenak. Saat aku keluar dari kamar ibu, tiba tiba Asher sudah berdiri di depan kamar.

"Ibu lagi istirahat sher." kataku mencegah Asher masuk. "Aku mau ngomong sama cici." kata Asher. Aku langsung mengajaknya ke kamarku, " Akhirnya Asher mau terbuka denganku." pikirku dalam hati mengharapkan Asher bercerita tentang kejadian malam itu. Awalnya Asher hanya bilang mau ngobrol saja, tapi aku sangat penasaran dengan kejadian malam itu.

Jadi ku coba mengorek informasi dari Asher secara tidak langsung. Asher adalah satu satunya orang yang tidak dapat menyembunyikan sesuatu terutama dariku. Belum juga memulai ceritanya, Asher hanya mengatakan ia takut. " Takut apa ?" kataku bingung.

"Ci,pokoknya cici harus hati - hati, banyak orang yang tidak baik disekitar cici." kata Asher. Aku hanya terdiam," Kenapa dia bisa berpikir seperti itu? Siapa yang dimaksud Asher ?" pikirku bingung dalam hati. " Tak tahan dengan rasa penasaran yang begitu kuat, " Emang sebenarnya apa yang terjadi malam itu ?" tanyaku. Tanpa mengucapkan sepatah kata, kemudian Asher pergi meninggalkan ruangan.

Aku semakin kebingungan, "Tok.. Tok..Tok.." ada yang mengetuk pintu kamarku. "Masuk!" kataku. "Oh ada apa bi ?" tanyaku. " Besok kamu ga usah kuliah dulu ya Nas." Kata bibi.

" Lho, emang kenapa bi?" tanyaku bingung. " Udah pokoknya kamu besok ga usah ke kampus dulu ya Nas." kata bibi mengulangi perkataannya.  Akhirnya aku menyetujuinya, namun apa ini berkaitan dengan yang Asher katakan  padaku ? Kenapa belum lama Asher berkata seperti itu, tiba tiba bibi datang dan melarangku pergi ke kampus.

" Aneh." pikirku. Tak memikirkannya lagi, kemudian aku melanjutkan tugas kuliahku yang sudah menumpuk. Karena dirawat, alhasil aku banyak tertinggal pelajaran. Tugas yang menumpuk itu terasa sangat memberatkanku. " Halo.. Elma! mau kerjain tugas paper bareng ga ?" kataku mengajak Elma mengerjakan tugas kuliah itu bersama.

"Oh.. ga bisa Nas, gua lagi diluar ni. sorry ya." kata Elma menolak ajakanku. Ya mau apa lagi, belum aku menutup telepon. Tiba - tiba ada gerungan motor, suaranya sama seperti motor Rino. Aku langsung melihat keluar jendela, dan ya benar itu dia.

Aku langsung turun, "Ngapain Rin?" tanyaku. "Katanya mau kerjain tugas bareng kan ? " katanya. "Lho perasaan tadi aku ajak Elma, kenapa yang dateng Rino?" pikirku dalam hati. Aku langsung mengecek riwayat teleponku, " benar kok aku telepon ke Elma."

Penasaran akhirnya aku menanyakannya pada Rino, " Kok kamu tau aku ngajak kerjain paper bareng ?" tanyaku. "Oh iya, tadi gua lagi pergi sama Elma. terus dia telepon pake speaker, jadi ya gua denger terus minta dianter kesini." kata Rino. "Lho kok cepet banget ya? apa tadi Elma lagi deket dengan rumahku? kok dia ga mampir ya ?" tanyaku dalam hati. " Ayo! jadi ga ni ?" tanya Rino ketus.

" Eh iya ayo ayo!" kataku. Ternyata Rino itu super smart, ga nyangka juga ya. Aku banyak mengerti berkatnya, dan dia juga punya banyak trik cara menyelesaikan soal rumit dengan mudah. Kami bicara banyak hal, dan ngobrol dengannya membuatku nyaman dan enjoy. Tapi aku langsung membatasi diri, " Ga boleh! Kita cuma temen. Sekarang aku adalah tulang punggung keluarga, hal ini cuma buat aku tidak fokus dengan tujuanku." kataku dalam hati.

Tak lama Asher keluar dari kamarnya, dan tatapannya melihat Rino seaakan takut Rino akan memakannya. "Eh Sher! Sini kenalin ini ka Rino." kataku mencairkan suasana. "Eh iya ha.. ha.. ha..lo ka.." kata Asher tergagap. "Kalian udah kenal ya?" tanyaku.

"Ngga kok, ini pertama kalinya kita bertemu, ya kan sher ?" kata Rino.
"Eh, iya ka. Ci aku masuk dulu ya masih banyak tugas ni." kata Asher meninggalkan kami. "Sini aja kerjain bareng. Siapa tau aku bisa bantu." kataku. " Ga usah deh ci, aku kerjain sendiri aja." kata Asher dengan raut wajah takut.

"Ada yang ga beres ni." pikirku. Kenapa semua orang berusaha menyembunyikan sesuatu dariku. Apa itu ? kenapa aku tidak boleh tau ?  Apa aku berbeda dari orang lain?

"Oi! Kenapa lu ? Ayo kerjain lagi." kata Rino. " Eh iya, ayo!" kataku membalas. Memang pada awalnya aku tidak terlalu memikirkan hal itu, tapi hal itu sangat menganggu konsentrasiku. "Rin, kayaknya kita ga udahan dulu aja deh ya. Aku udah ga mood." kataku.

"Yaudah yu!" kata Rino. "Mau kemana ?" tanyaku. "Udah ikut aja." kata Rino sambil keluar membawa kunci motornya. Saat hendak bangun dari kursi, ada sebuah kertas jatuh dari sakunya. Aku langsung mengambilnya dan ingin mengembalikannya pada Rino.

Namun Rino sudah pergi mengambil motornya. Karena penasaran, akhirnya aku membuka kertas itu. Aku terkejut ketika melihat isinya. Tertulis namaku dengan tinta merah, dan terralat kalung dan cairan merah.

Bentuk kalung itu menyerupai gigi seekor binatang dan cairan itu layaknya sebuah darah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Bentuk kalung itu menyerupai gigi seekor binatang dan cairan itu layaknya sebuah darah. Aku ingin sekali menanyakan hal itu langsung pada Rino, namun aku tidak menggenggamnya melainkan menaruhnya di sakuku. Saat keluar Rino terlihat panik, " Kenapa Rin?" tanyaku. "Ah ngaa, lu liat ga si kertas gitu kotak bentuknya." kata Rino panik.

"Apa jangan jangan kertas yang kutemukan yang sebenarnya iya cari? Kenapa dia sangat panik" tanyaku dalam hati. "Lihat ga Nas ?" tanyanya. " Ngga Rin, ga lihat." kataku. Aku memutuskan untuk tidak mengembalikannya dan berniat untuk bertanya pada Nino.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

C H A N G E Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang