03

520 106 42
                                    


Sehangat pelukan hujan saat kau lambaikan tangan
Tenang wajahmu berbisik
Inilah waktu yang tepat tuk berpisah
Selembut belaian badai saat kau palingkan arah
Jejak langkahmu terbaca
Inilah waktu yang tepat tuk berpisah

.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Permisi Mba."

Kepala berkuncir kuda yang tengah asik dengan sponge berbusa dan vespa hijaunya itu seketika menoleh ke arah sumber suara.

"Ya Mas." Ujarnya sambil mendekat ke arah pagar yang terbuka.

"Ada surat untuk Nattaya Adhisty." Sebut Mas kurir lagi sambil menyodorkan sebuah amplop coklat berukuran sedang. Wajah datar Atta berubah cerah saat amplop itu ada ditangannya.

"Tolong tanda terimanya dulu Mba, disini." Mas kurir menyodorkan sebuah notes kecil untuk Atta tanda tangani.

"Matur nuwun Mas." Ujar Atta kemudian segera mengeringkan kedua telapak tangannya dengan sempurna dan membuka amplop coklat itu.

"Alhamdulillah!" Serunya kemudian diiringi senyum cerah.

Bagaimana tidak karena akhirnya setelah sekian lama kerja freelance kalau ada orderan desain dari beberapa teman atau bisa dibilang lebih sering menganggur sambil mengurus Ibu, surat panggilan kerja yang ia tunggu itupun datang juga. Datang dari sebuah perusahaan advertising yang Atta tahu lumayan besar di Surabaya. Setelah membaca isi surat itu sampai 3 kali, Atta bergegas masuk ke dalam bermaksud memberi tahu Adrian. Ia sampai lupa dengan si vespa hijau yang busa sabunnya nyaris kering.

"Mas! Mas aku keterima kerja." Serunya saat mendapati Adrian tengah khusyuk dengan kopi paginya.

"Ndi Dek?" (Dimana Dek) Adrian kemudian sama antusiasnya

"Adpro." Jawab Atta menyebut nama perusahaan itu lalu tersenyum.

"Alhamdulillah. Kapan disuruh ngadep?" Adrian kemudian menghampiri dan gantian membaca surat panggilan beramplop coklat itu.

"Sekarang Mas. Jam 10 pagi disuruh nemui HRD. Aduh aku deg deg an e Mas." Ucap Atta lagi.

"Bismillah dulu to. Wong tesnya aja lulus kok. Selamat yo Ta. Cepetan siap - siap koen. Biar Mas tak hubungi Ibu kasih kabar."

"Oalah iya. Hari ini kan Ibu mau tak ajak belajar jalan lagi." Atta misuh - misuh sendiri. Ia teringat jadwal Ibu yang setiap hari belajar jalan lagi walaupun masih dibantu tongkat.

"Biar digantiin si Mbak dulu ae. Lagian denger koen keterima kerja mana tau Ibu langsung iso jalan." Adrian lalu terkekeh dengan kalimatnya sendiri.

"Aamiiiin. Wes to Mas aku siap - siap dulu."

.
.
.
.
.
.
.
.
.

Atta tidak main - main saat menyebut dirinya deg - deg an. Bahkan rasanya melebihi saat pertama menginjak kantor ini untuk ikut tes bersama puluhan pelamar lainnya. Apa mungkin karena hari ini statusnya sudah beda? Berkali-kali Atta melihat pantulan bayangannya di kaca ruangan HRD yang pintunya masih tertutup itu. Ia sudah rapi, tidak ada dandanannya yang berlebihan. Bahkan terhitung biasa saja dibanding beberapa karyawan baru perempuan yang juga sedang antri masuk ruang HRD seperti dirinya.

[✔️] Infinity [YNWA AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang