4. Ngidam 2

378 16 0
                                    

Nayla ingat, waktu itu ia pernah menginginkan martabak telur, tetapi sudah seminggu ini suaminya terlihat sibuk, pulang selalu malam padahal biasanya sebelum maghrib juga suaminya sudah ada di rumah. Sepertinya suaminya sedang ada masalah. Nayla tidak berani bertanya pada Ilyas, ia berpikir nanti Ilyas juga akan bercerita dengan sendirinya. Ia tidak ingin di cap sebagai istri yang terlalu ikut campur urusan suaminya.

Nayla hanya bisa mendoakan agar masalah apa pun yang sedang menimpa suaminya dapat di selesaikan. Seperti kata Ustaz Adi Hidayat dalam tausiahnya, perempuan dan laki-laki itu berbeda, perempuan mungkin akan merasa lega apabila ketika ia sedang dalam masalah Ia berbagi masalah itu kepada keluarga, sahabat, atau pun temannya.

Berbeda dengan laki-laki, mereka cenderung menyimpan masalah itu sendirian dan mencoba mencari cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Setelah masalah itu selesai maka Ia akan menceritakan dengan sendirinya. Kaum adam pun mempunyai ego, harga diri, mereka berpikir jika mereka menceritakan masalah yang belum selesai kepada seseorang sekalipun itu istrinya, itu akan melukai harga dirinya sebagai laki-laki. Oleh karena itu, perempuan harus paham, jangan langsung berpikiran buruk.

Malam ini entah kenapa keinginan untuk memakan martabak telur sangat besar. Jabang bayi dalam kandungannya seakan tak sabar, tak ingin menunggu lama lagi untuk memakan makanan tersebut. Ilyas memang sudah datang dari maghrib, tapi saat ini suaminya sedang ada di dalam ruang kerja, ruangan yang di desain khusus untuk menyelesaikan tugas kantor yang ia bawa ke rumah.

Dengan berani Nayla mencoba mengetuk pintu ruang kerja suaminya. Karena ia tahu suaminya sangat tidak suka apabila di ganggu apabila sedang kerja. Karena menurut Ilyas, ketika kerja banyak gangguan maka pekerjaan itu akan menyita waktu yang sangat lama.

"Mas, Nayla boleh masuk?"

Setelah mendengar izin masuk dari suaminya, Nayla pun memasuki ruang yang di penuhi buku-buku tentang bisnis milik suaminya.

"Ada apa Nay?" tanya Ilyas tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.

"Mas, Nay pengen martabak telur dari seminggu yang lalu, Mas beliin yah sekarang, kasihan ini kalo gak dibeliin nanti anak kita ileran loh"

"Nanti yah sayang, Mas masih ada kerjaan, 30 menit lagi oke?".

Ilyas mencoba membujuk istrinya. Sebenarnya Ia tak tega menolak keinginan istrinya, tapi mau bagaimana pekerjaannya tanggung kalau tidak di selesaikan. Agar nanti ia bisa lebih leluasa meluangkan waktunya untuk istri dan calon buah hati mereka.

"Tapi Nay maunya sekarang ih"

Terdengar suara hentakan kaki yang berasal dari kaki Nayla. Kalau dilihat tingkah Nayla seperti anak kecil yang tidak di izinkan untuk membeli permen kapas karena giginya bolong.

"Sebentar lagi sayang, Mas janji deh, biar nanti waktu kita lebih banyak"

Ilyas mengusap pelan pucuk kepala Nayla dengan lembut, berharap istri mungilnya akan mengerti tentang keadaannya.

Mendengar jawaban Ilyas, bibir Nayla pun maju ke depan seperti bebek. Tapi mau bagaimana lagi, ia tidak bisa memaksa Ilyas karena suaminya memang keras kepala, kalo sudah gitu yah gitu, gak bisa jadi gini.

Nayla pun pamit keluar dari ruangan Ilyas menuju ruang tv. Acara televisi saat itu tidak ada yang menarik bagi Nayla, entah memang tidak menarik atau karena mood Nayla sedang buruk.

Terlintas sebuah ide dalam kepala cantiknya. Ia segera bergegas ke kamar untuk mengambil mantel dan jilbab.

30 menit berlalu, sesuai janjinya Ilyas telah menyelesaikan pekerjaannya dan sekarang waktunya untuk Ia memenuhi keinginan istri dan calon buah hatinya.

"Nay"

Tidak ada sahutan


"Sayang"

"Nayla kamu di mana? Katanya pengen beli martabak telur?"

Hening, tetap tidak ada sahutan. Ke mana istrinya itu, apa marah karena Ilyas tidak langsung menuruti permintaannya. Ilyas pun mencari di kamar, ruang tv, dan segala penjuru rumah. Namun tak tampak lubang hidung istrinya.

Ilyas mulai khawatir, Ia mencoba menelepon istrinya, namun sayang terdengar suara hp istrinya di kamar mereka. Itu berarti istri mungilnya tidak atau bahkan lupa untuk membawa benda pipih tersebut.

Ilyas berjalan keluar, siapa tahu istrinya ada di teras rumah. Tapi nihil, istrinya tetap tidak ada. Ilyas mulai kalut, jangan-jangan istrinya nekat beli martabak telur sendirian malam-malam gini. Mana istrinya dalam keadaan hamil, bagaimana kalau terjadi hal yang tidak diinginkan?. Ilyas cepat-cepat beristigfar menjauhkan segala pikiran negatif yang menghantui kepalanya.

Lalu Ilyas pun kembali ke dalam untuk mengambil kunci motor. Saat di depan pintu, Ia melihat orang yang tadi ia cari sedang menenteng dua buah plastik yang ia yakini adalah martabak.

"Assalamu....."

"Dari mana kamu?"

Sebelum Nayla menyelesaikan salamnya, suaminya sudah memotong ucapannya. Nayla bisa melihat bahwa suaminya marah besar, terlihat dari tatapan mata Ilyas yang berbeda dari biasanya. Nayla tidak pernah melihat Ilyas seperti itu, jantungnya mulai berdetak cepat, tangannya bergetar, pegangan tangannya ke kantong keresek menguat.

"Mas tadi Nay cuman ke depan beli martabak soalnya Nay takut ganggu Mas lagi kerja"

Tiba- tiba Ilyas mengacak-acak rambutnya. Kemudian menarik tangan istrinya masuk ke dalam rumah. Karena tidak baik dilihat orang yang lewat atau tetangga. Setelah itu Ilyas mengunci pintu.

"Ya Allah Nay, kamu tahu gimana khawatirnya aku tadi ha? Kenapa gak tunggu sebentar Nay? Mas kan udah bilang nanti kita beli sama-sama, Mas masih ada kerjaan sedikit lagi. Kenapa kamu gak ngerti Nay?"

Nayla hanya bisa menunduk antara takut melihat Ilyas marah dan rasa bersalah karena telah membuat suaminya pusing. Ia tahu Ia salah, tapi tidakkah Ilyas mengerti, Nayla hanya mencoba tidak merepotkan Ilyas, karena Ia tahu suaminya sedang ada kerjaan, makanya tadi Nayla memutuskan untuk membeli martabak sendiri. Toh penjual martabaknya tidak terlalu jauh, hanya berjarak kurang lebih 300m dari kediaman mereka. Dengan berjalan pun hanya membutuhkan waktu kurang lebih 5 menit.

"Tidak bisakah kamu sabar sebentar Nay? Kamu jangan egois, dalam perutmu sekarang ada anak kita, buah hati kita, titipan dari Allah. Bisakah kamu gak bersikap kekanakan? Mas tahu kamu lagi ngidam, itu keinginan anak kita, Mas bukan gak mau beliin, cuman bisa kan kamu sabar sebentar Nay?"

Nayla yang mendengar ucapan suaminya hanya bisa terdiam, matanya sudah mengeluarkan air mata, hidung memerah, bibirnya ia gigit untuk menahan isakan.


Ilyas yang tahu istrinya sedang menangis pun merasa bersalah. Ia ingin memeluk tubuh istrinya, namun tindakan itu tidak ia lakukan karena ia ingin menghukum dan menunjukkan bahwa perbuatan yang di lakukan Nayla itu salah.

"Astagfirullah, sudah lah Nay, cepat makan martabakmu dan istirahat"

Assalamualaikum temen-temen
Ilyas dan Nayla balik lagi nih
Semoga suka yah
Give me some 🌟 yaah

Jadikan Al-Quran sebagai bacaan utama

Happy weekend

Ilyas dan NaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang